Ⓜ️๐๐๐ข๐ ๐๐๐ค๐ฐ๐๐ก ๐๐๐ฅ๐๐
┈┉┉━━ ❁﷽❁ ━━┉┉┈
*๐ธ Kalau Jenazah Perempuan Yang up Mandikan Juga Perempuan ๐ธ*
━๐
━
_Ustadz ๐ค๐ก๐๐ฅ๐ข๐ ๐๐๐ฌ๐๐ฅ๐๐ฆ๐๐ก ุญูุธู ุงููู ุชุนูู_
┈┉┉━━❅❁Ⓝ︎❁❅━━┉┉┈
๐ ๐ฎ๐ป๐ต๐ฎ๐ท ๐ฆ๐ฎ๐น๐ฎ๐ณ
~๐๐ฅ๐ฅ๐๐ก ๏ทป ๐๐๐ซ๐๐ข๐ซ๐ฆ๐๐ง
~๐๐๐ฌ๐ฎ๐ฅ๐ฎ๐ฅ๐ฅ๐๐ก ๏ทบ ๐๐๐ซ๐ฌ๐๐๐๐
SIAPA YG BOLEH MEMANDIKAN JENAZAH KITA .
Hukum asalnya: Laki-laki memandikan laki-laki, perempuan memandikan perempuan.
Untuk jenazah laki-laki didahulukan:
-Ayah
-Kakek
-Anak laki-laki
-Cucu laki-laki
-Saudara laki-laki
-Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan)
-Paman (saudara ayah)
-Anak laki-laki dari paman (sepupu)
-Laki-laki yang masih punya hubungan keluarga dekat
-Laki-laki yang tidak punya hubungan keluarga dekat
-Istri
Untuk jenazah perempuan didahulukan:
-Wanita yang masih punya hubungan kerabat
-Wanita yang tidak punya hubungan kerabat
-Suami.
Catatan: Laki-laki lain tidak boleh memandikan jenazah perempuan.
Aturan siapa yang memandikan
Disyaratkan untuk yang memandikan adalah muslim jika jenazah itu muslim.
Jika jenazah itu kafir, maka kerabat yang kafir yang lebih berhak untuk memandikan, kemudian baru kerabat muslim.
Si pembunuh jenazah tidak boleh memandikan jenazah. Ia tidak boleh memandikannya karena ia tidak berhak mendapatkan jatah waris.
Jika tidak didapati untuk yang memandikan jenazah laki-laki selain perempuan bukan mahram, atau tidak didapati yang memandikan jenazah perempuan selain laki-laki yang bukan mahram, maka memandikan jenazah menjadi gugur.
Cukup dengan tayamum untuk menggantikan mandi. Hal ini diqiyaskan seperti orang yang mandi yang tidak mendapati air.
Jika ketika memandikan jenazah laki-laki muslim tidak didapati kecuali laki-laki kafir atau wanita bukan mahram, maka yang lebih layak mandikan adalah laki-laki kafir, lalu yang menyalatkannya adalah wanita muslimah tadi.
Jika yang meninggal dunia itu orang kafir, maka boleh untuk kerabatnya yang muslim memandikan, mengafani, dan menguburkan jenazahnya.
Anak kecil yang tidak mungkin ada syahwat padanya, maka boleh dimandikan oleh laki-laki atau pun perempuan karena ia boleh dipandang dan disentuh, terserah yang meninggal dunia adalah anak kecil laki-laki ataukah perempuan.
Jika wanita kafir dzimmi dan ia memiliki suami muslim, maka suaminya boleh memandikan jenazahnya jika memang tidak ada wanita lain, karena nikah itu sama dengan nasab dalam hal memandikan.
Jika seorang suami mentalak istrinya dengan talak bain, atau talak raj’iy, atau nikahnya faskh (batal), kemudian salah seorang dari mereka berdua meninggal dunia dalam masa ‘iddah, maka tidak boleh yang lain memandikannya, karena dalam hal mahram seperti wanita bukan mahram.
Aturan dalam memandikan jenazah
Hendaklah yang memandikan jenazah itu amanat dan menutup aib yang dimandikan, dan ia tampakkan hanya bagus-bagus saja. Namun jika yang meninggal itu seorang yang fasik (ahli maksiat), maka sah seperti itu (membuka aib).
Yang menghadiri proses memandikan hanyalah yang memandikan atau orang yang mesti membantu.
Bagi wali dari jenazah boleh masuk dalam proses pemandian, walaupun ia tidak memandikan atau membantu memandikan. Tujuannya untuk menyemangati dalam maslahat.
Baarakallahu fiikum
Pembahasan ini kami sarikan dari Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i karya Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhailiy.
Sumber https://rumaysho.com/20976-aturan-memandikan-jenazah.html
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.