Skip to main content

Kriteria Hewan Kurban

 Kriteria hewan kurban ada dua:

1. Kriteria keabsahan, yaitu semua sifat yang ada pada hewan, sehingga bernilai sah jika digunakan untuk berkurban.

2. Kriteria sunah, artinya beberapa sifat hewan yang dianjurkan untuk mendapatkan keutamaan yang lebih dibanding hewan lainnya dalam pelaksanaan ibadah kurban.

*Diantara kriteria keabsahan hewan kurban adalah*

*pertama*, hewan tersebut dimiliki dengan cara kepemilikan yang halal. Sehingga tidak sah berkurban dengan binatang hasil merampas, hewan curian, atau dimiliki dengan akad yang haram, atau dibeli dengan uang yang murni haram, seperti riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tidak menerima kecuali yang baik…” (HR. Muslim)

*kedua*, jenis hewan kurban yang sesuai dengan ketentuan syariat.

Hewan yang boleh untuk kurban adalah dari jenis bahimatul an’am, yang meliputi: unta, sapi, kambing, dan domba. Allah berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka…(QS. Al Haj: 34)

Imam An-Nawawi menyebutkan adanya kesepakatan ulama bahwa kurban tidak sah kecuali dari jenis unta, sapi, dan kambing. (Syarh Shahih Muslim, karya An-Nawawi).

*ketiga*, hewan kurban memiliki usia minimal yang telah ditetapkan

Usia minimal hewan kurban agar bisa digunakan untuk berkurban adalah sebagai berikut:

no.Jenis hewanUsia minimal-

1.DombaGenap 6 bulan, masuk bulan ketujuh–

2.KambingGenap 1 tahun, masuk tahun kedua-

3.SapiGenap 2 tahun, masuk tahun ketiga–

4.UntaGenap 5 tahun, masuk tahun keenam

Tabel di atas sesuai dengan hadis riwayat Muslim.

Dalil lainnya, hadis dari Mujasyi’ bin mas’ud radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya domba usia 6 bulan nilainya sama dengan kambing usia 1 tahun.” (HR. Abu daud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan dishahihkan Al-Albani).

*keempat*, bersih dari cacat yang menyebabkan tidak sah untuk dijadikan hewan kurban.

Ada empat cacat hewan yang menyebabkan tidak sah untuk dijadikan hewan kurban: buta sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.

Dari Al Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil berisyarat dengan tangannya demikian (empat jari terbuka): “Ada empat cacat yang tidak boleh dalam hewan Kurban: buta sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” Al Barra’ mengatakan, “Apapun ciri binatang yang tidak kamu sukai maka tinggalkanlah dan jangan haramkan untuk orang lain. (HR. An-Nasa’i, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

*kelima*, jika pengadaan hewan kurban dari hasil urunan, maka peserta urunan tidak boleh melebihi batas maksimal. Untuk sapi maksimal 7 orang, dan Unta maksimal 10 orang. Sedangkan untuk kambing, tidak boleh ada urunan.

Sementara kriteria sunah pada hewan kurban, antara lain domba jantan bertanduk, warna putih bercampur hitam di sekitar matanya dan kaki-kakinya. Inilah ciri-ciri kambing yang disukai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ia gunakan untuk berkurban.

Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta domba bertanduk, menginjak sesuatu yang hitam, duduk di atas yang hitam, dan melilhat dengan sesuatu yang hitam. Kemudian beliau diberi hewan dengan ciri tersebut dan beliau gunakan untuk berqurban. (HR. Muslim).

keterangan: maksud “menginjak sesuatu yang hitam, duduk di atas yang hitam, dan melilhat dengan sesuatu yang hitam” : kaki-kaki, sekitar mata, dan perutnya berwarna hitam.

Dari ‘Aisyah dan Abu Hurairah radliallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin berkurban, kemudian membeli dua ekor domba yang besar, gemuk, bertanduk, berwarna putih bercampur hitam, dan dikebiri. Kemudian ia menyembelihnya…(HR. Ibnu Majah dan disha

hihkan Al- Albani).

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariat)

https://konsultasisyariah.com/8166-kriteria-hewan-kurban.html

 Artikel Lainnya :

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.