Skip to main content

Diharamkannya Laki-laki Berduaan dengan Wanita yang Bukan Mahram

 


Kajian kali ini melanjutkan pembahasan bab tentang diharamkannya seorang laki-laki berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya. Maksudnya adalah wanita yang tidak memiliki hubungan mahram dengan laki-laki tersebut. Dalam pertemuan sebelumnya, kita telah membahas hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ

“Waspadalah kalian, janganlah kalian masuk menemui para wanita (yang bukan mahram).”

Kemudian, salah seorang dari kaum Anshar bertanya, “Bagaimana pandanganmu, wahai Rasulullah, tentang al-hamwu (kerabat suami, seperti ipar atau keponakan)?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:

الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Kerabat dari suami adalah maut.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maknanya, jika seorang istri terfitnah oleh kerabat suami, seperti ipar, ini bisa menghancurkan rumah tangga. Situasi seperti ini berpotensi membawa kepada hal-hal yang bisa membinasakan seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat.

Hadits berikutnya:

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لاَ يَخْلُونَّ أَحَدكُمْ بامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahram, kecuali jika ada mahramnya mendampingi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Perintah dan larangan Rasulullah pasti memiliki hikmah. Setiap perintah yang beliau sampaikan pasti mendatangkan kebaikan bagi yang melaksanakannya, begitu pula setiap larangan pasti menghindarkan kita dari keburukan.

Sayangnya, banyak kejadian buruk yang terjadi karena pelanggaran terhadap larangan ini. Banyak peristiwa perselingkuhan dan perbuatan yang dilarang oleh Allah ‘Azza wa Jalla terjadi akibat berduaan dengan wanita yang bukan mahram. Mungkin awalnya, baik laki-laki maupun perempuan berpikir bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Mereka hanya duduk dan berbicara biasa. Namun, ini adalah bisikan setan yang menipu manusia agar terjerumus dalam dosa.

Pertama, sering kali seseorang merasa dirinya suci dan menganggap tidak akan terfitnah, baik laki-laki maupun perempuan. Laki-laki mungkin berpikir, “Saya tidak akan terfitnah oleh perempuan ini,” dan perempuan pun beranggapan, “Saya tidak akan terfitnah oleh laki-laki ini.” Namun, lambat laun, setelah dua, tiga, atau empat kali pertemuan, setan mulai berperan. Ia perlahan-lahan memasukkan godaan tanpa disadari oleh keduanya.

Ini adalah kenyataan yang sering terjadi. Sebagai contoh, seorang laki-laki diberi tugas oleh kantornya, begitu pula seorang perempuan, lalu mereka harus bekerja sama. Misalnya, mereka bertugas mengurus pengadaan barang atau perencanaan perjalanan, sehingga diangkat sebagai panitia. Mungkin mereka perlu mencari hotel atau kendaraan, dan di sinilah terjadi interaksi.

Interaksi yang pada awalnya bersifat profesional ini bisa berubah menjadi sesuatu yang lain. Setan akan mulai membisikkan godaan, baik pada laki-laki maupun perempuan tersebut. Setan memiliki metode yang licik untuk masuk ke dalam hati seseorang, baik laki-laki maupun perempuan. Ia melihat titik kelemahan mereka dan menyerang dari sana. Akibatnya, muncul rasa tertarik yang pada awalnya tidak ada apa-apanya. Semua ini terjadi karena meremehkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Setan akan membisikkan pikiran kepada laki-laki yang berduaan dengan wanita. Timbul pikiran seperti, “Wanita ini MasyaAllah, baik sekali,” dan sebaliknya wanita juga berpikir, “MasyaAllah, pria ini baik sekali, berakhlak mulia, bicaranya enak didengar.” Dari sini, hal-hal yang menjerumuskan kepada perbuatan keji dapat terjadi.

Oleh karena itu, kita tidak boleh terlalu percaya diri. Kita harus menyadari bahwa sebagai manusia, kita memiliki kekurangan, syahwat, dan keinginan. Kita bukan malaikat. Siapapun orangnya, meskipun dia berilmu dan memiliki aqidah yang kuat, setan tetap bisa masuk melalui berbagai cara. Apalagi jika imannya lemah dan tidak memiliki prinsip yang kuat, maka akan mudah terjerumus dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya, kecuali ada mahram yang mendampingi. Jika seorang wanita didampingi mahramnya, seperti saudara/i atau kerabatnya, maka interaksi mereka dapat diawasi.

Jangan menganggap enteng hal-hal kecil karena dapat berdampak besar. Ada sebuah hadits lemah yang menyebutkan bahwa pandangan merupakan anak panah iblis yang pertama kali. Ketika seseorang tidak menundukkan pandangannya saat melihat lawan jenis, baik laki-laki kepada wanita maupun sebaliknya, maka ini adalah kesempatan pertama bagi setan untuk menjerumuskan manusia.

Para ulama menjelaskan tahapan-tahapan setan dalam merayu manusia. Pertama adalah pandangan yang tidak dikendalikan. Kedua, senyum. Setelah pandangan, pertemuan berikutnya disertai dengan senyuman. Ketiga, ucapan salam, “Assalamualaikum.” Keempat, berbicara, seperti bertanya, “Dari mana, Mas? Dari mana, Mbak? Kerja di mana?” Kelima, janji, yaitu mulai membuat janji, “Nanti ketemu di sini, nanti ketemu di mal ini.” Terakhir adalah pertemuan.

Langkah-langkah inilah yang digunakan setan untuk menjerumuskan manusia. Maka, jangan pernah merasa diri suci atau menganggap diri kita bebas dari godaan. Allah Ta’ala berfirman:

فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Janganlah kalian menganggap diri kalian suci. Dia lebih mengetahui siapa yang benar-benar bertakwa.” (QS. An-Najm [53]: 32)

Jadi, meskipun seseorang merasa kuat dalam iman, aqidah, dan manhaj, tetaplah waspada terhadap godaan setan yang selalu mengintai.

Oleh karena itu, benar apa yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau melarang, “Jangan sekali-kali salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya, kecuali ada pendamping wanita tersebut, yaitu mahramnya.” Larangan ini bertujuan untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Saat ini, begitu mudahnya seseorang melanggar larangan ini dengan adanya fasilitas-fasilitas yang mempermudah interaksi, seperti HP, media sosial, dan sebagainya. Sekarang ada zaman video call. Misalnya, seseorang yang awalnya tidak mengenal wanita tersebut, bisa kemudian melakukan video call. Na’udzubillah. Dari situ, wanita menampakkan wajahnya, bermula dari perkenalan lewat pesan singkat atau WhatsApp, lalu berlanjut hingga terjadi apa yang tidak diinginkan.

Kita harus waspada terhadap diri sendiri dan jangan terlalu berprasangka baik terhadap diri kita. Kita adalah manusia biasa yang penuh kelemahan dan kekurangan, serta ada faktor eksternal, yaitu setan, yang membisikkan ke dalam diri kita. Setan memperindah sesuatu yang buruk, membuatnya tampak baik. Niat pun seringkali dijadikan alasan, “Yang penting niatnya baik, ini untuk silaturahmi,” dan sebagainya. Padahal, itu adalah bisikan setan untuk menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan keji dan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sumber : https://www.radiorodja.com/54490-diharamkannya-laki-laki-berduaan-dengan-wanita-yang-bukan-mahram/

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.