Skip to main content

Takut Kemunafikan


 

KAJIAN ISLAM ILMIAH TENTANG TAKUT KEMUNAFIKAN

Dari sahabat Abdullah ibn Amr ibn Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Empat sifat yang apabila terkumpul pada seseorang, maka dia adalah munafik yang murni. Dan barang siapa memiliki salah satu darinya, berarti dia mempunyai sifat kemunafikan sampai ia meninggalkannya: apabila berbicara, ia berdusta; apabila berjanji, ia mengingkari; apabila diberi amanah, ia berkhianat; dan apabila bertengkar, ia berlebihan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Ciri orang munafik ada tiga: apabila berbicara, ia berdusta; apabila berjanji, ia menyelisihi; dan apabila diberi amanah, ia berkhianat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Itulah shalatnya orang munafik. Ia menunggu matahari sampai berada di antara dua tanduk setan, kemudian berdiri cepat-cepat shalat empat rakaat, dan tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit.'” (HR. Muslim).

Kemunafikan atau sifat munafik adalah salah satu sifat hati yang sangat buruk, yaitu menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang disembunyikan. Jika yang ditampakkan berbeda dengan apa yang disembunyikan terkait keyakinan, maka disebut dengan nifaq i’tiqadi, yaitu kemunafikan besar yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Ini sebagaimana firman Allah tentang orang-orang munafik:

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: ‘Kami telah beriman’. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok'”. (QS. Al-Baqarah[2]: 14)

Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami bersaksi, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”(QS. Al-Munafiqun[63]: 1)

Adapun jika yang ditampakkan berbeda dengan apa yang disembunyikan terkait amalan-amalan, seperti menampakkan kejujuran padahal di dalam hati ia berdusta, atau menampakkan niat menepati janji padahal di dalam hati ia berniat tidak menepatinya, maka ini disebut dengan nifaq amali atau kemunafikan kecil.

Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat yang mencela orang-orang munafik, menyebutkan sifat-sifat dan karakter mereka. Bahkan, di dalam Al-Qur’an ada surah yang disebut dengan Surah Al-Fadhihah (الفاضحه), yaitu yang menerangkan dan mengungkap keburukan orang-orang munafik, dan termasuk di antara surah-surah yang terakhir turun dari Al-Qur’an, yaitu Surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengungkap di dalamnya sifat-sifat orang munafik, membuka aib-aib mereka, menjelaskan keburukan mereka, dan menampakkan apa yang mereka sembunyikan dalam hati mereka, yaitu kedengkian dan hasad kepada Islam dan kaum muslimin.

Qatadah rahimahullah berkata, “Surah ini (At-Taubah) disebut dengan Al-Fadhihah, yaitu Fadhihatul Munafikin, yang membuka dan membongkar keburukan orang-orang munafik.”

Di antara keadaan orang-orang munafik atau sifat mereka adalah apabila mereka bersama kelompok mereka, mereka berkumpul untuk memperolok-olok agama, mengejek hamba-hamba Allah yang beriman, serta menghina dan mengejek perbuatan atau ibadah-ibadah yang agung yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menghina orang yang berpegang teguh dengan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila mereka menutup majelis mereka, mereka khawatir dan takut apabila turun satu surah dari Al-Qur’an yang membuka dan membongkar serta menjelaskan aib-aib mereka. Allah Ta’ala berfirman:

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ

“Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan kepada mereka satu surah yang menerangkan apa yang ada dalam hati mereka. Katakanlah: ‘Teruskanlah ejekan-ejekanmu. Sesungguhnya Allah akan menampakkan apa yang kamu takuti.'” (QS. At-Taubah [9]: 64).

Maka turunlah Surah At-Taubah yang mengungkap aib orang-orang munafik. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang menyebutkan sifat-sifat orang munafik dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, alladzina (yaitu orang-orang) atau firman-Nya waminhum (dan di antara mereka), kemudian Allah sebutkan sifat-sifat mereka tanpa menyebutkan nama-nama mereka, supaya hukum tersebut menjadi hukum umum yang berlaku sampai hari kiamat.

Maka, siapa pun yang memiliki sifat tersebut, dialah orang munafik. Oleh karena itu, wajib bagi setiap Muslim untuk benar-benar waspada terhadap kemunafikan, amalan-amalan orang-orang munafik, serta sifat-sifat mereka. Sesungguhnya Allah menyebutkan tentang sifat-sifat mereka dalam Al-Qur’an agar setiap Muslim berhati-hati dan jangan sampai terjatuh dalam salah satu dari sifat-sifat tersebut. Seorang Muslim perlu memperbanyak doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dilindungi dari sifat-sifat orang-orang munafik.

Dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa di antara doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ، وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ، وَالْبُخْلِ، وَالْهَرَمِ، وَالْقَسْوَةِ، وَالْغَفْلَةِ، وَالْعَيْلَةِ، وَالذِّلَّةِ، وَالْمَسْكَنَةِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ، وَالْكُفْرِ، وَالْفُسُوقِ، وَالشِّقَاقِ، وَالنِّفَاقِ، وَالسُّمْعَةِ، وَالرِّيَاءِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الصَّمَمِ، وَالْبُكْمِ، وَالْجُنُونِ، وَالْجُذَامِ، وَالْبَرَصِ، وَسَيِّءِ الْأَسْقَامِ.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut, sifat kikir, usia lanjut (ketuaan), kekerasan hati, kelalaian, kemiskinan, kehinaan, dan kerendahan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekufuran, kefasikan, pertengkaran, kemunafikan, sum’ah, riya’. Juga aku berlindung diri kepada-Mu dari ketulian, kebisuan, kegilaan, penyakit kulit dan semua penyakit-penyakit yang berbahaya.” (HR. Al-Hakim)

Sumber : https://www.radiorodja.com/54439-takut-kemunafikan/

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.