Showing posts with label jenggot. Show all posts
Showing posts with label jenggot. Show all posts

Tuesday, July 23, 2024

JENGGOT ADALAH FITRAH DAN PERHIASAN LAKI-LAKI


Jenggot adalah suatu fitrah manusia dan yang namanya fitrah adalah suatu hal yang tidak mungkin dibenci atau tidak disukai manusia. Apabila manusia di zaman ini ada yang membenci jenggot, menganggapnya jelek, kotor atau anggapan jelek lainnya, maka mereka keluar dari fitrahnya. Di zaman ini bisa jadi banyak orang yang berubah bahkan rusak fitrahnya karena pengaruh zaman dan tersebarnya gaya hidup melalui internet dan smartphone. Tersebar gaya hidup atau film yang orang tersebut berjenggot tapi kasar, jelek dan kotor, sedangkan orang-orang hebat adalah orang yang bersih dagunya karena telah dipotong jenggotnya. Padahal di zaman dahulu, orang-orang hebat mulai dari raja, kesatria dan ilmuan, mereka memiliki jenggot yang lebat dan terlihat gagah berwibawa.

Jenggot adalah fitrahnya manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ..

“Sepuluh perkara yang termasuk fithrah: Memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, memasukkan air ke dalam hidung, memotong kuku….” (HR. Muslim)

Seorang ulama menyebutkan bahwa jenggot adalah perhiasan bagi laki-laki, artinya jika laki-laki memiliki jenggot, maka ia lebih terlihat jantan, terlihat gagah dan lebih maskulin.

Al-Gazali berkata,

فإن اللحية زينة الرجال …وبها يتميز الرجال عن النساء

“Sesungguhnya jenggot adalah perhiasan para lelaki… dengan jenggot akan terbedakan antara laki-laki dan wanita” (Ihyaa ‘Uluumid-Diin 2/257)

Karena jenggot adalah perhiasan laki-laki dan menunjukkan kegagahan dan tanda maskulin laki-laki. Ada beberapa orang shalih di zaman dahulu yang sangat ingin memiliki jenggot. Kaum Anshar sangat meninginkan pemimpim mereka memiliki jenggot agar terlihat lebih jantan. Mereka berkata,

نعم السيد قيس لبطولته وشهامته، ولكن لا لحية له، فوالله لو كانت اللحية تشترى بالدراهم، لاشترينا له لحية

“Memang Sayyid Kami Qais terkenal dengan kepahlawanan dan kedermawanannya, akan tetapi ia tidak memiliki jenggot. Demi Allah, seandainya jenggot itu bisa dibeli dengan dirham, maka kami akan belikan ia jenggot.” (Lihat Istii’aab 3/1292)

Al-Gazali berkata,

وقال شريح القاضي : وَدِدْتُ أَنَّ لِي لَحْيَةً وَلَوْ بَعَشْرَةِ آلاَفٍ

“Syuraih Al-Qadhi berkata, ‘Aku sangat ingin memiliki jenggot, meskipun harus membayar sepuluh ribu (dinar/dirham)’.” (Ihyaa ‘Uluumid -Diin 2/257)

Catatan:

Adapun menyandarkan ini dengan kandungan sebuah hadits,

سبحان من زين وجوه الرجال باللحى

“Maha Suci (Allah) yang menghiasi wajah laki-laki dengan jenggot”

Maka hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ad-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 6023

Jenggot merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kita untuk memelihara jenggot. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

“Potonglah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits digunakan kata perintah (fi’il ‘amr), maka dalam Ilmu ushul di ada kaidah,

الأمر يفيد الوجوب

“Kata perintah (fi’il ‘amr) menunjukkan hukum (asalnya) wajib”

Menurut pendapat terkuat bahwa laki-laki wajib memelihara jenggotnya (membiarkan tumbuh), bahkan memotongnya adalah sebuah larangan (ada juga pendapat boleh dipotong jika sudah melebihi satu genggam). Memotong jenggot adalah kebiasaan orang-orang musyrik dan Majusi, sebagaimana Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

“Selisihilah orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan potonglah kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sumber: https://muslim.or.id/44787-jenggot-adalah-fitrah-dan-perhiasan-laki-laki.html

Copyright © 2024 muslim.or.id

Saturday, January 29, 2022

Apa Hukum Memelihara Jenggot

Pertanyaan:

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya: Apakah memelihara jenggot wajib hukumnya atau hanya boleh? Apakah mencukurnya berdosa atau hanya merusak Dien? Apakah mencukurnya hanya boleh bila dsiertai dengan memelihara kumis?

Jawaban:

Mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas, kami katakan, terdapat hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih keduanya dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: “Selisihilah orang-orang musyrik, potonglah kumis (hingga habis) dan sempurnakan jenggot (biarkan tumbuh lebat,-peny)” [1]

Di dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: “Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot memanjang, selisihilah orang-orang Majusi” [2]

Imam An-Nasai di dalam sunannya mengeluarkan hadits dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Artinya: “Barangsiapa yang tidak pernah mengambil dari kumisnya (memotongnya), maka dia bukan termasuk dari golongan kami” [3]

Al-Allamah besar dan Al-Hafizh terkenal, Abu Muhammad bin Hazm berkata, “Para ulama telah besepakat bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh adalah fardlu (wajib)”

Hadits-hadits tentang hal ini dan ucapan para ulama perihal memotong habis kumis dan memperbanyak jenggot, memuliakan dan membiarkannya memanjang banyak sekali, sulit untuk mengkalkulasi kuantitasnya dalam risalah singkat ini.

Dari hadits-hadits di muka dan nukilan ijma oleh Ibnu Hazm diketahui jawaban terhadap ketiga pertanyaan diatas, ulasan ringkasnya: Bahwa memelihara, memperbanyak dan membiarkan jenggot memanjang adalah fardhu, tidak boleh ditinggalkan sebab Rasulullah memerintahkan demikian sementara perintahnya mengandung makna wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Artinya: “Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah” [Al-Hasyr : 7]

Demikian pula, menggunting (memotong) kumis wajib hukumnya akan tetapi memotong habis adalah lebih afdhal (utama), sedangkan memperbanyak atau membiarkannya begitu saja, maka tidak boleh hukumnya karena bertentangan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Potonglsh kumis”, “Potonglah kumis sampai habis”, “Barangsiapa yang tidak mengambil dari kumisnya (memotongnya) maka dia bukan termasuk dari golongan kami”

Keempat lafazh hadits tersebut, semuanya terdapat di dalam riwayat-riwayat hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan pada lafazh yang terakhir tersebut terdapat ancaman yang serius dan peringatan yang tegas sekali. Hal ini kemudian mengandung konsekuensi wajibnya seorang muslim berhati-hati terhadap larangan Allah dan RasulNya dan bersegera menjalankan perintah Allah dan RasulNya.

Dari hal itu juga diketahui bahwa memperbanyak kumis dan membiarkannya merupakan suatu perbuatan dosa dan maksiat. Demikian pula, mencukur jenggot dan memotongnya termasuk perbuatan dosa dan maksiat yang dapat mengurangi iman dan memperlemahnya serta dikhawatirkan pula ditimpakannya kemurkaan Allah dan azab-Nya.

Di dalam hadits-hadits yang telah disebutkan di atas terdapat petunjuk bahwa memanjangkan kumis dan mencukur jenggot serta memotongnya termasuk perbuatan menyerupai orang-orang majusi dan orang-orang musyrik padahal sudah diketahui bahwa menyerupai mereka adalah perbuatan yang munkar, tidak boleh dilakukan berdasarkan sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam:

Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka” [4]

Saya berharap jawaban ini cukup dan memuaskan.

Wallahu waliyyut taufiq Washallahu wa sallam ‘ala Nabiyyina Muhamad wa alihi wa shahbih.

[Kumpulan fatwa-fatwa, juz III, hal.362-363]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini Lc]

Foote Note

[1]. Shahih Al-Bukhari, kitab Al-Libas (5892, 5893), Shahih Musim, kitab Ath-Thaharah (259).

[2]. Shahih Muslim, kitab Ath-Thaharah (260)

[3]. Sunan At-Turmudzi, kitab Al-Adab (2761), Sunan An-Nasai, kitab Ath-Thaharah (13) dan kitab Az-Zinah (5047)

[4]. Sunan Abu Daud, kitab Al-Libas (4031), Musnad Ahmad (5093, 5094, 5634)

Sumber: almanhaj.or.id

Hikmah Berqurban