Showing posts with label umroh. Show all posts
Showing posts with label umroh. Show all posts

Thursday, May 23, 2024

ORANG YANG BERHAJI ADALAH TAMU ALLAH

 

Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ

“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Begitu luar biasa pahala dari berhaji. Semoga kita pun termasuk orang-orang yang dimudahkan oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya di rumah-Nya. Semoga kita dapat mempersiapkan ibadah tersebut dengan kematangan, fisik yang kuat, dan rizki yang halal.

Sumber https://rumaysho.com/2017-6-keutamaan-ibadah-haji.html

Wednesday, July 24, 2019

BEBERAPA KESALAHAN KETIKA BERADA DI KOTA MADINAH


➡1. Meniatkan safar untuk menziarahi makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Padahal niat yang benar adalah dalam rangka mengunjungi Masjid Nabawi dan shalat di dalamnya.
➡2. Menitipkan pesan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui jamaah haji dan para penziarah, agar disampaikan di kuburan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Lebih aneh lagi disertai foto/KTP yang bersangkutan.
➡3. Adanya praktik-praktik kesyirikan yang dilakukan di kuburan Nabi, antara lain:

❌Menyengaja shalat dengan menghadap ke kubur.
❌Bertawassul atau meminta syafaat kepada beliau secara langsung.
❌Mengusap-usap dinding kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ngalap berkah, yang tidak jarang disertai dengan tangisan histeris.
❌Berdoa secara langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mencukupi kebutuhannya.

➡4. Meyakini bahwa ziarah ke kubur Nabi merupakan bagian dari manasik haji.
➡5. Keyakinan bahwa haji seseorang tidaklah sempurna tanpa menetap di Madinah selama 8 hari untuk melakukan shalat wajib selama 40 waktu, yang diistilahkan dengan “Arba’inan”

Hal ini berdasarkan sebuah hadits :

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِيْءٌ مِنَ النِّفَاقِ

“Barangsiapa yang shalat di masjidku (Masjid Nabawi) sebanyak empat puluh (40) shalat, tanpa ada satu pun yang terlewati, maka ditetapkan baginya : bebas dari an-naar, selamat dari adzab, dan terlepas dari nifaq.” 
(HR. Ahmad dan Ath-Thabarani, dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Namun derajat hadits ini munkar (lebih parah daripada dha’if atau lemah). Hal itu dikarenakan tidak ada yang meriwayatkannya kecuali seorang perawi yang bernama Nabith, dan ia adalah seorang yang majhul (tidak dikenal). 
Kemudian apa yang ia riwayatkan menyelisihi riwayat seluruh perawi hadits tersebut. (Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah no. 364 atau Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 6/318 karya Asy-Syaikh Al-Albani)
___
Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc

Sumber :h //qurandansunnah.wordpress.com - https://goo.gl/X2h0P7

Hikmah Berqurban