Showing posts with label safar. Show all posts
Showing posts with label safar. Show all posts

Friday, December 10, 2021

Sunnahnya shalat dua Raka'at Jika Hendak Berangkat safar dan setelah pulang safar

 


Bismilah

Silsilah Sunnah yang Telah Banyak Dilupakan  

By: Berik Said

Nabi shollalloohu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا خَرَجْتَ مِنْ مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَخْرَجِ السُّوْءِ وَإِذَا دَخَلْتَ إِلَى مَنْزِلِكَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَمْنَعَانِكَ مِنْ مَدْخَلِ السُّوْءِ

“Jika engkau KELUAR DARI RUMAHMU (HENDAK SAFAR), maka KERJAKANLAH SHOLAT (SUNNAH) DUA ROKAAT, yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang berada di luar rumah. 

Jika engkau MEMASUKI RUMAHMU (PULANG DARI SAFAR), maka KERJAKANLAH SHOLAT (SUNNAH) DUA ROKA’AT yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah’.

(HR al Bazaar [8567] dan ad Dailami dalam al Firdaus [1096]. Kata al Albani rohimahulloh dalam as Shohihah [8567] ‘Sanadany jayyid/baik, seluruh perawinya terpercaya adalah dari para periwayat Bukhori’ 

Sholat ini juga BOLEH di lakukan di masjid

IBNU ‘UMAR rodhaillo ‘anhumaa meceritakan :

أَنَّهُ كَانَ إذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى.

‘Sesungguhnya dirinya jika berniat untuk keluar (safar), maka (terlebih dahulu) ia masuk MASJID, dan lalu SHOLAT (SUNNAH DUA ROKAA’AT SEBELUM SAFAR pent) 

(HR. Ibnu abi Syaibah [4916] dengan sanad Shohih)

Walhamdu lillaahi robbil’ aalamiin, wa shollalloohu ‘alaa Muhammadin …

Friday, September 25, 2020

BUKAN KEBETULAN

Abdullah Zaen

Tidak ada suatu peristiwa yang terjadi di alam semesta ini secara kebetulan. Semuanya sengaja ditakdirkan Allah _ta’ala_. Termasuk hidupnya kita di hari-hari ini. Menyaksikan masa pandemi Covid-19. 

Kita ditakdirkan Allah untuk menjadi saksi mata tersebar cepatnya wabah mematikan ini. Sebagaimana di masa yang lampau, banyak orang yang menjadi saksi mata terjadinya berbagai wabah dari masa ke masa.

Namun tentu antara satu saksi mata dengan yang lainnya berbeda-beda. Perbedaan sikap itu tergantung ilmu yang dimilikinya, keimanan yang ada di hatinya dan kepeduliannya.

Siapa yang tidak mengenal al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalaniy _rahimahullah_ (1372-1449 M)? Pakar hadits klasik kenamaan dunia. Hampir seluruh karya tulisnya dijadikan referensi primer di setiap bidang studi.

590 tahun yang lalu, beliau menjadi salah satu saksi mata tersebarnya wabah tha’un. Akhirnya beliau tergerak untuk menulis kitab khusus tentang tema itu. Judulnya ¬_Badzl al-Mâ’ûn fî Fadhl ath-Thâ’ûn._ Telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul *Kitab Wabah dan Taun dalam Islam*.

Beliau mulai menulis kitab ini di tahun 1416 M, lalu berhenti. Kemudian baru menuntaskannya pada tahun 1430 M setelah muncul *bi’dah* di masyarakat. Berupa seruan keluar rumah saat wabah untuk berkumpul dan berdoa layaknya shalat istisqa’. Bagi Ibnu Hajar, orang yang berdiam di rumah selama wabah, sembari bersabar dan mengharap ridha Allah, ia akan memperoleh pahala seperti orang mati syahid. Meski dirinya tidak terkena wabah.

Patut disebutkan di sini, tiga putri Ibnu Hajar wafat karena tha’un yang terjadi pada masa itu. Kitab ini dibuat khusus untuk memberikan pencerahan kepada umat Islam dalam menghadapi sebuah pandemi. Yang spesial dari buku ini, semua anjurannya sangat cocok dan relevan dengan semua protokol kesehatan yang ada saat ini, bahkan *lebih ketat*. Dari sekian banyak kitab klasik yang ada soal pandemi, nampaknya inilah kitab yang paling penting dan lengkap.

Saya, Anda dan kita semua, hari ini menjadi saksi mata terjadinya wabah Covid-19 yang telah merenggut banyak korban jiwa. Akankah kita tetap bersikeras menganggapnya sebuah ilusi belaka? Atau kita sebenarnya telah mengetahui bahayanya, namun bersikap cuek dan enggan melakukan langkah-langkah antisipasif? Atau kita memilih menjadi manusia bijak yang konsisten mengikuti arahan para ulama dan pakar kesehatan? Dengan meningkatkan tawakal dan disiplin mengikuti protokol kesehatan.

Apapun pilihannya, semua akan tercatat dalam sejarah, yang kelak dibaca anak cucu kita. 

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 


Wednesday, July 24, 2019

BEBERAPA KESALAHAN KETIKA BERADA DI KOTA MADINAH


➡1. Meniatkan safar untuk menziarahi makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Padahal niat yang benar adalah dalam rangka mengunjungi Masjid Nabawi dan shalat di dalamnya.
➡2. Menitipkan pesan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui jamaah haji dan para penziarah, agar disampaikan di kuburan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Lebih aneh lagi disertai foto/KTP yang bersangkutan.
➡3. Adanya praktik-praktik kesyirikan yang dilakukan di kuburan Nabi, antara lain:

❌Menyengaja shalat dengan menghadap ke kubur.
❌Bertawassul atau meminta syafaat kepada beliau secara langsung.
❌Mengusap-usap dinding kuburan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk ngalap berkah, yang tidak jarang disertai dengan tangisan histeris.
❌Berdoa secara langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mencukupi kebutuhannya.

➡4. Meyakini bahwa ziarah ke kubur Nabi merupakan bagian dari manasik haji.
➡5. Keyakinan bahwa haji seseorang tidaklah sempurna tanpa menetap di Madinah selama 8 hari untuk melakukan shalat wajib selama 40 waktu, yang diistilahkan dengan “Arba’inan”

Hal ini berdasarkan sebuah hadits :

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِيْءٌ مِنَ النِّفَاقِ

“Barangsiapa yang shalat di masjidku (Masjid Nabawi) sebanyak empat puluh (40) shalat, tanpa ada satu pun yang terlewati, maka ditetapkan baginya : bebas dari an-naar, selamat dari adzab, dan terlepas dari nifaq.” 
(HR. Ahmad dan Ath-Thabarani, dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Namun derajat hadits ini munkar (lebih parah daripada dha’if atau lemah). Hal itu dikarenakan tidak ada yang meriwayatkannya kecuali seorang perawi yang bernama Nabith, dan ia adalah seorang yang majhul (tidak dikenal). 
Kemudian apa yang ia riwayatkan menyelisihi riwayat seluruh perawi hadits tersebut. (Lihat Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah no. 364 atau Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 6/318 karya Asy-Syaikh Al-Albani)
___
Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc

Sumber :h //qurandansunnah.wordpress.com - https://goo.gl/X2h0P7

Hikmah Berqurban