Saturday, June 11, 2022

Sebab Penting Doa Terkabul - Syaikh Muhammad al-Ma'yuf #NasehatUlama


Semoga Bermanfaat, Silahkan Share jika dirasa bermanfaat dan semoga mendapatkan pahala jariyahnya.

Masukan dan Saran Serta Kritik Membangun sangat diharapkan ke email : tujuanmucom@gmail.com

Simak Juga Artikel Kami Lainnya di Channel Youtube :

https://www.youtube.com/c/TopChannelOne

Play List Kajian Sunnah di Youtube :

https://www.youtube.com/playlist?list=PLIJQYJ-Cz_XkX6L_nhAGqOAX9FX9MDKQQ

Twitter     :  tujuanmucom

Tag / Label :

Kajian Islam, Tauhid, Kajian Islam Terbaru,Update Kajian,Update sunnah, info Islam,Info Kajian Islam, Manhaj Salaf, Tauhid,Al Qur’an, Allah di atas Arsy',Dakwah salaf

Supported By : www.tujuanmu.com

KEUTAMAAN MENGASUH DAN MENDIDIK ANAK PEREMPUAN DENGAN BAIK

 

Oleh :

Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA

Dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ,beliau berkata, (Suatu hari) seorang perempuan miskin datang ke rumahku dengan membawa dua anak perempuannya, maka aku memberikan makanan kepadanya tiga buah kurma. Lalu dia memberikan sebuah kurma kepada masing-masing dari kedua putrinya tersebut, dan mengangkat satu buah kurma (yang tersisa) ke mulutnya untuk dimakan, tapi kedua putrinya meminta kurma tersebut. Maka perempuan itu membagi dua kurma yang tadi hendak dimakannya untuk kedua putrinya. Perbuatan perempuan itu sangat membuatku kagum, lalu aku menceritakannya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّاللَّهَأَوْجَبَلَهَابِهَاالْجَنَّةَوَأَعْتَقَهَابِهَامِنَالنَّارِ

Sesungguhnya Allâh telah mewajibkan perempuan itu (masuk) surga dengan sebab perbuatannya itu, atau membebaskannya dari (adzab) neraka dengan sebab perbuatannya itu[1]

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan mengasuh dan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, bahkan perbuatan ini termasuk amal kebaikan yang menjadi sebab kuat untuk masuk surga dan selamat dari siksa neraka. Imam an-Nawawi rahimahullah mencantumkan hadits ini dalam bab: Keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan[2].

Dalam riwayat lain yang semakna dengan hadits di atas, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya,“Barangsiapa diuji (oleh Allâh Azza wa Jalla) dengan anak-anak perempuan, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang atau pelindung baginya dari (siksa) neraka”[3].

Juga dalam hadits lain, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang artinya), Barangsiapa mengasuh atau mendidik dua anak perempuan dengan baik sampai mereka dewasa (mandiri), maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia seperti dua jari ini (dekat dengan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam)”. Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghimpun jari-jarinya."[4].

Beberapa Mutiara Faidah Dari Hadits Ini

1. Hadits ini adalah satu di antara banyak dalil dalam al-Qur’an dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai dan memuliakan kaum perempuan, tidak seperti perlakuan orang-orang Arab Jahiliyah yang sangat merendahkan dan menghinakan perempuan, sampai-sampai mereka merasa sangat malu dan rendah jika memiliki anak perempuan. Bahkan di antara mereka sampai ada yang menguburkan hidup-hidup anak perempuan yang baru lahir untuk menghilangkan rasa malu, na’ûdzu billâhi min dzâlik. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ ﴿٥٨﴾ يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Dan apabila seseorang dari mereka (orang-orang Jahiliyah) diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Dia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya, apakah dia akan mengasuh (anak perempuan itu) dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu” [An-Nahl/16:58-59]

2. Perhatian orang tua terhadap pendidikan dan pembinaan anak perempuannya menjadi penyebab masuk surga dan memproleh derajat tinggi di sisi Allâh Azza wa Jalla [5]

3. Ada orang yang mungkin tidak menyukai kehadiran anak-anak perempuan, padahal bisa jadi kehadiran mereka menjadi sebab Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan kebaikan besar dan menurunkan rahmat-Nya kepada orang tersebut[6]. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, Maka bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal Allâh menjadikan banyak kebaikan padanya” [An-Nisâ’/4:19]"

4. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Ummul Mu’minin, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, karena beliau Radhiyallahu anhuma memiliki sifat yang mulia, yaitu selalu bersedekah dan memberi makan orang miskin padahal beliau Radhiyallahu anhuma sendiri hanya memiliki persediaan makanan yang sedikit.[7]

5. Keutamaan bersedekah meskipun dengan sesuatu yang terlihat sedikit tapi dibutuhkan oleh orang lain, karena ini bisa menjadi penyebab terselamatkan dari adzabneraka[8]. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

Takutlah kamu (selamatkanlah dirimu) dari (adzab) neraka walaupun dengan setengah buah kurma (untuk disedekahkan), kalau kamu tidak mendapati (setengah buah kurma) maka (bersedekahlah) dengan (mengucapkan)kalimat yang baik[9]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo.

Footnote

[1] HSR. Muslim, no. 2630

[2] Kitab Shahîh Muslim, 4/2027

[3] HSR. Muslim, no. 2629

[4] HSR. Muslim, no. 2631

[5] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn, 1/353

[6] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn, 1/353

[7] Lihat kitab Bahjatun Nâzhirîn, 1/353

[8] LIhat kitab Faidhul Qadîr, 1/138

[9] HSR. Al-Bukhâri, 5/2241 dan Muslim, no. 1016"


Kasih Sayang Allah = Harta ?

Allah Ta'ala berfirman:

 وقالوا نحن أكثر أموالا وأولادا وما نحن بمعذبين 

 "Mereka berkata, "kami lebih banyak harta dan anak-anak (dari kamu), dan kami tidak akan diazab." (Saba : 35)

Inilah pandangan kaum jahiliyah..

Memandang bahwa tanda kasih sayang Allah adalah harta..

Padahal..

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan..

Apabila kamu melihat Allah memberi kepada hambaNya..

Apa yang ia inginkan dari dunia..

Sementara ia terus menerus berbuat dosa..

Maka itu adalah istidraj..

HR Ahmad dan Thabrani..

Istidraj adalah penguluran agar ia semakin sesat..

Sebagai tanda Allah menginginkan keburukan untuknya..

Sebagaimana dalam hadits..

Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi hamba..

Allah percepat siksa-Nya di dunia..

Dan bila Allah menginginkan keburukan bagi hamba..

Maka Allah biarkan ia dengan maksiatnya..

Hingga diberikan balasannya di hari kiamat..

HR At Tirmidzi.. 

Sumber Artikel : http://www.salamdakwah.com/artikel/934-kasih-sayang-allah-harta

Masya Allah Banyak Diremehkan Kunci Agar Bersama Dengan Yg Dicintai di Yaumil Qiyamah


Jazaakallahu Khairan Ustadz Muhammad Tim Humble

Kata Allah dalam Alquranul Karim 

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ

"Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka (disurga)." [Qs. Atthur: 21]

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ. اِلَّا مَنۡ اَتَى اللّٰهَ بِقَلۡبٍ سَلِيۡمٍؕ‏

"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." [Qs. Assyuara: 88-89]

 Aku tak pernah melihat seorg pun yg mencintai seseorg seperti kecintaan para sahabat kepada Nabi ﷺ." [Abu Sufyan rahimahullah]

Kata Nabi ﷺ 

إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ الْحُبُّ فِى اللَّهِ وَالْبُغْضُ فِى اللَّهِ

"Sesungguhnya amalan yang lebih dicintai Allah ‘azza wa jalla adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah." [Hr. Ahmad; Hasan]

.الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

."Seseorang itu bersama orang yang dicintainya." [Hr. Bukhari; Shahih]

."Makna bersama adlh bahwa engkau akan didekatkan dgn mereka." [Ibnu Hajar rahimahullah]

Mari Kita mencintai yang layak dicintai 

.Semoga Bermanfaat 

ONE DAY ONE HADITS || PUASA DAN SHOLAT TAHAJUD NABI

 ONE DAY ONE HADITS

Sabtu, 11 Juni 2022 / 11 Zulkai'dah1443

Amalan-Amalan Sunnah

 وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يُفْطِرُ مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لاَ يَصُومَ مِنْهُ ، وَيَصُومُ حَتَّى نَظُنَّ أنْ لاَ يُفْطِرَ مِنْهُ شَيْئاً ، وَكَانَ لاَ تَشَاءُ أَنْ تَرَاهُ مِنَ اللَّيلِ مُصَلِّياً إِلاَّ رَأيْتَهُ ، وَلاَ نَائِماً إِلاَّ رَأيْتَهُ . رَوَاهُ البُخَارِي .

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa dalam sebulan sehingga kami mengira beliau tidak puasa pada bulan tersebut. Dan beliau juga kadang melakukan puasa sampai kami mengira beliau tidak berbuka sehari pun pada bulan tersebut. Dan ketika engkau ingin melihatnya shalat pada malam hari, engkau pasti melihatnya. Dan beliau tidak tidur kecuali engkau pasti melihatnya.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 1141 dan Muslim, no. 1158 menyebutkan bagian awal hadits].

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

1- Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melakukan amalan sunnah dengan puasa dan shalat malam itu berbeda-beda.

2- Beliau kadang melakukan shalat malam pada awal malam, kadang pada pertengahan, kadang pada akhir.

3- Begitu juga beliau kadang berpuasa pada awal bulan, kadang pada pertengahan, kadang pada akhir bulan. Jadi waktu untuk puasa sunnah dan shalat malam bisa menyesuaikan masing-masing orang.

4- Disunnahkan berpuasa setiap bulannya.

5- Puasa sunnah mutlak boleh dilakukan pada waktu kapan pun selama bukan waktu yang dilarang.

6- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melakukan puasa setiap hari, dan tidaklah melakukan shalat malam semalam penuh.

Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur'an :

- Disyari’atkannya Shalat Sunnah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyari’atkan shalat sunnah untuk meningkatkan amal manusia dan menutupi segala kekurangan dan kelalaian yang ada, sebagaimana hal itu diperintahkan oleh Allah dalam Kitab-Nya yang agung, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

 “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” [Huud/11: 114].Lr

HUKUM MEMAKAI BEHEL GIGI

Alhamdulillah wa shalatu wa salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi, amma ba’du.

Hukum asalnya merubah sesuatu yang Allah ciptakan pada diri seseorang adalah dilarang, berdasarkan firman Allah,

وَلأَمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ

"Dan akan aku (setan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya.” (QS. An-Nisa: 119).

Ayat ini menjelaskan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk sesuatu yang haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada anak Adam yang melakukan kemaksiatan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, ia mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang mencabut (alisnya), menata giginya agar terlihat lebih indah yang mereka itu merubah ciptaan Allah.

Hadis ini merupakan laknat (dari rasulullah .pen) kepada wanita-wanita yang mencabut alisnya dan menata giginya dikarenakan mereka telah merubah ciptaan Allah. Dalam riwayat yang lain dikatakan, orang-orang yang merubah ciptaan Allah.

Namun, dalam beberapa hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat.

Seperti dalam keadaan darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka tidak mengapa merapikan gigi karena suatu hal yang darurat dan kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi yang ompong atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau agar berbicara dengan fasih dll. Dalil mengenai hal ini adalah ‘Arjafah bin As’ad radhiallahu’anhu, ia mengatakan, “Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku menggantinya dengan emas.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai, dan Abu Dawud).

Perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Arjafah untuk memperbaiki hidungnya dengan emas merupakan dalil bolehnya memperbaiki gigi. Adapun memperbaiki gigi yang cacat, maka tidak ada larangan untuk menatanya agar hilang cacatnya.

Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, “Apa hukumnya memperbaiki gigi?” Syaikh menjawab, “Memperbaiki gigi ini dibagi menjadi dua kategori:

Pertama, jika tujuannya supaya bertambah cantik atu indah, maka ini hukumnya haram. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menata giginya agar terlihat lebih indah yang merubah ciptaan Allah. Padahal seorang wanita membutuhkan hal yang demikian untuk estetika (keindahan), dengan demikian seorang laki-laki lebih layak dilarang daripada wanita.

Kedua, jika seseorang memperbaikinya karena ada cacat, tidak mengapa ia melakukannya. Sebagian orang ada suatu cacat pada giginya, mungkin pada gigi serinya atau gigi yang lain. Cacat tersebut membuat orang merasa jijik untuk melihatnya. Keadaan yang demikian ini dimaklumi untuk membenarkannya. Hal ini dikategorikan sebagai menghilangkan aib atau cacat bukan termasuk menambah kecantikan. Dasar argumentasinya (dalil), Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong agar menggantinya dengan hidung palsu dari emas, yang demikian ini termasuk menghilangkan cacat bukan dimaksudkan untuk mempercantik diri.”

Allahu a’lam.

Referensi: https://konsultasisyariah.com/8824-memakai-behel-gigi.html

editor: 

https://t.me/DaunMint

KH.Sukron Ma'mun : Musuh Kita Bukan Wahabi Tapi Syiah,Ahmadiyah dan Liberal

 


KH Syukron Ma'mun: NU dan yang dijuluki sebagai 'Wahhabi' harus bekerjasama, jangan bermusuhan, karena musuh kita adalah Syi'ah, Ahmadiyyaah, dan Liberalis

KH Syukron Ma'mun, ulama senior NU, menyatakan bahwa musuh kita bersama adalah Syi'ah, Ahmadiyyaah, dan Liberalis. Bukan mereka yang dijuluki sebagai 'Wahhabi' (yang sebenarnya adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah) itu. 

Beliau - hafidzahulloh - bahkan meminta agar para ulama NU mau membaca kitab tulisan Syaikh Abu Bakr al Jazairy (ulama pengajar di masjid An Nabawi, Madinah) dan bahwa ada perbincangan (kesepakatan, kerukunan) antara beliau dengan Syaikh Bin Baaz, rahiimahulloh, tokoh ulama senior Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Arab Saudi.

Juga agar kaum yang dijuluki Wahhabi itu, dengan kaum/warga Nahdlatul Ulama Indonesia, dapat bekerjasama erat. Sekali lagi, karena musuh bersama Muslimiin adalah Syi'ah, Ahmadiyyaah, dan Liberalis.

Video selengkapnya:

https://m.youtube.com/watch?v=1gE8V0zKxcM&feature=youtu.be

Tambahan penting:

SOAL SEBUTAN 'WAHABI': WASPADAI FITNAH-STIGMA NEGATIF DARI KAUM MUSUH ISLAAM TERHADAP MUSLIMIIN AHLUS SUNNAH YANG 'DIWAHABIKAN'

DARI ULAMA NADHLATUL ULAMA DAN KETUA IKATAN PERSAUDARAAN IMAM MASJID SELURUH INDONESIA:

VIDEO PROF. DR. KH A. ZAHRO ULAMA SENIOR NU (NAHDLATUL ULAMA, 1926): WAHABI ITU AHLUS SUNNAH DAN TIDAK SESAT:

https://youtu.be/uzYw8InpAtc

DARI ULAMA SENIOR NU (1926) DAN EKS KETUA GP ANSOR NU (BANSER) SERTA PROFESOR UNESA JUGA  MEDIA MUHAMMADIYAH (1912) MEMBELA 'WAHHABI':

https://pwmu.co/90003/02/27/umat-islam-ditakut-takuti-dengan-hti-wahabi-dan-radikalisme/

Umat Islam Ditakut-takuti dengan HTI, Wahabi, dan Radikalisme

PWMU.CO – Umat Islam saat ini sedang ditakut-takuti dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Wahabi. 

Di samping itu sedang dipasung dengan istilah radikalisme. 

Pada sisi lain, umat Islam hendak dibutakan dari ancaman yang sesungguhnya yaitu komunisme.

Demikian benang merah pemikiran akal sehat yang bisa dipintal dari paparan Prof Dr Achmad Zahro, Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Prof Dr Aminuddin Kasdi, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Drs Choirul Anam, mantan Ketua GP Ansor Jatim.

Mereka berbicara pada acara bedah buku “NU Jadi Tumbal Politik Kekuasaan Siapa Bertanggung Jawab?” di Gedung Astranawa, Selasa (26/2/19). 

Buku ini ditulis Choirul Anam yang juga dikenal sebagai tokoh NU kultural.

Menurut Achmad Zahro, umat Islam digiring untuk membenci faham Wahabi. 

Sampai ada yang mengatakan bahwa Wahabi itu iblis. “Kalau Wahabi itu iblis, berarti orang-orang yang shalat jamaah di Masjid Haram Mekah itu makmum kepada iblis,” katanya.

Karena, Imam di Masjid Haram itu mengikuti Wahabi yang bermazhab Hambali. Sedang Hambali itu sendiri termasuk Sunni (ahlus sunnah wal jamaah). Hambali termasuk mazhab yang juga diakui oleh Nahdlatul Ulama (NU) di samping Syafi’i, Maliki, dan Hanafi.

Umat Islam sengaja dikaburkan antara Wahabi yang didirikan Muhammad bin Abdul Wahab dengan aliran yang didirikan Abdul Wahab bin Abdurrahman Al Khoriji, pendiri mazhab Khawarij. 

“Yang sesat itu Khawaraij karena suka mengkafirkan Muslim yang lain,” tegas Zahro yang juga dikenal dengan Ketua Ikatan Imam Masjid Indonesia.

Lebih lanjur Zahro mengatakan, HTI digambarkan sebagai kekuatan dahsyat yang hendak mengganti Pancasila dengan sistem khilafah. 

Padahal khilafah versi HTI itu hanya gagasan. HTI itu sangat kecil dan tidak memiliki negara induk. 

Beda misalnya dengan Syiah yang memiliki negara induk yaitu Iran.

Penyebaran isu HTI dan Wahabi secara massif ini, kata Choirul Anam, untuk membutakan umat Islam dari ancaman yang sesungguhnya yaitu neo komunisme. 

Padahal sudah terang benderang neo komunisme sudah di depan mata.

Sejarah mencatat kumunisme selalu mencoba bangkit dari kekalahan dan membalas dendam. Kekalahan di pemberontakan Madiun 1948, lantas bangkit melakukan perlawanan tahun 1965. 

Apalagi komunisme memiliki negara induk yaitu Tiongkok atau Republik Rakyat China (RRC).

Aminuddin Kasdi melihat, sejak reformasi terlihat tanda-tanda PKI mau bangkit. 

Dimulai dengan usaha mengubah sejarah bahwa dalam peristiwa G30S PKI tahun 1965, PKI adalah korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Mereka dikorbankan dalam pertikaian internal TNI AD. Mereka korban kekejaman umat Islam. 

Lantas upaya mereka dilakukan dengan mengubah buku pelajaran sejarah di sekolah.

Penerus PKI mulai berani unjuk diri dengan menyatakan bangga sebagai anak PKI. Mereka melakukan pertemuan-pertemuan konsolidasi. Lantas mereka berjuang agar agar ada rekonsiliasi umat Islam dengan PKI. 

Berarti umat Islam harus mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada PKI. Gilirannya PKI harus boleh hidup kembali.

Mereka terus bergerak sampai sekarang. Panglima TNI waktu itu Gatot Nurmantyo mengetahui tentang ancaman neo PKI maka dia perintahkan menonton film Pengkhinatan G30S PKI agar generasi muda tetap waspada tetap bahaya PKI.

Zahro dan Anam juga mengedepankan, saat ini umat Islam dipenjara dan ditakuti dengan istilah radikalisme. 

Jika ada umat Islam yang bersikap asyyida’u alal kuffar (bersikap keras terhadap orang kafir) dianggap radikal dan tidak toleran. 

Mereka seolah satu aliran dengan ISIS, Al Qaeda. Padahal ISIS, Al Qaeda, HTI itu semuanya proyek untuk memecah belah umat Islam.

“Umat Islam harus waspada sedang hendak dipecah belah, diadu domba. Termasuk NU sekarang sedang dipecah belah. NU dijadikan tumbal oleh politik kekuasaan,” tegas Cak Anam. 

DARI ORGANISASI ISLAM TUA NKRI BERNAMA PERSATUAN ISLAM/PERSIS (1923) MEMBELA 'WAHABI':

Ustadz DR. Tiar Anwar Bachtiar dari PERSIS di tulisan beliau yang berjudul "WAHABI: Antara Stigmatisasi dan Adu Domba Umat Islam", menulis antara lain:

Iran dan Syi'ah pada umumnya cukup cerdik memainkan media. Mereka masuk ke dalam konflik modern di kalangan umat Islam sendiri. 

Konflik yang mereka pilih adalah antara pendukung gerakan Muhammad 'ibn 'Abdul Wahhab (baca: 'Wahhabi' - Red) dengan penentangnya. 

Umumnya penentang gerakan Wahhabi ini adalah kalangan tradisionalis bermazhab Syafi'i yang memiliki pengikut paling banyak di berbagai belahan dunia (di RI biasanya di Nahdlatul Ulama/NU bercampur dengan kaum Sufi-Mistik dan Habaib juga Kejawen serta Syi'ah penyusup yang juga di NU - Red.). Sementara gerakan 'Wahhabi' bukan mainstream. 

Syi'ah masuk ke dalam konflik yang sudah cukup lama ini dengan mengambil posisi berlawanan dengan 'Wahhabi'.

Posisi ini kelihatannya tidak diambil karena kalangan tradisionalis tidak menolak Syi'ah, tetapi lebih pada strategi diplomasi dengan kelompok yang lebih besar. 

Kalangan tradisionalis (Islam Jawa - Red.), sekalipun berkonflik dengan 'Wahhabi', tetapi sebagai Sunni tetap menolak secara mendasar ajaran-ajaran Syi'ah.

Akan tetapi di beberapa tempat, kalangan tradisionalis ini lebih mudah untuk disusupi, walaupun sebenarnya tegas menolak Syi'ah sehingga Syi'ah lebih leluasa untuk masuk kepada kelompok ini. 

Oleh sebab itu, sebagai aksi nyatanya di dalam berbagai media cetak, elektronik, maupun dunia maya Syi'ah secara atraktif menyebut musuh mereka adalah 'Wahabi', 'Salafy', atau 'Takfiri'. 

Ketiga istilah itu kira-kira ditujukan untuk objek yang sama.

Di kesempatan lain beliau berkata: 

“Penyebutan istilah 'Wahhabi' sebenarnya kuranglah tepat. Seharusnya kalau dinisbahkan kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maka semestinya bernama: Muhammadiyah,” ujar Dr. Tiar dalam acara perdana Ngobrol Bareng Sejarah Indonesia (NGOBRAS) di aula AQL Islamic Center, Tebet Jakarta Selatan, pada Sabtu, 19 September 2015.

Ketua Persatuan Pemuda PERSIS ini menjelaskan, mengenai nama 'Wahhabi' ini sengaja dipilih oleh para pembencinya. 

Tujuannya agar dikesankan negatif seperti gerakan Wahhabiyyaah abad keempat di Maroko, yang dinahkodai seorang Khowarij bernama 'Abdul Wahhab bin Rustum.

“Maka dari itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan istilah,” ujar Tiar.

Menanggapi isu panasnya masalah konflik antara 'Wahhabi' dan As'yariyyah (yang biasanya bersama Maturidiyyaah, di NU), Dr. Tiar melanjutkan, setidaknya ada dua hal mendasar yang menyebabkan isu ini memanas kembali.

Pertama, isu ini dipolitisasi sedemikian rupa oleh pihak berkepentingan untuk memecah-belah umat. 

Kedua, buntunya komunikasi umat.

Akibatnya, terjadi kesenjangan luar biasa di antara umat Islam. Apalagi, jika masalah khilafiyah furu`iyyaah (perbedaan pada masalah agama yang cabang bukan pokok. - Red.) dibesar-besarkan, maka akan menjadi semakin runyam.

Di akhir pembicaraan ia meminta agar umat islam bisa menjaga persatuan dan tidak terpengaruh dengan istilah-istilah provokatif. 

Kedua, pentingnya menjalin komunikasi yang baik antar umat Islam.

DARI KAUM ULAMA INDIA TENTANG 'WAHHABI'

Syaikh Mas’ud An-Nadawy dari India berkata:

“Sesungguhnya adalah kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Islam dari Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab, penamaannya dengan 'Wahhabi', tetapi bahkan orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut (menjadi) sebagai agama di luar Islam. 

Lalu Inggris dan Turki (*) serta Mesir (+) bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka, mereka lalu menghubungkannya dengan 'Wahhabi', sekalipun keduanya saling bertentangan.” 

(Muhammad bin Abdul 'Wahhab Mushlih Mazhluum, hal: 165)

(*) Turki di masa Sekuler di bawah rezim Kemal Ataturk.

(+) Mesir saat dijajah Inggris.

DARI KAUM ULAMA 'IRAQ TENTANG 'WAHHABI'

Syaikh Muhammad Syukri Al 'Alusy berkata, setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebarkan oleh musuh-musuh terhadap dakwah Tauhid dan pengikutnya: 

“Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.” 

(al Alusy, Tarikh Nejd, hal: 40). Beliau adalah ulama besar Iraq.

DARI MALIK 'ABDUL AZIZ (RAJA ARAB SAUDI) TENTANG 'WAHHABI'

Begitu pula Raja 'Abdul 'Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji tgl 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”: 

"Mereka menamakan kami sebagai orang-orang 'Wahabi', mereka menamakan madzhab kami 'Wahhabi', dengan anggapan sebagai madzhab khusus.

Ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, dan kami bukanlah pengikut madzhab dan 'aqidah baru. 

Muhammad bin 'Abdul Wahhab tidak membawa sesuatu yang baru, 'aqidah kami adalah 'aqidah kaum Salafush Sholih (kaum Pendahulu Yang Salih), yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan kaum Salafush Sholih. 

Kami memuliakan Imam-imam Yang Empat, kami tidak membeda-bedakan antara Imam-imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah (Madzhab) Fiqh berpegang dengan Madzhab (Fiqh) Hambaly.” 

(al Wajiz fi Sirah Malik ‘Abdul 'Aziz, hal: 216)

DARI BUYA HAMKA KETUA UMUM MUI DAN ULAMA MUHAMMADIYAH SERTA TOKOH BANGSA MEMBELA 'WAHHABI'

Syaikh/Buya Prof. DR. HAMKA (Haji 'Abdul Malik bin ('Abdul) Karim Amrullah), Ketua Umum pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari unsur Organisasi Islam Muhammadiyah, pejuang kemerdekaan RI dan pujangga nasional, menulis dalam buku berjudul "Dari Perbendaharaan Lama":

Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai “Kaum Muda.” Di Jawa datanglah K.H. Ahmad Dahlan dan Syekh Ahmad Soorkati (Syaikh Ahmad Surkati Al Anshori - Red). K.H. Ahmad Dahlan mendirikan “Muhammadiyah.” 

Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum pecah menjadi dua, yaitu Ar Rabithah 'Alawiyyaah (kelompok yang mengklaim dirinya adalah keturunan 'Alawiyyiin/Ali bin Abi Tholib RA - Red.), dan Al-'Irsyad (kaum Masyaikh, Arab yang non-'Alawiyyiin). Bahkan yang mendatangkan Syekh itu ke mari (tadinya) adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk Ar-Rabithah Alawiyyaah.

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif (yang mengaku keturunan Nabi/Ahlul Bait - Red.) di Mekkah, ketiga Kerajaan Mesir. 'Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat “mengafirkan” Wahabi. 

Bahkan ada di kalangan 'Ulama itu yang sampai hati mengarang buku mengatakan bahwa Muhammad bin 'Abdul Wahhab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah Al Kahzab (Sang Pembohong di masa pemerintahan Khulafahur Rosyidiin para Shahabah Nabi, padahal sesungguhnya Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab adalah keturunan dari Bani Tamim - Red.)!

Sekarang 'Wahhabi' dijadikan alat kembali oleh beberapa golongan tertentu untuk menekan semangat kesadaran Islam yang bukan surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan tersiar. 

Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentiment Ummat Islam dengan membangkit-bangkit nama 'Wahhabi'. 

Dan mungkin juga propaganda ini masuk ke dalam hati orang, sehingga gambar-gambar “Figur Nasional,” sebagai Tuanku Imam Bonjol dan K.H. A. Dahlan diturunkan dari dinding (karena dituding, dimaki, sebagai 'Wahhabi' - red.). 

Dan mungkin perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan faham 'Wahabi' seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja.

Kepada orang-orang yang membangkit-bangkit bahwa pemuka-pemuka Islam dari sumatera yang datang memperjuangkan Islam di Tanah Jawa ini adalah penganut atau keturunan kaum Wahabi, kepada mereka orang-orang dari Sumatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih! 

Sebab kepada mereka diberikan kehormatan yang begitu besar!

Sungguh pun demikian, faham 'Wahhabi' bukanlah faham yang dipaksakan oleh Muslimin, baik mereka 'Wahhabi' atau tidak. Dan masih banyak yang tidak menganut faham ini dalam kalangan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia - red.). 

Tetapi pokok perjuangan Islam, yaitu hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti kepada segala macam penjajahan, termasuk Komunis, adalah anutan dari mereka bersama!”

DARI SUKARNO PROKLAMATOR KEMERDEKAAN DAN PRESIDEN INDONESIA YANG JUGA PERNAH BELAJAR KE KH AHMAD DAHLAN DAN HOS COKROAMINOTO SERTA TUAN GURU A. HASSAN DAN LAIN-LAIN ULAMA TENTANG 'WAHHABI'

Surat-surat DR. Ir. Ahmad Sukarno (Presiden RI) kepada Syaikh (Tuan) Ahmad Hasan, Ulama dari Organisasi Islam PERSIS (Persatuan Islam):

Kepada Syaikh A. Hassan pimpinan Persis, Soekarno juga bercerita mengenai ibu mertuanya yang telah meninggal dunia, dan kritik oleh kaum Islam Tradisional dan 'Alawiyyiin yang dialamatkan kepadanya, karena ia dan keluarga TIDAK mengadakan acara peringatan kematian dengan hitungan menurut warisan budaya Hindu Jawa di hari 1, 3, 7, 40, 100, 1000 atau yang kemudian populer di Nusantara - khususnya Jawa - sebagai 'Tahlilan' untuk mendiang ibu mertua beliau.

Dalam surat tertanggal 14 Desember 1935, Soekarno menulis: 

"Kaum kolot di Endeh, di bawah ajaran beberapa orang Hadaramaut (Habaib, Sayyiid, Syarif dll. - Red.) , belum tenteram juga membicarakan halnya tidak bikin ‘selamatan tahlil’ buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. 

Biarlah! 

Mereka tak tahu-menahu, bahwa saya dan saya punya istri, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampunan bagi ibu mertua itu kepada Allah. 

Moga-moga ibu mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan Rahmat-Nya dan Berkat-Nya … "

Di surat lain kepada Syaikh Ahmad Hasan:

Endeh, 12 Juli 1936

Buat menganjal saya punya rumah tangga yang kini kesempitan, saya punya onderstand dikurangi, padahal tadinya sudah sesak sekali buat mempelajari segala saya punya keperluan, maka sekarang saya lagi asyik mengerjakan terjemahan sebuah buku Inggris yang mentarikhkan Ibnu Saud. Bukan main hebatnya ini biografi! 

Bagi saya buku ini bukan saja satu ikhtiar ekonomi, tetapi adalah pula satu pengakuan, satu confenssion. Ia menggambarkan Ibnu Saud dan Wahhabism begitu rupa, mengkobar-kobarkan elemen amal, perbuatan begitu rupa hingga banyak kaum ‘tafakur’ (Sufi - Red.) dan kaum pengeramat Husain c.s (kaum Syi'ah dan Habaib, Sayyid, Syarif - Red.) akan kehilangan akal nanti sama sekali. 

Dengan menjalin ini buku, adalah suatu confenssion bagi saya bahwa, walaupun tidak semua mufakat tentang system Saudisme yang juga masih banyak feudal itu, toch menghormati dan kagum kepada pribadinya itu yang “toring above all moslems of his time; an Immense man, tremendous, vital, dominant. A giant thrown up of the chaos and agrory of the desert, to rule, following the example of this great teacher, Mohammad”. 

Selagi menggoyangkan saya punya pena buat menterjemahkan biografi ini, jiwa saya ikut bergetar karena kagum kepada pribadi orang yang digambarkan. What a man! 

Mudah-mudahan saya mendapat taufik menjelaskan terjemahan ini dengan cara yang bagus dan tak kecewa. Dan mudah-mudahan nanti ini buku, dibaca oleh banyak orang Indonesia, agar bisa mendapat inspirasi daripadanya. 

Sebab, sesungguhnya buku ini penuh dengan inspirasi. Inspirasi bagi kita punya bangsa yang begitu muram dan kelam hati. 

Inspirasi bagi kaum muslimin yang belum mengerti betul-betul artinya perkataan “Sunah Nabi”, yang mengira, bahwa Sunah Nabi SAW itu hanya makan kurma di Bulan Puasa dan cela' mata dan sorban saja!

Wassalam,

Soekarno

MASIH PERCAYA KEBOHONGAN SYI'AH DAN MUSUH ISLAM BAHWA GOLONGAN WAHABI ITU ADA?

Sungguh menyedihkan, sebagian kaum Muslimiin Indonesia larut turut dalam kesalahan bahkan kebodohan, akibat tak belajar benar. 

Mau saja dihasut dengan kesalahan sebut dari kaum Inggris jaman dulu, yang dimanfaatkan Syi'ah, Komunis, Mistikus, musuh-musuh Islaam untuk memecah belah sesama Ahlus Sunnah.

Namun sudah banyak pula yang sadar bahwa SYI'AH SEDANG MENCOBA MENDEKATI MASSA NU YANG BANYAK ITU, melalui rayuan seakan-akan banyak ritual 'khas' NU, adalah SAMA dengan ritual Syi'ah.

Ini ada benarnya, walaupun tidak sepenuhnya. Karena NU juga mengadopsi, membolehkan Sufi. 

Sedangkan Sufi, membesar bersamaan dengan Syi'ah, utamanya di masa kekholifahan Abbasiyyaah! 

Mereka ada saling mempengaruhi, satu sama lainnya.

Tetapi NU generasi pertama (1926), ADALAH BANYAK KESAMAANNYA dengan Muhammadiyah (1912), Al Irsyaad (1914), dan Persatuan Islam/Persis (1923). Tidak seperti mayoritas kaum Nahdliyyiin kini.

Bahkan fatwa dari KH Hasyim Asy'ary tegas MELARANG NAHDLIYYIIN MENDEKATI, MEMPELAJARI, DAN MENGIKUTI SYI'AH.

Satu hal yang ironis kini, karena KH Said 'Aqil Siradj (SAS) Ketum PB NU, adalah dikenal sebagai pendukung Syi'ah dan Liberalisme kini!

Sudah lama dibahas - juga di media ini - mengenai betapa bodohnya dan tidak mungkinnya sebutan, dan ada golongan 'Wahabi'.

Berdasarkan keterangan pakar Tata Bahasa, 'ulama 'Aqidah Ahlus Sunnah, dan Tarikh (Sejarah).

Termasuk dari Buya HAMKA Ketua Umum MUI pertama, dan Habib Ahmad bin Zen Alkaff, dan banyak 'ulama serta pakar sedunia.

Itu adalah kesalahan sebut Inggris terhadap kaum Muslimiin, Ahlus Sunnah Wal Jama'ah di jazirah Arabia Tengah (kini sebagian besarnya menjadi Arab Saudi), dan kesalahkaprahan ini lalu dimanfaatkan Syi'ah, Sufi, Liberalis, Komunis, dkk. untuk mengadu-domba Muslimiin, bahkan dengan berbagai tambahan kebohongan.

Dalam Tata Bahasa Arab, karenanya, TIDAK MUNGKIN disebut 'Wahabi' karena sebutan ini secara gegabah dan salah dinisbatkan kepada (Syaikh) MUHAMMAD bin 'Abdul Wahhab At Tamimi (dari Bani Tamim, Quraisy). 

Beliau guru agama Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dengan mengikuti pemahaman (manhaj) kaum Salafush Sholih/kaum Pendahulu Yang Salih (*), mengajarkan semua sistem Madzhab Fiqh, namun lebih menyenangi Madzhab Hanbali (dan ini wajar dan diperbolehkan dalam Islaam). 

Keterangan: (*) Mereka seluruh 124.000 nabi dan rosul beserta ummah/muridnya masing-masing. 

Khususnya Rosuululloh Muhammad - shollollohu 'alaihi wasallam - dan 3 generasi pertama murid beliau yang dijamin terbaik, yakni generasi Shahabah Nabi, generasi Tabi'iin, dan generasi Tabi'ut Tabi'iin.

Nama beliau sendiri adalah "Muhammad", dan nama ayahnya, karenanya, adalah 'Abdul Wahhab At Tamimi (artinya, dari keluarga Quraisy terhormat Bani Tamim). Maka secara Tata Bahasa, pengikutnya disebut "Muhammadi" atau "Muhammadiyyah". 

Bukan "Wahhabi".

Lebih lagi, dalam standar 'Aqidah Islaamiyyah, TIDAK MUNGKIN mereka disebut 'Wahabi' atau 'Wahhabi', karena nama "Al Wahhab" adalah nama ALLAH. Dan secara 'aqidah, manusia tak dibenarkan memakai nama ALLAH: "Al Wahhab" (kecuali dengan didahului kata "Abdul" atau "hamba dari"). 

Dan karenanya - walau artinya bagus - tidak wajar menyebut Muslimiin sebagai "Wahhabi" (Pengikut ALLAH Al Wahhab).

Dalam tinjauan Tarikh (Sejarah), TAK MUNGKIN pengikut Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab At Tamimi disebut 'Wahabi', karena yang disebut demikian pengikut 'Abdul Wahhab bin Rustum, seorang Khowarij (ekstrimis) di Abad III-IV Hijriyyah. 

Sementara Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab At Tamimi hidup di Abad XII-XIII Hijriyyah, dan seorang guru agama Ahlus Sunnah wal Jama'ah biasa. 

Tapi ada usaha mengesankan keduanya adalah sama. 

Utamanya untuk membangun propaganda kebencian terhadap Ahlus Sunnah, terhadap Madzhab Hambali, terhadap Arabia/Arab Saudi. 

Biasanya dari agen-agen laten atau terbuka dari kalangan Syi'ah, Orientalis, Komunis, dll., dan yang terpengaruh oleh mereka, sadar/tidak.

Dan ingatlah:

Di Nusantara/Indonesia, sejak dulu yang dimaki sebagai Wahabi atau Wahhabi dengan SEENAKNYA adalah:

Imam Bonjol - semua Muslimiin Minangkabau (Sumatra Barat) yang pada dasarnya biasanya bergabung di "Muhammadiyah" (setelah organisasi Islam "Muhammadiyah" berdiri).

Muhammadiyah, organisasi Islam yang TERTUA di Nusantara dan masih ada (berdiri di tahun 1912 dengan akta Notaris resmi di tahun 1914 di Yogyakarta), dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Al 'Irsyaad Al Islamiyyah (1914 dan resmi di 1915 di Surabaya) dan kaum jama'ah keturunan Arab non 'Alawiyyiin/Non Habaib.

Persatuan Islam/Persis (1923 di Bandung)

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia/DDII (1967 di Jakarta)

Hidayatullah (1973)

Wahdah Islamiyah (1988)

HASMI (2005)

PULDAPII (2017)

MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia, beranggotakan Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis, Al Washliyah, Mathla'ul Anwar, dll.). Di masa Orde Lama. Masyumi adalah lawan koalisi/blok NASAKOM (Nasionalisme - Agama - Komunisme dari PNI, NU dan PKI, di bawah pimpinan presiden Sukarno, kader Muhammadiyah sebenarnya, yang saat itu memihak Nasakom).

Buya HAMKA, Ketua Umum MUI pertama, tokoh Muhammadiyah, serta Pujangga/Sastrawan nasional.

Syaikh DR. Muhammad Natsir, Perdana Menteri RI pertama, Pahlawan Nasional RI, dan pendiri DDII.

Syaikh Ahmad Hassan, tokoh Persis dan salah satu guru Bung Karno.

Bung Karno, aktivis Muhammadiyah, anggota Muhammadiyah sampai meninggalnya, dan Proklamator RI, Presiden I RI.

Bung Hatta, aktivis Muhammadiyah dan Proklamator RI, Wakil Presiden I RI.

Ustadz dan Panglima Besar Jenderal Sudirman, warga Muhammadiyah dan gerakan kepanduannya.

Syaikh Haji Agus Salim.

Kaum muslimiin Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berusaha meneladani kaum Salafush Sholih (yakni Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam dan para Sahabat Nabi lalu para Tabi'iin dan lalu para Tabi'ut Tabi'iin) yang DIJAMIN ALLAH sebagai yang terbaik, sebagai Salafiyyuun.

Dll.

Hanya karena mereka tak mau memperingati kematian dan makan-makan di hari hitungan Hindu (hari ke 1, 3, 7, 40, 100, 1000), tetap ziarah kubur namun tak mengkeramatkan kuburan dan beribadah di sana, tak selalu berqunut kecuali ada musibah, tak membaca basmalah dengan jahr saat Al Fatihah dan Surah2 lain, tak merayakan Maulid karena ini kebiasaan Syi'ah, tak Haul, tak berdzikr kencang-kencang juga berjama'ah apalagi memakai musik, tidak suka Mistik, tidak menyanyi Barzanji, biasanya berjanggut, biasanya bercelana cingkrang tak isbal, berhijab syar'i, Anti Syi'ah, Anti Komunis, Anti Penjajahan Kolonialisme, Anti Yahudi Zionis, Pro Palestina, Pro Syari'ah, dll.❗

Dimaki sebagai Wahabi❓

Padahal mungkin saja mereka Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang lebih sejati, in syaa Allah