Skip to main content

Mengenal Aqidah 4 Imam Madzab


Segala puji bagi Allah ﷻ, sholawat dan salam atas Rasulullah ﷺ.

Diantara ulama’ atau imam kaum muslimin yang paling menonjol adalah imam yang empat: 

1⃣. Imam Abu Hanifah (wafat 150H)

2⃣. Imam Malik (179H) 

3⃣. Imam Syafii (204H)

4⃣. Imam Ahmad (241H) 

Semoga Allah ﷻ merahmati mereka semua. Aamiin 

Keempat imam madzhab tersebut tidak ada perbedaan pendapat  dalam masalah ushuluddin (pokok agama).

Perbedaan mereka hanya dalam masalah fiqih, tidak berarti mereka berbeda pendapat dalam masalah aqidah. 

Aqidah imam yang empat adalah seperti yang dituturkan oleh al Qur’an dan Sunnah, sesuai dengan apa yang menjadi pegangan para sahabat dan tabi’in.

Para imam yang empat secara umum sepakat dalam masalah tauhid, masalah asma’ wa sifat, masalah qadar (taqdir) dan lainnya. Pendapat mereka tentang sahabat Rasulullah juga sama, mereka menghormati dan mengikuti para sahabat. Mereka juga sama-sama mencela ilmu kalam dan melarang banyak berdebat dalam ilmu agama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang aqidah Imam Syafi’I rahimahullah. Beliau menjawab, *“Aqidah Imam Syafi’i dan aqidah para ulama salaf seperti Imam Malik, Imam ats-Tsauri, Imam al-Auza’i, Imam Ibnu al-Mubarak, Imam Ahmad bin Hambal, dan Imam Ishaq bin Rahawaih adalah seperti aqidah para imam panutan umat yang lain, seperti Imam al-Fudhail bin ‘Iyadh, Imam Abu Sulaiman ad-Darani, Sahl bin Abdullah at-Tusturi, dan lain-lain. Mereka tidak berbeda pendapat dalam Ushuluddin (masalah aqidah). Begitu pula Imam Abu Hanifah, Aqidah tetap beliau dalam masalah tauhid, qadar, dan sebagainya adalah sama dengan aqidah para imam tersebut di atas*. 

Dan aqidah para imam itu adalah sama dengan aqidah para sahabat dan Tabi’in, yaitu sesuai dengan apa yang dituturkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. ” (Majmu’ al-Fatawa, V/256)

Pendapat imam yang empat (Abu Hanifa, Malik, Syafii, Ahmad) dan imam-imam yang lainnya dalam masalah aqidah secara umum sama. Sebagai contoh dalam masalah asma’ dan sifat-sifat Allah, mereka semua menetapkan sebagaimana Allah dan RasulNya tetapkan. *Mereka tidak melakukan ta’wil (memalingkan makna), ta’thil (menolak), tasybih (menyerupakan dengan makhluq) dan tamtsil (memisalkan).*

Imam Abu Hanifa mengatakan, “Kita menyifati Allah sebagaimana Allah menyifati diri-Nya sendiri. Allah adalah Esa, Dzat yang padanya-Nya para hamba memohon, tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, dan tidak ada satu pun yang menyamai-Nya. Allah juga hidup, berkuasa, melihat, dan mengetahui.” Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka yang menyatakan janji setia kepada Rasul. Tangan Allah tidak seperti tangan makhluk-Nya. Wajah Allah tidak seperti wajah-wajah makhluknya .” ( al Fiqh Al-Absath , hal. 56)

Imam Malik pernah ditanya tentang masalah bagaimana istiwa’ (bersemanyam) Allah. Mendengar pertanyaan itu, Imam Malik marah. Beliau tidak pernah marah seperti itu. Kemudian beliau melihat ke tanah sambil memegang-megang kayu di tangannya, lalu beliau mengangkat kepala beliau dan melempar kayu tersebut, lalu berkata, *“Cara Allah beristiwa’ tidaklah dapat dicerna dengan akal, sedangkan istiwa’ (bersemayam) itu sendiri dapat dimaklumi maknanya. Sedangkan kita wajib mengimaninya, dan menanyakan hal itu adalah bid’ah .”* Kemudian Imam Malik menyuruh orang itu agar dikeluarkan. (Lihat Al-Hilyah, VI/325-326. Ash-Shabuni, ‘Aqidah as-Salaf Ash-hab al-Hadits, hal. 17-18)

Imam Syafii berkata, “Kita menerapkan sifat-sifat Allah sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dan kita meniadakan tasybih (menyamakan Allah dengan makhlukNya), sebagaimana Allah juga meniadakan tasybih itu dalam firman-Nya:

ﻟَﻴْﺲَ ﻛَﻤِﺜْﻠِﻪِ ﺷَﻲْﺀٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟﺒَﺼِﻴﺮُ

*"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”* (QS Syuura: 11) (Lihat Siyar A’lam an Nubala’, XX/341)

Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, *“Kami mengimani bahwa Allah ada di atas ‘Arsy, bagaimana Dia berkehendak dan seperti apa yang Allah kehendaki, tanpa batasan dan sifat yang dipakai oleh seseorang untuk mensifati dan membatasi sifat itu. Sifat-sifat Allah adalah sifat-sifat yang digunakan untuk Allah, yaitu seperti Allah mensifati diri-Nya sendiri, bahwa Dia tidak dapat dilihat oleh mata .”* (Dar’u Ta’arudh al-‘Aql wa an-Naql, II/30)

Imam yang empat adalah orang yang mendalam ilmunya baik masalah fikih, aqidah dan yang lainnya. Mereka adalah orang yang layak dijadikan panutan dalam masalah agama. 

Sungguh aneh jika ada seorang yang fanatik dengan madzhab fikih tertentu, tetapi malah menyelisihi imamnya dalam masalah aqidah. 

Semoga Allah merahmati seluruh imam kaum muslimin dan menjadikan kita orang yang dapat meneladani mereka. Amien.

Artikel ini disarikan dari kitab ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ (Aqidah Imam Empat) karya Syaikh Dr Muhammad al-Khumais, yang juga telah diterjemahkan oleh Dr Ali Mustafa Ya’qub, MA.

Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 13/6/1437H.

      *"Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahal seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya" (HR. Muslim)*

Semoga bermanfaat.

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini 

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.