Adapaun Dampak Fanatik Buta Pada Kyai adalah Sebagai Berikut :
Fanatik memunculkan berbagai dampak negatif yang sangat berbahaya bagi pribadi secara khusus dan masyarakat secara umum. Berikut ini kami paparkan beberapa dampak yang terjadi karena fanatik buta.
[1] Memejamkan mata dari dalil yang kuat dan berpegang dengan dalil yang rapuh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Mayoritas orang-orang fanatik madzhab tidak mendalami Al Qur’an dan As Sunnah kecuali segilintir orang saja. Sandaran mereka hanyalah hadit-hadits yang rapuh atau hikayat-hikayat dari para tokoh ulama yang bisa jadi benar dan bisa jadi bohong.”
[2] Merubah dalil untuk membela pendapatnya
Contohnya adalah atsar tentang qunut shubuh yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi, dan beliau menshohihkannya. Dari Malik Al Asyja’i rodiyallohu ‘anhu berkata, “Saya pernah bertanya kepada ayahku,’Wahai ayahku! Sesungguhnya engkau pernah sholat di belakang Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali di sini -di Kufah-. Apakah mereka melakukan qunut shubuh?’ Jawab beliau,’Wahai anakku, itu merupakan perkara muhdats (perkara baru yang diada-adakan dalam agama -pen)’ “.
Tetapi seorang tokoh bermadzhab Syafi’i di Mesir malah mengganti hadits tersebut dengan lafadz yang artinya, ‘Wahai anakku, ceritakanlah (kata muhdats diganti dengan fahaddits yang berarti ceritakanlah-pen) [!]‘ Dan tokoh ini juga mengatakan, “Sholatnya orang yang meninggalkan qunut shubuh secara sengaja, maka sholatnya batal yaitu tidak sah.”
Sungguh perbuatan tokoh ini dikarenakan sikap fanatik beliau pada madzhabnya yang mengakar kuat pada dirinya.
Tetapi lihatlah perbedaan yang sangat menonjol dengan orang yang mengikuti kebenaran, walaupun madzhabnya sama dengan tokoh fanatik di atas. Beliau -Abul Hasan Al Kurjiy Asy Syafi’i- tidak pernah melakukan qunut shubuh dan beliau pernah berkata,”Tidak ada hadits shohih tentang hal itu (yaitu qunut shubuh,-pen).”
[3] Sering memalsukan hadits
Di antara hadits palsu hasil rekayasa orang-orang yang fanatik madzhab untuk membela madzhabnya, yaitu dari Ahmad bin Abdilllah bin Mi’dan dari Anas secara marfu’ : “Akan datang pada umatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (yakni Imam Syafi’i-pen), dia lebih berbahaya bagi umatku daripada Iblis. Dan akan datang pada umatku seorang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita umatku”.
Hadits ini selain palsu, juga bertentangan dengan nash yang menyatakan bahwa pelita umat ini adalah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 46.
[4] Menfatwakan bahwa taqlid hukumnya wajib
Para fanatisme madzhab atau kelompok akan menyerukan kepada pengikutnya tentang kewajiban taqlid yaitu mengambil pendapat seseorang tanpa mengetahui dalilnya.
Hal ini sebagaimana yang diwajibkan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Salah seorang tokoh organisasi tersebut mengatakan, “Sejak ratusan tahun yang lalu sampai sekarang sebagian besar umat Islam di seluruh dunia yang termasuk dalam golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah membenarkan adanya kewajiban taqlid bagi orang yang tidak memenuhi syarat untuk berijtihad …”
Ini adalah ucapan yang bathil. Tidak pernah ada kewajiban seperti ini dari Alloh, Rosululloh, sampai-sampai imam madzhab sekalipun. Karena pendapat imam madzhab itu kadangkala benar dan kadangkala juga salah. Seringkali para imam madzhab berpegang pada suatu pendapat dan beliau meralat pendapatnya tersebut. Dan para imam itu sendiri melarang untuk taqlid kepadanya, sebagaimana Imam Syafi’i rohimahulloh (imam madzhab yang organisasi ini ikuti) mengatakan,
“Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadits shohih yang menyelisihinya, maka hadits Nabi tersebut lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taqlid kepadaku”.
Janganlah Menolak Kebenaran
Sesungguhnya Allah telah mengutus para rosul untuk segenap manusia. Alloh mengutus para rasul untuk mendakwahi manusia agar mereka beribadah dan menyembah kepada Allah semata. Akan tetapi kebanyakan mereka mendustakan rosul-rosul utusan Alloh itu; mereka tolak kebenaran yang dibawanya, yaitu ketauhidan. Akhirnya mereka pun menemui kebinasaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun sebesar biji sawi.” Kemudian beliau melanjutkan hadits ini dengan berkata, “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, tidak diperbolehkan bagi seorang mukmin menolak kebenaran atau nasehat yang disampaikan kepadanya. Karena jika demikian berarti mereka telah menyerupai orang-orang kafir dan telah menjerumuskan dirinya ke dalam sifat sombong yang bisa menghalanginya masuk surga. Maka, sikap hikmah (yaitu sikap menerima kebenaran dan tidak meremehkan siapapun yang menyampaikannya -pen) menjadi senjata yang ampuh bagi seorang mukmin yang selalu siap digunakan. Maka dari itu, kita wajib menerima kebenaran dari siapapun datangnya, bahkan dari setan sekalipun.
Ya Alloh, tunjukilah -dengan izin-Mu- bagi kami pada kebenaran dalam perkara yang kami perselisihkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menunjuki siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
[Disarikan oleh Abu Isma’il Muhammad Abduh Tuasikal dari Majalah Al Furqon ed.11/Th.II, At Tamhiid li Syarhi Kitaabit Tauhid-Syaikh Sholeh Alu Syaikh, al Firqotun Najiyah-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu]
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Tulisan di masa silam, wisma MTI, Pogung Kidul
Sumber:: https://rumaysho.com/743-fanatik-buta-pada-kyai.html
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.