Showing posts with label Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Show all posts
Showing posts with label Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Show all posts

Friday, September 16, 2022

Mengenal Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


Semoga Video Ini Bermanfaat, Silahkan Share jika dirasa bermanfaat dan semoga mendapatkan pahala jariyahnya.

Masukan dan Saran Serta Kritik Membangun sangat diharapkan ke email : tujuanmucom@gmail.com Simak Juga Artikel Kami Lainnya di Channel Youtube :

Play List Kajian Sunnah di Youtube :

Tag :
syaikh muhammad bin abdul wahab,muhammad bin abdul wahab,mengenal syaikh muhammad bin abdul wahhab,dakwah syaikh muhammad bin abdul wahhab,ciri dakwah syaikh muhammad bin abdul wahhab,sejarah syaikh muhammad bin abdul wahhab,ustadz firanda syaikh muhammad bin abdul wahab,tuduhan kepada syaikh muhammad bin abdul wahab,tuduhan dusta kepada syaikh muhammad bin abdul wahhab,siapakah muhammad bin abdul wahhab,muhammad bin abdul wahhab lahir

Saturday, June 11, 2022

MENGENAL HEMPHER DAN FITNAHNYA TERHADAP SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Oleh :

Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi

Hempher konon adalah seorang mata-mata Inggris yang menulis sebuah diktat yang di dalamnya berisi banyak fitnah terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Tulisan Hempher ini dinukil dalam kitab I’tifarat Jasus Injilizi (Pengakuan Mata-Mata Inggris). Yang kitab tersebut banyak dijadikan sandaran oleh para pembenci dakwah sunnah untuk menjatuhkan pribadi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Diantaranya artikel berjudul Membongkar Kedok Wahabi, Satu Dari Dua Tanduk Setan” yang diterbitkan di sebuah majalah di Indonesia. 

Namun siapakah sebenarnya Hempher dan bagaimana kredibilitas tulisannya? Kita simak uraian dari Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi berikut ini: 

Siapakah Hempher?

Menurut Syaikh Husain Malik: “Hempher ini tidak dikenal dalam buku-buku sejarah Inggris. Coba, terdapat di kitab apakah biografinya secara rinci, mulai dari nama, kedudukan, dan pekerjaannya?!”. Beliau juga berkata; “Nama Hempher hanyalah sosok yang dibuat-buat belaka”[1. Majalah Al Ashalah edisi 31 tahun 6]. 

Saudara kami Al Ustadz Abu Salma hafizahullah juga berkata: “Hempher ini orang yang tidak dikenal di dalam sejarah. Tidak disebutkan hal ihwalnya sama sekali di buku-buku sejarah Utsmaniyyah yang mu’tabar (terpercaya) seperti Raudhatul Afkar karya Ibnu Ghanam, Unwan Majd fi Tarikh Nejed karya Utsman An Najdi, Aja’ib Atsar karya Al Jabarati, Al Badhru Thali karya Asy Syaukani, Tarikh Nejed karya Mahmud Al Alusi, Hadhir Al Alam Islami karya Sakib Arselan, dan lainnya dari sejarawan Muslim. Bahkan Hempher juga tidak pernah disebut namanya di buku sejarah yang ditulis orientalis sekalipun seperti ‘Travels Through Arabs‘, ‘Notes The Bedouins and The Wahabys‘ tulisan Burk Hert, A Brief Story of Wahhabys‘ tulisan Gifford Palgrave, Imams and Sayed of Oman‘ tulisan Percy Beder, ‘Travels in Arab Desert‘ tulisan Doughty, ‘Notes on Mohammadanism The Wahhaby‘ tulisan T.P. Huges dan lain-lain”[2. Majalah Adz Dzakirah Al Islamiyyah edisi 17 tahun IV Dzulqa’dah, 1426H]. 

Maka dengan senang hati kami memohon kepada para penukil diktat Hempher tersebut untuk menyebutkan kitab sejarah tentang Hempher!! 

"فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ"

tanyalah kepada mereka bila mereka dapat berbicara…” (QS. Al Anbiya[21] : 63). 

Anehnya, penulis artikel sendiri mengaku bahwa Hempher adalah “seorang orientalis Inggris yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah” (hal. 9). Jadi (andai Hempher itu nyata), dia adalah termasuk orientalis yang dengki terhadap Islam dan mempunyai andil besar dalam mencela dakwah yang mubarakah ini. Kalau memang demikian keadaannya, lantas mengapa orang seperti dia dijadikan sandaran dan dibenarkan ucapannya?! Wallahul musta’an. 

Diktat Hempher Sarat Kedustaan

Syaikh Masyhur bin Hasan Salman hafizhahullah berkata: “Termasuk tulisan yang paling jelek, keji, rusak, dan kotor tentang dakwah salafiyyah mubarakah adalah apa yang digoreskan oleh kedua tangan Hempher dalam pengakuannya, yang sarat kekejian, kurang adab, kedustaan, kebohongan, kemungkaran, tuduhan dan kebatilan. Kita bersihkan pena kita dari menulisnya dan mengusik para pembaca budiman dengan melihatnya”[3. Kutub Hadzdzara minha Ulama, 1/282-283]. 

Tulisan Hempher ini telah dibantah secara tuntas oleh Syaikh Malik bin Husain dalam majalah Al Ashalah edisi 31, 32, 33. Sepertinya saya merasa terdesak untuk menukilkan sebagian tulisannya tersebut -walau terasa agak panjang- karena begitu pentingnya[4. Dan catatan kaki yang diakhiri dengan nama saya {Yusuf} berarti itulah tambahan dari saya. Selainnya adalah ucapan Syaikh Malik bin Husain]. Syaikh Malik bin Husain mengatakan:"

Untuk membaca selengkapnya klik link dibawah ini https://muslim.or.id/27219-mengenal-hempher-dan-fitnahnya-terhadap-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahab.html

Ta'awun dakwah:

https://t.me/DaunMint

Thursday, November 18, 2021

Pengaruh Keshalihan Orang Tua Pada Anak-Cucu

dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK 

Selama ini kita percaya bahwa bentuk fisik dan beberapa sifat akan diturunkan kepada anak dan cucu. Karena ada pepatah

Buah itu jatuh tidak jauh dari pohonnya

Sehingga manusia selektif memilih pasangannya agar menghasilkan keturunan anak-cucu yang berkualitas baik fisik dan sifatnya. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa keshalihan juga bisa diturunkan. Artinya karena keshalihan bapak-ibu atau kakek-nenek, Allah menjaga anak keturunan mereka dan menjadikan anak dan cucu mereka kelak juga menjadi orang yang shalih.

Bisa kita lihat gambaran contohnya dalam Al-Quran. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya” (QS. Al Kahfi: 82)

Al-Qurthubi rahimahullahu menafsirkan,

ففيه ما يدل على أن الله تعالى يحفظ الصالح في نفسه وفي ولده وإن بعدوا عنه. وقد روي أن الله تعالى يحفظ الصالح في سبعة من ذريته

“Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala menjaga keshalihan seseorang dan menjaga keshalihan anak keturunannya meskipun jauh darinya [beberapa generasi setelahnya –pent]. Diriwayatkan [dalam kisah pada ayat] bahwa Allah menjaga keshalihan pada generasi ketujuh dari keturunannya.”1

Bahkan ada beberapa ulama yang menjelaskan bahwa tidak mesti keshalihan orang tua atau kakek-nenek. Akan tetapi keshalihan kakek buyutnya beberapa generasi sebelumnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” [Ath Thuur: 21]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy menafsirkan,

ذريتهم الذين اتبعوهم بإيمان أي: الذين لحقوهم بالإيمان الصادر من آبائهم، فصارت الذرية تبعا لهم بالإيمان، ومن باب أولى إذا تبعتهم ذريتهم بإيمانهم الصادر منهم أنفسهم، فهؤلاء المذكورون، يلحقهم الله بمنازل آبائهم في الجنة وإن لم يبلغوها، جزاء لآبائهم، وزيادة في ثوابهم، ومع ذلك، لا ينقص الله الآباء من أعمالهم شيئا

“keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan maksudnya adalah mereka mengikuti keimanan yang muncul dari orang tua/kakek-buyut mereka. maka keturunan mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Maka lebih utama lagi jika keimanan muncul dari diri anak-keturunan itu sendiri. Mereka yang disebut ini, maka Allah akan mengikutsertakan mereka dalam kedudukan orang tua/kakek-buyut mereka di surga walaupun mereka sebenarnya tidak mencapainya [kedudukan anak lebih rendah dari orang tua –pent], sebagai balasan bagi orang tua mereka dan tambahan bagi pahala mereka. akan tetapi dengan hal ini, Allah tidak mengurangi pahala orang tua mereka sedikitpun.”2

Karenanya perhatikan dan pilihlah pasangan yang shalih, ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Demikian semoga bermanfaat.

Referensi :

1) Al-Jami’ liahkamil Quran 39/11, Darul Kutubil Mishriyah, Koiro, cet. Ke-2, 1384 H, Syamilah

2) Taisir Karimir rahmah hal 780, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet.I, 1424 H

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

https://muslim.or.id/23314-pengaruh-keshalihan-orang-tua-pada-anak-cucu.html

Dampak Fanatik Buta Pada Kyai

Adapaun Dampak Fanatik Buta Pada Kyai adalah Sebagai Berikut :

Fanatik memunculkan berbagai dampak negatif yang sangat berbahaya bagi pribadi secara khusus dan masyarakat secara umum. Berikut ini kami paparkan beberapa dampak yang terjadi karena fanatik buta.

[1] Memejamkan mata dari dalil yang kuat dan berpegang dengan dalil yang rapuh

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Mayoritas orang-orang fanatik madzhab tidak mendalami Al Qur’an dan As Sunnah kecuali segilintir orang saja. Sandaran mereka hanyalah hadit-hadits yang rapuh atau hikayat-hikayat dari para tokoh ulama yang bisa jadi benar dan bisa jadi bohong.”

[2] Merubah dalil untuk membela pendapatnya

Contohnya adalah atsar tentang qunut shubuh yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi, dan beliau menshohihkannya. Dari Malik Al Asyja’i rodiyallohu ‘anhu berkata, “Saya pernah bertanya kepada ayahku,’Wahai ayahku! Sesungguhnya engkau pernah sholat di belakang Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali di sini -di Kufah-. Apakah mereka melakukan qunut shubuh?’ Jawab beliau,’Wahai anakku, itu merupakan perkara muhdats (perkara baru yang diada-adakan dalam agama -pen)’ “.

Tetapi seorang tokoh bermadzhab Syafi’i di Mesir malah mengganti hadits tersebut dengan lafadz yang artinya, ‘Wahai anakku, ceritakanlah (kata muhdats diganti dengan fahaddits yang berarti ceritakanlah-pen) [!]‘ Dan tokoh ini juga mengatakan, “Sholatnya orang yang meninggalkan qunut shubuh secara sengaja, maka sholatnya batal yaitu tidak sah.”

Sungguh perbuatan tokoh ini dikarenakan sikap fanatik beliau pada madzhabnya yang mengakar kuat pada dirinya.

Tetapi lihatlah perbedaan yang sangat menonjol dengan orang yang mengikuti kebenaran, walaupun madzhabnya sama dengan tokoh fanatik di atas. Beliau -Abul Hasan Al Kurjiy Asy Syafi’i- tidak pernah melakukan qunut shubuh dan beliau pernah berkata,”Tidak ada hadits shohih tentang hal itu (yaitu qunut shubuh,-pen).”

[3] Sering memalsukan hadits

Di antara hadits palsu hasil rekayasa orang-orang yang fanatik madzhab untuk membela madzhabnya, yaitu dari Ahmad bin Abdilllah bin Mi’dan dari Anas secara marfu’ : “Akan datang pada umatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (yakni Imam Syafi’i-pen), dia lebih berbahaya bagi umatku daripada Iblis. Dan akan datang pada umatku seorang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita umatku”.

Hadits ini selain palsu, juga bertentangan dengan nash yang menyatakan bahwa pelita umat ini adalah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 46.

[4] Menfatwakan bahwa taqlid hukumnya wajib

Para fanatisme madzhab atau kelompok akan menyerukan kepada pengikutnya tentang kewajiban taqlid yaitu mengambil pendapat seseorang tanpa mengetahui dalilnya.

Hal ini sebagaimana yang diwajibkan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Salah seorang tokoh organisasi tersebut mengatakan, “Sejak ratusan tahun yang lalu sampai sekarang sebagian besar umat Islam di seluruh dunia yang termasuk dalam golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah membenarkan adanya kewajiban taqlid bagi orang yang tidak memenuhi syarat untuk berijtihad …”

Ini adalah ucapan yang bathil. Tidak pernah ada kewajiban seperti ini dari Alloh, Rosululloh, sampai-sampai imam madzhab sekalipun. Karena pendapat imam madzhab itu kadangkala benar dan kadangkala juga salah. Seringkali para imam madzhab berpegang pada suatu pendapat dan beliau meralat pendapatnya tersebut. Dan para imam itu sendiri melarang untuk taqlid kepadanya, sebagaimana Imam Syafi’i rohimahulloh (imam madzhab yang organisasi ini ikuti) mengatakan,

“Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadits shohih yang menyelisihinya, maka hadits Nabi tersebut lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taqlid kepadaku”.

Janganlah Menolak Kebenaran

Sesungguhnya Allah telah mengutus para rosul untuk segenap manusia. Alloh mengutus para rasul untuk mendakwahi manusia agar mereka beribadah dan menyembah kepada Allah semata. Akan tetapi kebanyakan mereka mendustakan rosul-rosul utusan Alloh itu; mereka tolak kebenaran yang dibawanya, yaitu ketauhidan. Akhirnya mereka pun menemui kebinasaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun sebesar biji sawi.” Kemudian beliau melanjutkan hadits ini dengan berkata, “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, tidak diperbolehkan bagi seorang mukmin menolak kebenaran atau nasehat yang disampaikan kepadanya. Karena jika demikian berarti mereka telah menyerupai orang-orang kafir dan telah menjerumuskan dirinya ke dalam sifat sombong yang bisa menghalanginya masuk surga. Maka, sikap hikmah (yaitu sikap menerima kebenaran dan tidak meremehkan siapapun yang menyampaikannya -pen) menjadi senjata yang ampuh bagi seorang mukmin yang selalu siap digunakan. Maka dari itu, kita wajib menerima kebenaran dari siapapun datangnya, bahkan dari setan sekalipun.

Ya Alloh, tunjukilah -dengan izin-Mu- bagi kami pada kebenaran dalam perkara yang kami perselisihkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menunjuki siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.

[Disarikan oleh Abu Isma’il Muhammad Abduh Tuasikal dari Majalah Al Furqon ed.11/Th.II, At Tamhiid li Syarhi Kitaabit Tauhid-Syaikh Sholeh Alu Syaikh, al Firqotun Najiyah-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu]

 Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Tulisan di masa silam, wisma MTI, Pogung Kidul

Sumber:: https://rumaysho.com/743-fanatik-buta-pada-kyai.html

Tuesday, November 16, 2021

Fiqih Asmaul Husna


Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

https://griyakajiansunnah.blogspot.com

www.kajian.net


Kiat-Kiat Melembutkan Hati

Berikut ini adalah kiat-kiat melembutkan hati :

1. Perbanyak Baca Al-Quran dengan Mentadabburinya. Di antara sebab lembutnya hati adalah dengan membaca Al Qur’an. Karna Al Qur’an adalah kalamullah.

2. Perbanyak Dzikir Mengingat Allah. Sebagaimana Allah firmankan dalam surah Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya, “Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang.”

3. Berteman Dengan kawan yang Baik Agamanya. Tujuan untuk saling mengingatkan, menasihati dalam ketaatan. Sehingga ketika kondisi iman melemah ada yang mengingatkan.

4. Menyayangi Anak Kecil Terutama anak kecil yang yatim. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. *"Sayanginlah semua yang ada di bumi, niscaya Dzat yang ada dilangi akan menyayangi kalian"

(HR. Tirmidzi no. 1924 dan Abu Dawud no 4941).

5. Berdoa kepada Allah. Perbanyak berdoa kepada allah agar dimudahkan dalam ketaantan dan diberikan kelembutan hati. Doa yang diajakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).”

(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Wallohu'alam.


Demi Allah Kita Semua Akan Melewati Event Terbesar ini

 


Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

https://griyakajiansunnah.blogspot.com


BENARKAH IA SAYANG PADAMU ?

 Seseorang berkata: 

“Aku bertanya kepada seorang bijak, Bagaimanakah aku mengetahui siapa yang mencintai dan sayang kepadaku?”

Ia berkata Yaitu :

▶️orang yang ikut memikul kesedihanmu…, 

▶️selalu bertanya tentangmu…, 

▶️tidak bosan denganmu…, 

▶️memaafkan kesalahan-kesalahanmu…, 

▶️menasehatimu jika bersalah…, 

▶️selalu mengingatmu dan menyertakanmu dalam doanya

Ustadz DR Firanda Andirja, MA حفظه الله تعالى

Monday, November 15, 2021

KESIBUKAN PENGHUNI SURGA - Ustadz Firanda Andirja

Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

https://griyakajiansunnah.blogspot.com


Mengapa Allah Memberi Kita Penyakit - Ustadz Khalid Basalamah


Di video ini ust.khalid basalamah menjelaskan mengapa Allah Memberi Kita Penyakit.

Mudah-mudahan video ini bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

Ulama Salaf Benteng Kokoh Penjaga Sunnah

Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA

https://t.me/almanhaj

https://almanhaj.or.id/

https://bit.ly/SunnahTube

Setiap orang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan kebenaran Islam wajib meyakini bahwa Allâh Azza wa Jalla akan selalu menjaga kemurnian dan kebenaran agama Islam sampai hari kiamat. 

Penjagaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala terhadap kemurnian agama Islam ini adalah dengan menjaga sumber hukum syariat Islam, yaitu al-Qur’ân dan hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Sehingga tidak ada alasan apapun bagi semua manusia, sejak diutusnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di akhir jaman, untuk berpaling dari kebenaran Islam, ketika Allâh Azza wa Jalla meminta pertanggungjawaban mereka pada hari kiamat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا 

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allâh sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana [an-Nisâ’/4:165].

Penjagaan terhadap kemurnian agama Islam ini ditegaskan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya [al-Hijr/15:9]

Penjagaan terhadap al-Qur’ân dalam ayat ini mencakup penjagaan terhadap hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allâh Azza wa Jalla menjaga kemurnian al-Qur’ân pada lafazh (teks) dan kandungan maknanya[1] , sedangkan kandungan makna al-Qur’ân yang benar dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia (kandungan makna al-Qur’ân) yang telah diturunkan kepada mereka, supaya mereka memikirkan [an-Nahl/16:44].

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan, “Sunnah (hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah penjabar dan penjelas makna al-Qur’ân”[2] 

Imam Muhammad bin Ibrahim al-Wazir, ketika menjelaskan makna ayat di atas, beliau rahimahullah berkata: “Firman Allâh Azza wa Jalla ini mengandung konsekwensi bahwa syariat (yang dibawa oleh) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan selalu terjaga dan sunnah (hadits-hadits) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan senantiasa terpelihara”[3] 

Oleh karena itu, beberapa Ulama ahli tahqiq (yang terkenal dengan ketelitian dalam berpendapat) bahwa makna adz-Dzikr dalam ayat di atas bukan hanya al-Qur’ân saja, tapi juga mencakup hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , karena keduanya adalah adz-Dzikr (peringatan) yang diturunkan Allâh Azza wa Jalla kepada manusia[4] .

Imam Abu Muhammad ‘Ali bin Hazm rahimahullah mengatakan, “…Maka benarlah bahwa semua hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang agama adalah wahyu dari Allâh Azza wa Jalla , tidak ada keraguan dalam masalah ini. Dan tidak ada perbedaan pendapat di antara para ahli bahasa (Arab) dan ahli syariat Islam (Ulama) bahwa semua wahyu yang diturunkan dari sisi Allâh Azza wa Jalla adalah adz-Dzikr (peringatan) yang diturunkan (oleh Allâh Azza wa Jalla). Maka wahyu seluruhnya terjaga (kemurniannya) secara pasti dengan penjagaan Allâh Azza wa Jalla, dan semua hal yang dijamin penjagaannya oleh Allâh Azza wa Jalla ditanggung tidak akan hilang (rusak) sedikitpun dan tidak akan berubah selamanya dengan perubahan yang tidak dijelaskan kebatilan (kesalahannya) … Maka mestilah agama yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (akan senantiasa) terjaga (kemurniannya) dengan penjagaan langsung dari Allâh Azza wa Jalla …”[5] .

PARA ULAMA AHLI HADITS PENJAGA SUNNAH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

Di antara sebab utama yang Allâh Azza wa Jalla jadikan untuk penjagaan kemurnian agama-Nya adalah dengan menghadirkan para Ulama Ahli hadits di setiap generasi sejak jaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hari kiamat. 

Mereka inilah yang dimaksud dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ يَنْفُونَ عَنْهُ تَأْوِيلَ الْجَاهِلِينَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ وَتَحْرِيفَ الْغَالِينَ

Ilmu agama ini akan dibawa pada setiap generasi oleh orang-orang yang adil (terpercaya) dari mereka, (dan) mereka akan menghilangkan/membersihkan ilmu agama dari (upaya) at-tahrîf (menyelewengkan kebenaran/merubah kebenaran dengan kebatilan) dari orang-orang yang melampaui batas, kedustaan dari orang-orang yang ingin merusak (syariat Islam) dan pentakwilan dari orang-orang yang bodoh”[6] 

Imam Ibnul Qayiim rahimahullah berkata, “(Dalam hadits ini) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ilmu agama yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa (dari wahyu Allâh Azza wa Jalla) akan dibawa oleh orang-orang yang terpercaya dari umat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari setiap generasi, supaya ilmu agama ini tidak pudar dan tidak hilang. Ini mengandung rekomendasi dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi para Ulama yang membawa ilmu yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawakan (ilmu sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”[7] 

Para Ulama Ahli hadits menghabiskan waktu, tenaga dan hidup mereka untuk mempelajari, menghafal dan meneliti hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka menjaga kemurnian dan keotentikannya.

Oleh karena itu, imam besar penghafal hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Atbâ'ut tâbi'în yang terkenal, Abdullah bin al-Mubârak, ketika beliau rahimahullah ditanya tentang banyaknya hadits-hadits palsu yang tersebar di tengah kaum Muslimin, beliau rahimahullah menjawab, "Para Ulama yang menekuni hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam (mencurahkan) hidup mereka untuk (meneliti dan menjelaskan) hadits-hadits tersebut." Kemudian beliau rahimahullah membaca firman Allâh Azza wa Jalla :

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya [al-Hijr/15:9][8] 

Mereka pantas untuk disebut sebagai makhluk yang khusus diciptakan Allâh Azza wa Jalla untuk menjaga kemurnian al-Qur’ân dan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sebagaimana ucapan imam Ahmad bin Hambal rahimahullah ketika memuji imam Yahya bin Ma’in rahimahullah, “Di sini ada seorang laki-laki (Yahya bin Ma’in) yang Allâh Azza wa Jalla ciptakan (khusus) untuk urusan ini (mempelajari dan meneliti hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan beliau rahimahullah menyingkap kedustaan orang-orang yang berdusta (dalam hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”[9] 

Merekalah yang selalu membela kebenaran agama Islam dan menjaga kemurniaannya sampai di akhir jaman, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

لا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهِيَ كَذَلِكَ

Senantiasa ada segolongan dari umatku yang (membela dan) memenangkan kebenaran, tidak akan merugikan mereka orang yang meninggalkan mereka, sampai datangnya ketentuan Allâh dalam keadaan mereka (tetap) seperti itu[10] 

Para Ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘golongan yang selalu ditolong oleh Allâh dalam membela kebenaran’ (ath-thâifah al-manshûrah) dalam sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini adalah para Ulama ahli hadits, sebagaimana ucapan imam Abdullah bin al-Mubârak, imam Ahmad bin Hambal, imam ‘Ali bin al-Madini dan imam al-Bukhari, bahkan imam Ahmad bin Hambal berkata, “Kalau bukan yang dimaksud dengan ath-thâifah al-manshûrah ini adalah ahli hadits maka aku tidak tahu siapa mereka”[11] 

Imam al-Khatîb al-Baghdadi, ketika mengomentari hadits ini, beliau rahimahullah berkata, “Sungguh Rabb semesta alam (Allâh Azza wa Jalla ) telah menjadikan ath-thâifah al-manshûrah (para Ulama ahli hadits) sebagai penjaga agama Islam dan Allâh Azza wa Jalla melindungi mereka dari tipu daya para penentang (kebenaran), karena (kuatnya) mereka (dalam) berpegang teguh dengan syariat Allâh yang kokoh dan (dalam) mengikuti jejak para shahabat Radhiyallahu anhum dan tabi’in.

Kesibukan mereka adalah menghafal hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mengarungi padang pasir dan tanah tandus, serta menempuh (perjalanan) darat dan laut dalam rangka mencari atau mengumpulkan sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka tidak akan berpaling dari petunjuk Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemikiran dan hawa nafsu manusia.

Mereka menerima (sepenuhnya) syariat (yang dibawa oleh) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik ucapan maupun perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka menjaga (kemurnian) sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menghafal dan menyebarkannya (kepada umat), sehingga mereka menjadikan kuat landasan sunnah (di tengah masyarakat), dan merekalah ahli sunnah dan yang paling memahaminya.

Berapa banyak orang yang (berpemahaman) menyimpang (dari Islam) ingin mencampuradukkan syariat Islam dengan kebatilan, tapi Allâh Subhanahu wa Ta’ala membela dan menjaga syariat-Nya dengan para Ulama ahli hadits.

Maka merekalah para penjaga tiang-tiang penopang syariat Islam, penegak perintah dan hukum-hukumnya. Ketika manusia berpaling dari membela syariat Islam, maka mereka selalu tampil membela dan mempertahankannya.

أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 

Mereka itulah golongan Allâh . Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allâh itulah orang-orang yang yang beruntung [al-Mujâdilah/58:22][12] 

Demikianlah peran Ulama ahli hadits dalam menjaga hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syariat Islam.

Wabillahitaufiq

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Footnote

[1]. Lihat kitab Taisîrul Karîmir Rahmân (hlm. 429).

[2]. Kitab Ushûlus Sunnah (hlm. 2).

[3]. Kitab ar-Raudhul Bâsim (hlm. 33).

[4]. Lihat kitab al-Hadîtsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqâ‘idi wal Ahkâm (hlm. 22).

[5]. Kitab al-Ihkâm fi Ushûlil Ahkâm (1/114).

[6]. HR al-Baihaqi dalam a as-Sunanul Kubra” (10/209), ath-Thabrani dalam Musnadusy Syâmiyyiin (1/344) dan imam-imam lainnya, dinyatakan shahih oleh imam Ahmad (lihat kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah 1/164), dikuatkan oleh imam Ibnul Qayyim (kitab Tharîqul Hijratain hal. 522) dan dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani dalam Misykâtul Mashâbîh (no. 248).

[7]. Kitab Miftâhu Dâris Sa’âdah (1/163).

[8]. Dinukil oleh imam Ibnul Jauzi dalam kitab al-Maudhû'ât (1/46) dan as-Suyuuthi dalam kitab Tadrîbur Râwi (1/282).

[9]. Dinukil oleh imam al-Mizzi dalam kitab beliau Tahdzîbul Kamâl (31/556).

[10]. HSR Muslim (no. 1920).

[11]. Semuanya dinukil oleh syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahîhah (1/478).

[12]. kitab Syarfu Ashhabil Hadits (hlm.31)

Sumber:

https://almanhaj.or.id/3828-ulama-salaf-benteng-kokoh-penjaga-sunnah.html

Seorang Muslim Ketika Diuji dengan Kemiskinan


Menyadari berbagai hikmah dan maslahat di balik kemiskinan. Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan,

“Dan hendaklah si miskin menyadari bahwa Allah Al Hakiim Yang Maha Bijaksana dengan segala hikmahNya, dan dalam kondisi miskinnya itu pasti terdapat berbagai macam kemaslahatan. Apabila ia melihat hal ini maka niscaya hilanglah kesedihan dari hatinya”.

Syaikh Abdurrazzaq ibn Abdil Muhsin Al Badr hafizhahullah menjelaskan, “Terkadang dalam kondisi kemiskinan itu lebih baik dan lebih bermanfaat buat si miskin dalam hubungannya kepada Rabbnya. Apabila ia diberi harta yang banyak maka ia akan terfitnah, dan tidak ada yang dapat memperbaikinya kecuali kemiskinan. Maka miskinnya lebih baik baginya daripada kayanya. Itulah diantara rahasia firman Allah Ta’ala,

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216)

Selengkapnya: https://muslim.or.id/28722-bimbingan-islam-untuk-si-kaya-dan-si-miskin-3.html

Taubat dari Mengurangi Timbangan Ketika Berdagang

https://t.me/menebar_cahayasunnah

Pertanyaan:

Assalamualaikum, Ustadz, Bagaimana cara menebus dosa mengurangi timbangan ketika berdagang ? terima kasih.

Jawaban:

Wa’alaikumussalam, Bismillah walhamdulillah, Wassholatu wassalamu ‘ala Rasulullah,

Saudara-saudari yang kami hormati, telah kita ketahui bersama bahwa Allah ﷻ mewajibkan kita agar jujur dalam melakukan transaksi jual beli, diantara perintah Allah ﷻ adalah untuk jujur dalam menakar dan menimbang barang dagangan, sebagimana firman Allah ﷻ:

 وأوفوا الكيل والميزان بالقسط

“…Dan Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…” (QS. Al-An’am: 152)

Dan telah kita ketahui juga bahwa mengurangi takaran atau timbangan dalam transaksi jual beli merupakan perbuatan dosa yang dimurkai oleh Allah ﷻ , sebagaimana firman Allah ﷻ:

ويل للمطففين, الذين إذا اكتالوا على الناس يستوفون, وإذا كالوهم أو وزنوهم يخسرون

“Celakalah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) Orang orang-yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain) mereka menguranginya” (QS. Al-Muthaffifin: 1-3).

Jika seandainya kita pernah melakukannya, maka seharusnya kita bertaubat dari perbuatan tersebut, pertama dengan mengakui bahwa hal tersebut merupakan perbuatan dosa, Ibnul Qoyyim rahimahullah pernah mengatakan:

لا تصح التوبة إلا بعد معرفة الذنب, والاعتراف به, وطلب التخلص من سوء عواقبه أولا وآخرا.

“Tidaklah sah taubat kecuali dengan mengetahui bahwa perbuatan itu merupakan dosa, mengakui bahwa kita telah melakukannya, dan berusaha melepaskan diri dari akibat buruk dari dosa tersebut baik di dunia maupun di akhirat” (Madarijus Salikin: 1/235).

Kemudian, tentunya kita perlu mengetahui bagimana caranya agar taubat kita diterima oleh Allah ﷻ yaitu dengan memenuhi syarat-syaratnya, sebagimana Syaikh Utsaimin rahimahullah menyebutkan:

الإخلاص لله, الندم على ما فعل من المعصية, أن يقلع عن الذنب الذي هو فيه, العزم أن لا يعود في المستقبل, أن تكون في زمن تقبل فيه التوبة (… قبل حلول الأجل وقبل طلوع الشمس من مغربها…)

“(Syarat-syarat Taubat) adalah:

Ikhlas kepada Allah.

Penyesalan atas maksiat yang pernah ia lakukan.

Meningglkan dosa tersebut.

Bertekad agar tidak kembali lagi berbuat dosa di waktu yang akan datang

Taubat dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu: Sebelum datangnya Ajal dan Sebelum Matahri terbit dari barat. (Lihat: Syarah Riyadhus Shalihin: 1/45-47).

Kemudian beliau rahimahullah menambahkan:

إذا كانت المعصية بالغش والكذب على الناس وخيانة الأمانة, فالواجب أن يقلع عن ذلك, وإن كان اكتسب مالا من هذا الطريق المحرم فالواجب عليه أن يرده إلى صاحبه أو يستحله منه

“Apabila dosa/maksiat tersebut berupa kecurangan atau kebohongan kepada manusia, dan pengkhianatan atas sebuah amanah, maka yang wajib ia lakukan adalah meniggalkan dosa tersebut, dan apabila menghasilkan harta dari jalan yang haram seperti ini, maka diwajibkan kepadanya agar mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya, atau meminta dihalalkan kepada pemiliknya tersebut”

Beliau pun melanjutkan:

فإن كان مالا فلا بد أن تؤديه إلى صاحبه ولا تقبل التوبة إلا بأدائه, مثل أن تكون سرقت مالا من شخص وتبت من هذا فلا بد أن توصل المسروق إلى النسروق منه….. فإن لم تعرف أو غاب عنك هذا الرجل ولم تعرف له مكانا فتصدق به عنه تخلصا منه والله سبحانه وتعالى يعلمه ويعطيه إياه

“Maka apabila dosa berkaitan dengan harta/uang, maka hendaknya ia kembalikan kepada pemiliknya, dan taubat tidak akan diterima kecuali dengan mengembalikannya, misalnya: Anda mencuri harta dari seseorang dan Anda telah bertaubat dari perbuatan itu, maka wajib bagi Anda untuk mengembalikan harta curian tersebut kepada orang yang telah Anda curi hartanya,…. Dan Apabila Anda tidak mengetahui pemiliknya atau pemiliknya sudah tidak berada di tempat semula dan tidak diketahui posisinya, maka bersedekahlah dengan harta tersebut atas nama pemiliknya sebagai bentuk berlepas diri dari perbuatan dosa ini, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahuinya dan menyampaikan sedekah tersebut kepada pemilik harta” (Syarah Riyadhus Shalihin: 1/45-46).

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah juga pernah ditanya tentang orang yang melakukan kecurangan ketika jual-beli, maka beliaupun menjawab:

فعليه التوبة إلى الله, وعليه رد الزيادة إلى صاحبها إن كان يعرفه وإن كان ما يعرفه يتصدق بالزيادة التي أخذها بغير حق.

“Maka ia wajib bertaubat kepada Allah, dan wajib mengembalikan kelebihan uang yang ia dapatkan dengan cara tersebut kepada pemiliknya apabila ia mengetahui pemiliknya, dan apabila ia tidak mengetahuinya hendaklah ia bersedekah dengan kelebihan uang yang telah ia peroleh dengan cara yang tidak benar” (binbaz.org.sa).

Maka, dengan demikian insya Allah taubatnya diterima oleh Allah ﷻ, namun jika kita tidak lagi mengingat berapa jumlah uang yang pernah dicurangi, maka tentunya berusahalah untuk memperkirakannya, kemudian perbanyaklah melakukan amal shaleh seperti sedekah dan sebagainya, Allah ﷻ berfirman:

(…إن الحسنات يذهبن السيئات….)

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan.”(QS. Hud: 114).

Dan Rasulullah ﷺ bersabda:

وأتبع السيئة الحسنة تمحها

“Dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka perbuatan baik tersebut menghapus nya (perbuatan buruk)” (HR. Tirmidzi: 1910)

Demikianlah, semoga menjadi Imu yang bermanfaat,

Wallahu A’lam.

Dijawab oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom (Alumni Lipia, Fakultas Syariah)

Referensi: https://konsultasisyariah.com

ORANG SAKIT YANG BERBAHAGIA (Kiat Sabar Menghadapi Musibah)

Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

https://griyakajiansunnah.blogspot.com

Friday, November 12, 2021

Ustadz Riyadh Bajrey : Syubhat Sekitar Tauhid

Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah