Showing posts with label Cerai. Show all posts
Showing posts with label Cerai. Show all posts

Wednesday, June 29, 2022

Wanita yang Diceraikan Suaminya, Siapa yang Menafkahi?

Pertanyaan:

Setahu saya nafkah adalah kewajiban bagi suami, sedangkan istri tidak wajib mencari nafkah. Lalu bagaimana jika ada seorang istri yang diceraikan suaminya, siapa yang menafkahi wanita tersebut? Terima kasih atas jawabannya.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Seorang wanita yang diceraikan suaminya, jika talaknya talak satu atau talak dua, dan masih dalam masa ‘iddah, maka statusnya masih suami-istri sehingga wajib dinafkahi oleh suaminya. Allah ta’ala berfirman,

والْمُطَـلَّقَـتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَـلَـثَـةَ قُرُوْءٍۗ …

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan dirinya sampai tiga kali quru’” (Qs. al-Baqarah: 228).

Al-Baghawi menjelaskan dalam tafsirnya:

أي يعتددن بترك الزينة والطيب والنقلة على فراق أزواجهن

“Maksud ayat ini adalah: mereka (para wanita) wajib menjalani masa iddah dengan tidak bersolek, tidak menggunakan parfum, dan tidak pergi dari rumah suaminya ketika dicerai oleh suaminya”.

Allah ta’ala juga berfirman:

لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ

“Jangan kalian (para suami) mengeluarkan istri-istri kalian (yang telah ditalak) dari rumah kalian, dan mereka (para wanita) tidak boleh keluar dari rumah suaminya” (QS. ath-Thalaq: 1).

Ulama ijma’ (sepakat) akan hal ini. Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

لم أعلَمْ مُخالِفًا من أهلِ العِلمِ في أنَّ المُطَلَّقةَ التي يَملِكُ زَوجُها رَجعَتَها في معاني الأزواجِ؛ في أنَّ عليه نفقَتَها وسُكناها

“Tidak saya ketahui adanya khilaf di antara ulama bahwa wanita yang ditalak yang masih bisa dirujuk oleh suami, mereka statusnya masih suami-istri. Sehingga wajib diberi nafkah dan tempat tinggal” (Al-Umm, 5/253).

Adapun istri yang ditalak tiga atau ditinggal mati suaminya, maka kewajiban nafkahnya kembali kepada ayah dari si wanita tersebut. Jika memang wanita tersebut tidak punya penghasilan dan dalam keadaan miskin.

Dalam hadis dari Suraqah bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يا سُراقةُ، ألَا أدُلُّكَ على أعظَمِ الصَّدَقةِ أو من أعظَمِ الصَّدَقةِ؟ قال: بَلى يا رسول اللهِ، قال: ابنَتُكَ مَردودةٌ إليكَ، ليس لها كاسبٌ غيرُكَ

“Wahai Suraqah, maukah aku kabarkan kepadamu sedekah yang paling agung?” Suraqah berkata: “Tentu wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda: “(engkau nafkahi) anak perempuanmu yang dikembalikan kepadamu, yang ia tidak memiliki penghasilan kecuali darimu” (HR. Ibnu Majah no.3667, dishahihkan Syu’aib al-Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad no.17586).

At-Thibi rahimahullah menjelaskan hadis ini:

هي التي تطلق وترد إلى بيت أبيها

“Maksudnya wanita yang ditalak dan dikembalikan ke rumah ayahnya” (Al-Kasyif ‘an Haqaiq as-Sunan, 10/3197).

Karena pada dasarnya nafkah anak perempuan adalah kewajiban ayahnya. Ketika anak perempuan ini menikah, maka kewajiban tersebut berpindah kepada suaminya. Namun ketika sudah ditinggal suaminya maka kewajibannya kembali kepada ayahnya lagi.

Dan kewajiban ini jatuh bagi ayahnya sang wanita jika memenuhi semua syarat berikut ini:

  1. Sang ayah mampu untuk menafkahi.
  2. Sang anak wanita dalam keadaan butuh nafkah atau miskin.

Ini yang dimaksud “yang ia tidak memiliki penghasilan kecuali darimu” dalam hadis. Jika dua syarat ini tidak terpenuhi, maka tidak ada kewajiban bagi ayahnya untuk menafkahi. Allah ta’ala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya” (QS. al-Baqarah: 286).

Bagaimana jika ayahnya sudah tidak ada?

Jika ayahnya sudah tiada atau tidak mampu menafkahi, maka kewajiban nafkahnya kembali kepada para kerabatnya. Seperti anaknya, kakeknya, kakak atau adiknya, pamannya, dan seterusnya.

Allah ta’ala berfirman:

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ … (232) وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ

“Dan jika kalian menceraikan istri kalian … Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian” (QS. al-Baqarah: 233).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan ayat “dan ahli waris pun berkewajiban demikian”, beliau berkata:

فدل على وجوب نفقة الأقارب المعسرين, على القريب الوارث الموسر

“Ayat ini menunjukkan kerabat yang berkemampuan WAJIB menafkahi kerabat yang kurang mampu” (Tafsir as-Sa’di).

Juga sebagaimana hadis dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

ابْدَأْ بنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فإنْ فَضَلَ شيءٌ فَلأَهْلِكَ، فإنْ فَضَلَ عن أَهْلِكَ شيءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فإنْ فَضَلَ عن ذِي قَرَابَتِكَ شيءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا

“Mulailah dari dirimu sendiri, berilah nafkah pada dirimu. Jika ada kelebihan, maka berilah nafkah pada keluargamu. Jika sudah menafkahi keluargamu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah kerabatmu. Jika sudah menafkahi kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah yang terdekat dan seterusnya” (HR. Muslim no. 997).

Hadis ini menunjukkan wajibnya memberi nafkah kepada kerabat yang membutuhkan nafkah.

Andaikan tidak ada dari kalangan kerabat yang mampu menafkahi atau mereka tidak mau menafkahi, maka hendaknya wanita ini bersabar, tawakal, dan memohon pertolongan kepada Allah, serta berusaha untuk mencari penghidupan sesuai yang Allah mudahkan untuknya.

Dan wanita yang demikian, jika dalam kondisi miskin, maka berhak untuk menerima harta zakat dari kaum Muslimin. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالمِسْكِينِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، أَوِ القَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ

“Orang yang bekerja menyalurkan harta zakat kepada para janda dan orang miskin, sebagaimana orang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang tahajud di malam hari dan puasa di siang hari“ (HR. Bukhari no.5353 dan Muslim no.2982).

Namun juga kami menyarankan kepada para janda yang demikian kondisinya agar mempertimbangkan untuk menikah lagi. Karena menikah itu menjalankan ibadah dan sunnah Nabi.

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 


Monday, December 6, 2021

Aturan Talak / Cerai yang Benar

Bismillah.

banyak kesalahan secara umum pada masyarakat yaitu , Kebiasan di Masyarakat pada umumnya Ketika Suami istri hendak bercerai atau si suami jatuhkan thalak Raj'i , maka si istri diusir keluar rumah , atau si suami yg meninggalkan rumah atau si istri dgn inisiatifnya meninggalkan rumah suaminya .

Padahal seharusnya ketika talak raj'i jatuh suami istri tetap dlm satu rumah dan si suami tetap memberi nafkah kpd istrinya sampai masa iddah habis .

Tafsir Surat Ath-Thalaq: Tidak Boleh Mengeluarkan Istri dari Rumah Setelah Ditalak

Di antara kesalahan dalam mentalak istri adalah si suami mengusir istrinya dari rumah atau istri kabur dari rumah , padahal dalam syariat islam diperintahkan ketika itu menetap di rumah suami dan masih ada peluang rujuk sebagaimana dijelaskan dalam lanjutan tafsir surat Ath-Thalaq

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS. Ath-Thalaq: 1)

Dalam ayat disebutkan “serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu”, ini adalah perintah agar bertakwa kepada Allah dalam segala urusan, takutlah kepada Allah dalam hal istri yang ditalak. Selama masa ‘iddah istri tidaklah boleh dikeluarkan dari rumah, tetap berada di tempat tinggal suami.

 boleh tanpa hijab karna statusnya masih sebagai istri kalau masih talaq satu atau talaq dua ,yaitu disebut Talak raj’iy artinnha talak yang membolehkan suami untuk rujuk ketika masih dalam masa ‘iddah tanpa didahului dengan akad nikah yang baru, walau istri tidak rida kala itu.

Allah Ta’ala berfirman,

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 229). Yang dimaksud “imsak dengan cara yang makruf” dalam ayat tersebut adalah rujuk dan kembali menjalin pernikahan serta mempergauli istri dengan cara yang baik.

Begitu juga dalam ayat lainnya,

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (masa ‘iddah). Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” (QS. Al-Baqarah: 228).

Sedangkan untuk talak ketiga (talak baain) tidak ada rujuk sebagaimana diterangkan dalam ayat lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.” (QS. Al-Ahzab: 49). Talak sebelum disetubuhi dianggap talak ba-in dan tidak ada masa ‘iddah bagi laki-laki kala itu.

Sunday, November 14, 2021

Jika 6 bulan Ditinggal Suami Istri Berhak Gugat Cerai ?

 

Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Info Islam Terbaru, Update Kajian Sunnah,Kajian Islam, Konsultasi Syariah, Ahlus Sunnah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

https://griyakajiansunnah.blogspot.com


Monday, October 25, 2021

Silahkan Nikah Dengan Lelaki Lain, Apakah Jatuh Cerai

Semoga Bermanfaat

Label :

Update kajian, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Islam Terbaru,Update Kajian Sunnah,Kajian Islam,Konsultasi Syariah, ahlus sunnah

Silahkan Share Untuk Memperoleh Pahala Jariyah, Insya Allah

Di Support Oleh : https://griyakajiansunnah.blogspot.com

Source of Voice : www.Konsultasisyariah.com


Saturday, September 26, 2020

BURUK AKHLAK KARENA CERAI

*▶️Syaqiq al-Balkhi* memiliki isteri yang buruk akhlaknya, pedas lisannya dan buruk perilakunya kepada suami.

❓Ada yang bertanya kepada beliau : "Mengapa anda tidak menceraikannya padahal dia sering menyakiti anda dengan keburukkan akhlaknya?".

✅Jawaban beliau :

إِنْ كَانَتْ سَيِّئَةَ الْخُلُقِ فَأَنَا حَسَنُ الْخُلُقِ وَلَوْ فَارَقْتُهَا صِرْتُ مِثْلَهَا وَمَعَ هَذَا أَخَافُ أَلَّا يُمْسِكَهَا أَحَدٌ غَيْرِي لِسُوْءِ خُلُقِهَا

*💛Meski dia adalah wanita yang buruk akhlaknya namun aku adalah seorang suami yang bagus akhlaknya. Andai kuceraikan aku akan menjadi orang yang buruk akhlaknya seperti dirinya. Di samping itu jika kuceraikan aku khawatir tidak ada yang kuat menjadi suaminya selain diriku karena demikian buruk akhlaknya💛*

📗 Al-Jawahir al-Lu'luiyyah hlm 291, Darul Minhaj Jeddah. 

⁉️Realita menunjukkan bahwa suami isteri itu tidak mesti semisal dalam kualitas perilaku. Terkadang dijumpai suami seorang yang lembut dan berakhlak mulia namun isterinya kebalikannya. Demikian juga sebaliknya. 

‼️Laki-laki yang shalih itu belum tentu berjodoh dengan wanita shalihah dan sebaliknya. 

*⚠️Kondisi pasangan kita paska pernikahan itu suatu hal yang 'gelap'. Boleh jadi sebelum nikah lembut namun berubah kasar setelah menikah*

```🕋Inilah pentingnya istikharah dan doa sebelum menentukan pilihan menikah dengan seseorang```

🍒Ada dua pertimbangan Syaqiq al-Balkhi untuk tidak menceraikan isterinya yang memiliki akhlak dan perilaku yang buruk.

_◑ Menceraikan isteri itu akhlak yang buruk. Suami yang berakhlak mulia itu menjadi berakhlak yang jelek gara-gara menceraikan isteri tanpa alasan yang kuat_

Demikian juga minta cerai adalah akhlak yang buruk. 

Isteri yang bagus akhlaknya dinilai berakhlak yang buruk jika minta cerai tanpa alasan yang kuat. 

◐ Kasihan dengan nasib isteri. Beliau khawatir jika menceraikan isterinya tidak ada laki-laki yang kuat menjadi suaminya karena demikian buruk akhlaknya. Akhirnya wanita tersebut hidup tanpa ada laki-laki yang melindungi dan bertanggung jawab menikahinya. 

🍎Inilah rasa cinta yang luar biasa dari Syaqiq kepada isterinya. 

🤲 Semoga Allah jadikan pasangan hidup penulis dan semua pembaca tulisan ini pasangan yang menyebabkan kebahagiaan di dunia dan akherat. 

*✍️ Aris Munandar, SS, MPI*

*🏘️ Pondok Pesantren Hamalatul Qur'an Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta*

*NB :*

📮 Silahkan dishare sebanyak-banyaknya. Moga Allahﷻ catat sebagai amal jariyah. 

⛔ Dilarang mengubah teks tulisan dan yang berkaitan dengannya tanpa izin dari penulis.


*◉◉ ▪️═══ ༻❀○❁○❀༺ ═══▪️◉◉*