Showing posts with label cara makan. Show all posts
Showing posts with label cara makan. Show all posts

Wednesday, May 1, 2019

DIMAKRUHKAN MAKAN SAMBIL BERSANDAR


Abu Juhaifah mengatakan, bahwa dia berada di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian Rasulullah berkata kepada seseorang yang berada di dekat beliau,

لاَ آكُلُ وَأَنَا مُتَّكِئٌ

“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Bukhari no. 5399)

Ibnul Atsir rahimahullah berkata, 

“Yang dimaksud muttaki-an adalah condong ketika duduk bersandar pada salah satu sisi.” 
(Lihat Tawdhihul Ahkam, 5: 439)

Disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (9: 451), 

“Mengenai makna ittika’ diperselisihkan maknanya oleh para ulama. 
Ada yang mengatakan, pokoknya bersandar ketika makan dalam bentuk apa pun. 

Ada yang menjelaskan, yang dimaksud adalah condong pada salah satu sisi. 
Ada pula yang memaknakan dengan bersandar dengan tangan kiri yang diletakkan di lantai.”

Dari perkataan Imam Malik –yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar- terdapat isyarat bahwa beliau memaksudkan duduk ittika’ untuk segala macam bentuk bersandar, tidak khusus pada cara duduk tertentu.

Di antara alasan kenapa makan sambil bersandar terlarang karena dikhawatirkan perut menjadi bertambah buncit. 
Sebagaimana ada riwayat dari Ibnu Abi Syaibah dari jalan Ibrahim An Nakho’i. Disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Al Fath (9: 452) .

Ibnu Hajar mengatakan, 

“Jika sudah disadari bahwasanya makan sambil bersandar itu dimakruhkan atau kurang utama, maka posisi duduk yang dianjurkan ketika makan adalah dengan menekuk kedua lutut dan menduduki bagian dalam telapak kaki atau dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.” (Fathul Bari, 9: 452)

Wallahu a'lam

Sumber : Rumaysho.com

Friday, April 5, 2019

Melawan Budaya yang Buruk Kuliner

Oleh : Ustadz Ammi Nur Baits
Posted by Khoir Bilah


Mari sejenak kita membaca bagaimana kesederhanaan Nabi SAW dalam urusan makan, di antara kesederhanaan Nabi SAW adalah seusai sholat subuh beliau tidak langsung pulang namun beliau berdzikir hingga terbit matahari baru setelah itu Nabi SAW pulang dan menemui istrinya. Kita akan simak bagaimana penuturan ummul mukmini Aisyah RA.

Beliau pernah menceritakan suatu ketika Nabi SAW pernah menemuiku kemudian beliau bertanya: apakah kalian memiliki sesuatu untuk sarapan(untuk di makan)? masyaAllah pertanyaan yang sangat sederhana apakah anda, apakah kalian memiliki sesuatu untuk sarapan? hanya sesuatu, sekalipun sangat sederhana yang penting bisa untuk sarapan. Ketika Aisyah RA tidak memiliki makanan untuk sarapan sang istri dengan jujur mengatakan: tidak ada yaa Rasulullah.

Coba kita bisa perhatikan bagaimana jawaban suami yang mulia ini? Ketika beliau mendengar tidak ada yang bisa dimakan yaa Rasulullah, beliau mengatakan: jika demikian saya puasa saja. Subhanallah jawaban yang sangat indah dari seorang suami terbaik didunia, ada banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari dialog sederhana ini, namun kita hanya akan membatasi untuk masalah pola makan Rasulullah SAW.

Kita bisa perhatikan, bagi Nabi SAW urusan makan merupakan masalah yang paling sederhana, prinsip beliau kalau ada dimakan, kalau tidak ada beliau puasa, beliau tidak pesan untuk di masakkan yang aneh-aneh atau minta istri untuk di datangkan makanan yang merepotkan dirinya. Kemudian hal istimewa lainnya  Nabi SAW tidak pernah mencela makanan, jika beliau berselera beliau akan makan dan jika beliau kurang selera beliau tinggalkan, sama sekalitidak mencela makanan, tidak memberikan komentar untuk makanan.

Kita bisa simak bagaimana persaksian Abu Hurairoh RA, beliau pernah mengatakan:

“Rasulullah SAW beliau sama sekali tidak pernah mencela makanan, jika beliau menyukai beliau akan makan dan jika beliau tidak selera beliau tinggalkan”

Baik, kita akan coba bandingkan dengan kondisi masyarakat di zaman kita sekarang ini, kita bisa perhatikan ketika masyarakat sudah di kendalikan oleh sebuah budaya yang di kenal dengan budaya kuliner, urusan makan itu menjadi sesuatu yang sangat rumit bahkan yang di fikirkan bukan lagi soal rasa sampai yang difikirkan adalah soal cara penyajian, bagaimana dia makan, bagaimana cara orang bisa bahagia ketika makan dan itu menyita banyak perhatian.

Sampai saya pernah mendengar ada sebuah restaurant yang menyajikan makanan disamping kandang singa masyaAllah, laa haula walaa quwwata illa billah, hanya untuk mendapatkan kepuasan makan, orang itu harus makan yang aneh-aneh.

Dulu mungkin kita tidak pernah begitu perhatian dengan yang namanya sarjana ahli masak, kita tidak pernah perhatian dengan jurusan tata boga, sekarang masyaAllah permintaannya luar biasa peminatnya banyak sekali bahkan menjadi salah satu kebanggaan orang itu banyak yang sudah bercita-cita jadi cheef ahli masak hingga melupakan ilmu-ilmu yang lainnya yang lebih berharga.

Itulah budaya kuliner, budaya yang telah mempengaruhi banyak manusia menjadi budak bagi pencernaannya, budaya yang mendidik orang untuk bersikap boros, budaya yang mengajarkan kita buang-buang waktu hanya untuk satu urusan yaitu urusan perut. Semoga Allah SWT menjadikan kita hambanya yang bisa menghargai waktu.

Sumber: https://catatankajian.com/674-melawan-budaya-kuliner-ustadz-ammi-nur-baits.html

Hikmah Berqurban