Diantara cara berqurban yang cukup populer di masyarakat kita adalah, qurban dengan cara bergilir. Dimana kepala keluarga mengqurbankan anggota keluarganya secara bergiliran, tahun ini untuk istri, tahun depan untuk anak pertama, berikutnya anak kedua, dst.
Apa hukum bequrban dengan cara demikian? Dengan mohon taufik kepada Allah, mari kita ulas.
*Satu Qurban Bisa Diniatkan Untuk Satu Keluarga*
Satu kambing, sapi, unta, bahkan juga kurban urunan, bisa kita niatkan untuk sekeluarga kita asalkan satu rumah dengan kita. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, saat hendak menyembelih kambing kurban, sebelum menyembelih Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mengucapkan,
اللّهُمّ هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَـمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
“Ya Allah ini –kurban– dariku dan dari umatku yang tidak berkurban.” (HR. Abu Daud, no.2810 dan Al-Hakim 4:229 dan dishahihkan Syekh Al-Albani dalam Al Irwa’ 4:349).
Atho’ bin Yasar rahimahullah pernah menanyakan kepada Sahabat Abu Ayyub radhiyallahu’anhu, “Bagaiamana cara kurban di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam?”
Beliau menceritakan,
كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hal. 264 dan 266).
Ini diantara bentuk rahmat Allah kepada hambaNya, satu hewan qurban, pahalanya bisa kita niatkan untuk keluarga kita. Maka sepatutnya kita tidak mempersempit rahmat Allah yang luas ini. Jangan lupakan keluarga kita dalam qurban kita, karena mereka adalah orang yang paling berhak mendapat kebaikan kita. Demikian cara bequrban yang sesuai sunah/tuntunan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
*Hukum Qurban Bergilir?*
Ada kaidah dalam beribadah yang dapat membantu menjawab pertanyaan ini. Kaidah tersebut adalah berikut :
إذا تَرَكَ الرسول صلى الله عليه وسلم فعل عبادة من العبادات مع كون موجبها وسببها المقتضي لها قائمًا ثابتًا ، والمانع منها منتفيًا؛ فإن فعلها بدعة
“Segala tindakan yang berkaitan dengan ibadah, ditinggalkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, padahal sebabnya ada dan tidak ada penghalang yang menghalangi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukannya, namun Nabi tinggalkan, maka melakukannya adalah termasuk bid’ah.”
Salah seorang ulama besar Mazhab Syafi’i: Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah juga menegaskan demikian,
وكذا ما تركه مع قيام المقتضي؛ فيكون تركه سنة، وفعله بدعة مذمومة، وخرج بقولنا مع قيام المقتضي في حياته إخراج اليهود والنصارى من جزيرة العرب، وجمع المصحف وما تركه لوجود مانع؛ كالاجتماع للتراويح؛ فإن المقتضى التام يدخل فيه عدم المانع
“Perbuatan ibadah yang ditinggalkan Nabi padahal pada saat itu sebabnya ada, maka meninggalkannya adalah sunnah dan melakukannya adalah bid’ah yang tercela. Keterangan kami “padahal sebabnya ada tapi Nabi tinggalkan” untuk mengeluarkan pengusiran kaum Yahudi dan Nasrani dari jazirah Arab, demikian pengumpulan mushaf dan segala perbuatan yang beliau tinggalkan karena adanya penghalang, seperti pelaksanaan sholat tarawih berjama’a. Ini menunjukkan untuk menilai suatu perkara itu bid’ah, selain adanya sebabb juga tidak adanya penghalang bagi Nabi untuk melakukannya.”
(Lihat : Al-Fatawa Al-Haditsiyah, hal. 483, karya beliau, terbitan: Darul Kutub Ilmiyah)
Dari paparan di atas, kita bisa menilai suatu amalan apakah dituntunkan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam atau tidak, dengan 3 pendekatan berikut:
[1] Apakah tergolong perkara ibadah?
[2] Adakah sebabnya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
[3] Adakah penghalang yang menyebabkan Nabi tidak bisa melakukannya?
Contohnya yang disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah adalah tarawih berjamaah:
– Apakah tergolong ibadah?
Iya.
– Adakah sebab melaksanakan tarawih secara Jama’ah di zaman Nabi?
Ada, yaitu menghidupkan malam Ramadhan dengan qiyamullail.
– Adakah penghalangnya?
Ada. Nabi khawatir tarawih menjadi kewajiban atas umat ini.
Sehingga melaksanakan tarawih berjamaah bukan termasuk perkara bid’ah. Karena nabi tinggalkan pelaksanaannya dengan berjamaah, karena adanya penghalang.
Contoh lain: azan sebelum sholat Ied.
– Apakah tergolong ibadah?
Iya.
– Adakah sebabnya?
Ada, karena sholat ied sudah ada sejak zaman Nabi.
– Adakah penghalangnya?
Tidak ada.
Menunjukkan bahwa azan sebelum sholat ied termasuk perkara bid’ah.
Sekarang kita mencoba menjawab persoalan yang kita kaji, tentang hukum qurban bergilir antara anggota keluarga
– Apakah tergolong ibadah?
Iya. Karena berkaitan dengan tatacara ibadah kurban.
– Adakah sebabnya?
Ada, saat ibadah qurban sudah disyariatkan, Nabi memiliki keluarga. Namun beliau tidak pernah menggilirkan keluarga beliau dalam qurban. Yang beliau lakukan adalah mengatas namakan qurban untuk beliau dan sekeluarga. Sebagaimana tersebut dalam hadis di atas.
– Adakah penghalangnya?
Tidak ada.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa tatacara berqurban bergilir untuk masing-masing anggota keluarga, tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Karena tatacara masuk dalam ranah ibadah, sementara ibadah seutuhnya mengikuti dalil (tauqifi). Sebabnya pun ada di zaman Nabi, dan tidak ada penghalang yang menghalangi Nabi melakukan cara seperti itu, namun Nabi tidak melakukan, menunjukkan bahwa meninggalkan nya adalah sunah, mengerjakannya termasuk perkara bid’ah.
Permasalahan ini pernah kami tanyakan kepada guru kami Syekh Abdul Malik Ramadhani –hafidzohullah-.
Penanya (Ahmad Anshori) :
السلام عليكم شيخنا الفاضل، ما حكم الأضحية واحدة عن الرجل الواحد من أهل بيتنا؟ مثلا هذه السنة نضحي شاة عن الزوجة و السنة القادمة شاة عن الابن وهكذا؟ فهل هذا جائز أم من أمور المحدثات؟ علما بمثل هذا وقع كثير في بلادنا إندونيسيا.
أحسن الله إليكم.
“Assalamualaikum guru kami yang mulia. Apa hukum berqurban satu ekor hewan qurban untuk salah seorang anggota keluarga kita? Seperti tahun ini kami berqurban satu kambing untuk istri, tahun depan satu kambing untuk anak, demikian seterusnya. Apakah seperti ini boleh atau termasuk perkara yang tidak dituntunkan? Karena praktek qurban seperti ini banyak terjadi di negeri kami Indonesia.”
Jawaban Syekh :
وعليكم السلام، هذا من أمور المحدثات، لأن النبي فرض أضحية واحدة على أهل بيت وليس على واحد من أهل بيت، الذي يمون البيت هو الذي يذبح عنه و عن أهل بيته، بارك الله فيكم.
“Waalaikumussalam, ini termasuk perkara baru dalam agama; tidak dituntunkan Nabi. Karena Nabi memerintahkan satu hewan qurban untuk seluruh keluarga bukan untuk salah satu anggota keluarga. Yang bertanggung jawab menafkahi dialah yang berwenang berqurban untuk dirinya dan keluarganya. Semoga Allah memberkahimu.”
(Jawahan Syekh bisa disimak di sini :
https://drive.google.com/file/d/1VFsLSotHXiwo8x69cKP7m9RxPTLVkGrw/view?usp=drivesdk)
Pertanyaan yang sama kami sampaikan kepada Syaikh Walid Saifunashr (ulama Yordania, murid Syekh Albani rahimahullah). Berikut jawaban beliau,
وعليكم السلام ورحمة الله
هذا من البدع, في صحيح ابن ماجة, رقم الحديث: 2533, عن مخنف بن سليم قال كنا وقوفا عند النبي صلى الله عليه وسلم بعرفة فقال يا أيها الناس إن على كل أهل بيت في كل عام أضحية.. ( حسن ) صحيح أبي داود 2487
“Waalaikumussalam warahmatullah. Ini termasuk perkara bid’ah. Dalam Shohih Ibnu Majah, hadis nomor 2533 dari Mikhnaf bin Sulaim beliau berkata ,”Kami pernah wukuf bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam di padang Arafah. Lalu Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
يا أيها الناس إن على كل أهل بيت في كل عام أضحية
“Wahai sekalian manusia… Sesungguhnya atas satu keluarga di setiap tahunnya, cukup dari hewan kurban.” (Derajat hadis Hasan) Shahih Abu Dawud no. 2487.
(Percakapan kami bisa di lihat di sini: https://drive.google.com/file/d/1V7pAg-17FukVJCDMgV4UUvi7N96sLgMn/view?usp=drivesdk)
Demikian.
Wallahua’lam bis showab.
Ditulis oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)
https://konsultasisyariah.com/35365-hukum-qurban-bergilir.html
Comments
Post a Comment
Selalu Berkomentar yang Baik sebab Semua akan dimintai Pertanggung Jawaban di Akhirat Kelak.