Showing posts with label idul adha. Show all posts
Showing posts with label idul adha. Show all posts

Sunday, July 10, 2022

Hikmah dari Ibadah Qurban dan Haji

 Khutbah Idul Adha 2022 :

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  

http://rumaysho.com 

Hikmah dari Ibadah Qurban dan Haji

Apa saja hikmah dari ibadah qurban dan haji? Ini adalah dua ibadah yang dilaksanakan pada Iduladha hingga hari tasyrik. Moga kita bisa mengambil pelajaran berharga di dalamnya.

Khutbah Pertama

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ،

لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضَ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.

اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ،

فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .وقال ايضا : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Ma’asyiral muslimin hafizhakumullah …

Pertama, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari kemulian leluhur kalian.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:723)

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi mulia, suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Hadirin rahimakumullah,

Ibadah qurban adalah ibadah yang dilakukan dalam rangka taqarrub kepada Allah dengan menyembelih unta, sapi, atau kambing pada hari Iduladha dan tiga hari tasyrik.

Ibadah qurban adalah ibadah yang berawal dari sejarah ketika Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mendapatkan perintah untuk mengorbankan putranya, Ismail, dengan cara disembelih. Berbekal keimanan yang tinggi, Nabi Ibrahim pun melaksanakan perintah yang disampaikan Allah melalui sebuah mimpi. Namun, sebelum Nabi Ibrahim menyembelih Ismail, malaikat membawa seekor domba dari surga sebagai ganti untuk disembelih. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Ash-Shaffaat:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaaffaat: 102)

Apa hikmah yang ditarik dari ibadah qurban?

1. Qurban adalah bentuk taqarrub (pendekatan) diri kepada Allah.

2. Qurban dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.

3. Qurban itu bentuk berbagi dengan keluarga, teman, dan orang miskin.

4. Qurban itu untuk menguatkan persaudaraan dalam masyarakat muslim dan tolong menolong dengan sesama.

5. Qurban itu bisa menghapus dosa dan mendapatkan ganjaran yang besar.

Karena qurban adalah ibadah (taqarrub kepada Allah), hendaklah memenuhi aturan-aturan yang sudah diajarkan dalam syariat Islam.

Pertama: Hewan yang diqurbankan adalah unta, sapi, atau kambing yang telah memenuhi kriteria umur. Untuk umur minimal qurban, unta adalah lima tahun, sapi adalah dua tahun, kambing adalah satu tahun (atau dua tahun menurut madzhab Syafii).

Kedua: Hewan qurban harus terhindar dari cacat yang mengurangi daging atau sesuatu yang dimakan seperti buta sebelah, sakit, pincang, sangat kurus, terpotong telinga, hingga telinga tidak ada sama sekali. Tak masalah bila tanduk hewan qurban tidak ada, terpotong, atau retak. Namun, sebaik-baik qurban adalah yang sempurna yaitu yang berwarna putih, bertanduk, dan jantan seperti hewan yang dijadikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk qurban.

Ketiga: Menyembelih qurban pada waktu yang telah ditetapkan yaitu setelah shalat Iduladha dan dua khutbah hingga sebelum tenggelam matahari pada 13 Dzulhijjah (hari tasyrik terakhir).

Keempat: Harus memenuhi empat rukun penyembelihan:

Dzaabih, orang yang menyembelih: Islam atau ahli kitab.

Madzbuuh, yang disembelih: hidup dan halal dimakan.

Aalah, alat penyembelihan: merupakan alat pemotong, bisa terbuat dari kaca atau kayu, bukan tulang, gigi, atau kuku.

Dzabh, yaitu aktivitas yang menghalalkan hewan yang disembelih, yaitu menyembelih pada halq (leher atas), di mana syarat minimalnya adalah terpotongnya dua saluran, yaitu saluran nafas (hulquum) dan saluran makan (marii’).

Kelima: Berbuat baik kepada hewan ketika menyembelih seperti menyembelih dengan pisau yang sangat tajam sehingga cepat disembelih, tidak mengasah pisau di hadapan hewan qurban, dan tidak menyembelih hewan di hadapan kawan-kawannya yang belum disembelih.

Keenam: Hewan yang akan disembelih dibaringkan ke sisi kiri, lalu dihadapkan ke arah kiblat, lalu si penyembelih menginjak bagian leher hewan sambil bagian kepala dipegang, lalu si penyembelih dianjurkan pula menghadap kiblat.

Ketujuh: Membaca bismillah dan takbir, paling minimal adalah dengan bacaan BISMILLAH WALLAHU AKBAR.

Kedelapan: Berdoa kepada Allah agar amalan qurban dari shahibul qurban diterima dengan bacaan: ALLOHUMMA HADZIHI MINKA WA ILAIKA FATAQOBBAL MINNII ATAU MIN (disebutkan nama) (artinya: Ya Allah, ini adalah dari-Mu, untuk-Mu, terimalah qurban dariku atau dari …).

Kesembilan: Hasil qurban disunnahkan dicicipi oleh shahibul qurban, lalu sisanya bisa sebagai sedekah kepada fakir miskin dalam bentuk daging mentah yang masih segar, dan sisanya dibagi sebagai hadiah untuk kerabat, tetangga, dan teman.

Kesepuluh: Hasil qurban tidak boleh dijual termasuk kulitnya. Tukang jagal hendaklah diberi upah yang layak, tetapi tidak boleh upah jagal hanya murni diambil dari hasil qurban.

Baca juga: Panduan Qurban

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat rahimakumullah,

Ibadah selanjutnya yang identik dengan hari raya Iduladha adalah ibadah haji ke Tanah Suci. Ibadah haji merupakan kewajiban bagi kita umat Islam yang memiliki kemampuan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 97,

وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97)

Ibadah haji adalah ibadah dengan fisik dan harta. Adapaun ibadah shalat dan puasa adalah ibadah dengan fisik kita. Sedangkan, zakat adalah ibadah dengan harta kita.

Karena ibadah haji melibatkan harta dan fisik, maka tentu yang diwajibkan adalah orang-orang yang mampu saja. Mereka yang sudah wajib untuk berhaji adalah: beragama Islam, baligh, berakal, merdeka, dan memiliki kemampuan. Kemampuan yang dimaksud adalah: (1) memiliki bekal dan kendaraan (di mana hartanya bisa memenuhi utangnya dan beban nafkah keluarga saat pergi hingga kembali dari berhaji), (2) aman di perjalanan, (3) mampu untuk melakukan perjalanan.

Dalam ibadah haji para jamaah melakukan rangkaian ibadah sebagai upaya membersihkan diri dari dosa seraya mengharapkan ampunan, rahmat, dan ridha Allah. Dalam hadits disebutkan,

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Siapa yang berhaji karena Allah lalu tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari, no. 1521).

Orang yang berhaji juga melatih kesabaran dengan kedisiplinan rangkaian ibadah sekaligus melupakan urusan dunia yang sering membuat hati manusia lalai mengingat Allah.

Dengan hanya mengenakan kain ihram berwarna putih, para jamaah haji diingatkan dengan kain kafan ciri khas dari kematian yang pasti akan datang kepada setiap yang bernyawa. Kita berasal dari Allah dan hanya kepada-Nyalah kita akan kembali. Kita pasti akan berpisah dengan semua yang kita cintai dan berpisah dengan yang mencintai kita. Semua akan kembali kepada Sang pemilik yang hakiki, Allah.

Dalam ibadah haji, jamaah juga melakukan ibadah lainnya seperti Thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dan melakukan lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah yang dinamakan dengan Sai. Dalam ibadah ini para jamaah berdoa untuk senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dan perlindungan dari dosa yang timbul dari hawa nafsu dan godaan Setan. Ibadah thawaf dan sai memiliki makna yang mendalam agar kita senantiasa berusaha tanpa henti dan berhijrah melalui bentuk aktivitas berlari untuk meraih kemuliaan dengan berserah diri kepada Allah. Dengan senantiasa membersihkan hati dari sifat yang tercela, kita harus menanamkan tekad untuk mencapai puncak kesucian.

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat rahimakumullah,

Allah Ta’ala telah menjanjikan Surga-Nya kepada umat Islam yang melaksanakan haji dengan niat tulus karena Allah dan dapat meraih predikat mabrur.

وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari, no. 1773 dan Muslim, no. 1349). Haji mabrur adalah haji yang diikuti kebaikan setelah berhaji.

Baca juga: Enam Keutamaan Ibadah Haji

Karena besarnya pahala haji dan banyak memori yang terkenang di sana, banyak yang rindu kembali ke sana, minimal dengan berumrah. Allah Ta’ala berfirman,

فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ

“Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepadanya.” (QS. Ibrahim: 37). Ada ulama yang mengatakan bahwa orang yang sudah ke Makkah, akan rindu kembali ke sana setiap tahunnya.

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Hadirin rahimahi wa rahimakumullah,

Ibadah haji dan qurban ini memiliki kesamaan di antaranya adalah meninggalkan larangan tertentu. Selama berihram, orang yang berhaji tidak boleh memotong kuku dan rambut. Begitu pula, sejak masuk 1 Dzulhijjah, orang yang berqurban dimakruhkan (makruh tanzih) pula memotong kuku dan rambut.

Ibadah haji dan qurban juga dilakukan melihat dari kemampuan harta. Tentu saja, harta yang dikeluarkan akan diberi ganti yang lebih baik. Tinggal kita saja yakin ataukah tidak.

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ

“Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadid: 11). Ketika mendengar ayat ini, Abud Dahdaa’ begitu yakin akan janji Allah, hingga ia bersedekah dengan 600 pohon kurma. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun terkagum dengan Abud Dahdaa hingga bersabda, “Begitu banyak pohon kurma untuk Abu Dahdaa di surga. Akar dari tanaman tersebut adalah mutiara dan yaqut (sejenis batu mulia).” (Riwayat ini adalah riwayat yang sahih, dikeluarkan oleh Abdu bin Humaid dalam Muntakhob dan Ibnu Hibban dalam Mawarid Zhoma’an).

Baca juga: Kisah Abud Dahdaa Ketika Bersedekah dengan 600 Pohon Kurma

اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ

Ya Allah, berikanlah kami kemudahan untuk berqurban pada tahun ini, serta terimalah amalan kami. Ya Allah, berikanlah kami semua untuk segera hadir di tanah suci yang kami rindukan untuk berhaji, atau minimal berumrah. Ya Allah, berkahilah rezeki kepada kami semua.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَللهُ أَكْبَرُ

(7x)

اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.

فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ “إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ, يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا”.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Taqobbalallahu minna wa minkum, shalihal a’maal, kullu ‘aamin wa antum bi khairin.

Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Silakan Unduh Naskah Khutbah Iduladha 2022:

“Hikmah dari Ibadah Qurban dan Haji”

Silakan Unduh Naskah Khutbah Iduladha 2021:

“Pasrah kepada Allah di Masa Sulit”

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

9 Dzulhijjah 1443 H, Malam Sabtu

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/34129-naskah-khutbah-idul-adha-2022-paling-berkesan-hikmah-dari-ibadah-qurban-dan-haji.html

Wednesday, June 29, 2022

Aturan dalam Distribusi Daging Kurban

Pertanyaan:

Bagaimana sebenarnya aturan dalam pembagian daging kurban? Benarkah harus sepertiga disedekahkan, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga dimakan sendiri? Dan bolehkah dibagikan kepada nonmuslim juga? Jazakallah khayran.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Mengenai distribusi daging kurban, terdapat hadis yang panjang dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

دَفَّ أَهْلُ أَبْيَاتٍ مِن أهْلِ البادِيَةِ حَضْرَةَ الأضْحَى زَمَنَ رَسولِ اللهِ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، فقالَ رَسولُ اللهِ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ادَّخِرُوا ثَلاثًا، ثُمَّ تَصَدَّقُوا بما بَقِيَ، فلَمَّا كانَ بَعْدَ ذلكَ، قالوا: يا رَسولَ اللهِ، إنَّ النَّاسَ يَتَّخِذُونَ الأسْقِيَةَ مِن ضَحاياهُمْ، وَيَجْمُلُونَ منها الوَدَكَ، فقالَ رَسولُ اللهِ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: وما ذَاكَ؟ قالوا: نَهَيْتَ أنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الضَّحايَا بَعْدَ ثَلاثٍ، فقالَ: إنَّما نَهَيْتُكُمْ مِن أَجْلِ الدَّافَّةِ الَّتي دَفَّتْ؛ فَكُلوا وادَّخِرُوا وتَصدَّقُوا

“Orang-orang yang tinggal di gurun mempercepat langkahnya dan bersegera menghadiri Idul Adha di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Simpanlah (daging kurban tersebut) hingga tiga hari, setelah itu sedekahkanlah yang masih tersisa”. Setelah hal itu berlalu, orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang memanfaatkan dari kurban, mereka mencairkan lemaknya dan darinya mereka membuat geriba (wadah air)”. Beliau bersabda: “Ada apa dengan hal itu?” Mereka berkata, “Engkau telah melarang memakan daging kurban setelah lewat tiga hari.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya saya melarang demikian karena adanya sekelompok orang yang datang terburu-buru (yaitu orang-orang miskin dari gurun). Namun sekarang silakan makanlah (daging sembelihan tersebut), simpanlah dan bersedekahlah” (HR. Muslim no.1971).

Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sempat melarang penduduk Madinah untuk menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari. Karena beliau melihat adanya orang-orang Badiyah (yang tinggal di tengah gurun) yang membutuhkan daging tersebut. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memotivasi penduduk Madinah untuk menyedekahkan daging kepada mereka dan tidak menyimpannya untuk diri sendiri. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa sejatinya tidak terlarang menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari.

Dan di dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Silakan makanlah (daging sembelihan tersebut), simpanlah dan bersedekahlah”. Sebagian ulama memahami bahwa distribusi daging kurban adalah 1/3 dimakan sendiri, 1/3 disedekahkan dan 1/3 sisanya simpan untuk dihadiahkan. Sebagaimana juga riwayat dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

يأكل هو الثلث ويطعم من أراد الثلث ويتصدق على المساكين بالثلث

“(Daging kurban) dimakan sendiri 1/3, dihadiahkan 1/3, dan disedekahkan kepada orang miskin 1/3” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, 8/632).

Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syafi’iyyah dan Hanabilah. Adapun Imam Malik rahimahullah, beliau menilai ukuran di atas bukanlah batasan dan tidak ada batasan tertentu dalam distribusi daging kurban. Beliau mengatakan:

لا حد فيما يأكل ويتصدق ويطعم الفقراء والأغنياء ، إن شاء نيئاً وإن شاء مطبوخاً

“Tidak ada batasan tertentu untuk kadar daging kurban yang dimakan sendiri, atau disedekahkan, atau dihadiahkan, boleh diberikan kepada orang miskin, ataupun orang kaya, boleh dalam keadaan mentah ataupun matang” (Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, 1/424).

Ini pendapat yang rajihinsyaAllah. Sebagaimana dijelaskan oleh al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’: “Perkara distribusi daging kurban itu longgar walhamdulillah. Andaikan orang yang berkurban memakan sendiri semua daging kurbannya tanpa menyedekahkan kepada fakir-miskin, dan tidak menghadiahkannya kepada teman-temannya, itu dibolehkan

Atau jika ia menyedekahkan semuanya, tanpa memakannya sedikit pun, dan menghadiahkan semuanya, itu dibolehkan. Atau dia makan sebagian, dia simpan sebagian, dan dia sedekahkan sebagian, ini juga tidak mengapa. Karena perintah dalam dua ayat yang disebutkan, bermakna kebolehan dan anjuran, sebagaimana disebutkan oleh para ulama, dan bukan pewajiban” (Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, juz 62 hal. 378).

Adapun memberikan daging kurban untuk nonmuslim, ini dibolehkan oleh para ulama sebagaimana difatwakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dan al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’. Berdasarkan keumuman ayat:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah: 8).

Wallahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 


Thursday, July 15, 2021

Perintah Menyembelih Dengan Pisau Yang Tajam

 ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢِ

ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪُ

ONE HADITS :

"Perintah Menyembelih Dengan Pisau Yang Tajam dan Menenangkan Hewan Sembelihan'

Dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya setiap orang dari kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim).

*Beberapa Pelajaran yang terdapat dalam Hadits :*

1️⃣ Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban disyariatkan untuk ikut menyaksikan.

2️⃣ Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadis dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya setiap orang dari kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim).

3️⃣ Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).

4️⃣ Menghadapkan hewan ke arah kiblat.

Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:

Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).

Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.

5️⃣ Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.

Imam An-Nawawi mengatakan,

Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).

Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).

6️⃣ Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

ضحى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بكبشين أملحين، فرأيته واضعاً قدمه على صفاحهما يسمي ويكبر

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah …. (HR. Bukhari dan Muslim).

7️⃣ Bacaan ketika hendak menyembelih.

Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. 

8️⃣ Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

9️⃣ Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan dikurbankannya herwan tersebut.

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).

Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:

hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau

hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau

Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).” 

Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul kurban.

🔟 Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan kurban.

Sebagaimana hadis dari Syaddad bin Aus di atas.

1️⃣1️⃣ Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong.

Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):

Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.

Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.

Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكل، ليس السن والظفر

“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

1️⃣2️⃣ Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.

Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)

13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.

Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.

Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika menyembalih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,

وتعمد إبانة رأس

“Diantara yang makruh adalah secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).

Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.

Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”

Imam Syafi’i mengatakan,

فإذا ذبحها فقطع رأسها فهي ذكية

“Jika ada orang menyembelih, kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya yang sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224). Allahu A’lam.

*Tema Hadits yang Berkaitan dengan Al-Qur'an*

Allah berfirman,

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..

Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

Allah berfirman,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا

Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)

Allah Ta’ala berfirman,

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj: 28)

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Laksanakanlah shalat untuk Rabb-mu dan sembelihlah kurban. [al-Kautsar/108:2].

firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (Qs. Al Kautsar: 2)

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (Qs. Al An’am: 162).

firman Allah Ta’ala,

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8).

*Demikian, Semoga Bermanfaat. Aamiin*

Aqulu qauli hadza, wa astaghfirullahal Adzim li wa lakum. 

ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik... 

“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu”.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺑَﻠِّﻐُﻮﺍ ﻋَﻨِّﻰ ﻭَﻟَﻮْ ﺁﻳَﺔً

*“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”*

*(HR.Bukhari)*

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻣَﻦْ ﺩَﻋَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻫُﺪًﻯ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻪُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷَﺟْﺮِ ﻣِﺜْﻞُ ﺃُﺟُﻮْﺭِ ﻣَﻦْ ﺗَﺒِﻌَﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻘُﺺُ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻴْﺌًﺎ، ﻭَﻣَﻦْ ﺩَﻋَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺿَﻠَﺎﻟَﺔٍ ، ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺈِﺛْﻢِ ﻣِﺜْﻞُ ﺁﺛَﺎﻡِ ﻣَﻦْ ﺗَﺒِﻌَﻪُ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻘُﺺُ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻦْ ﺁﺛَﺎﻣِﻬِﻢْ ﺷَﻴْﺌًﺎ

*Barangsiapa mengajak (manusia) kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak (manusia) kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.*

*(HR.Muslim)*

Dakwah di jalan Allâh Azza wa Jalla merupakan amal yang sangat mulia, ketaatan yang besar dan ibadah yang tinggi kedudukannya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ﻭَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔٌ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِۚ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ

*Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang  yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.*

*(QS.Ali-Imran [3] :104)*

Dinukil dari berbagai Sumber Yang In Syaa Allah amanah, dengan sedikit perubahan (terjemah bebas) sesuai dengan Pemahaman Shalafus Shalih (Alhus Sunnah Wal Jamaah) oleh : Hamba Allah 

❄ S I L A H K A N    D I S H A®E

Semoga bermanfaat bagi Ummat...

Selamat beraktifitas...

Baarakallahufiikum...

Tuesday, June 15, 2021

Hukum Qurban Bergilir

Bismillaah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah wa ba’du.

Diantara cara berqurban yang cukup populer di masyarakat kita adalah, qurban dengan cara bergilir. Dimana kepala keluarga mengqurbankan anggota keluarganya secara bergiliran, tahun ini untuk istri, tahun depan untuk anak pertama, berikutnya anak kedua, dst.

Apa hukum bequrban dengan cara demikian? Dengan mohon taufik kepada Allah, mari kita ulas.

*Satu Qurban Bisa Diniatkan Untuk Satu Keluarga*

Satu kambing, sapi, unta, bahkan juga kurban urunan, bisa kita niatkan untuk sekeluarga kita asalkan satu rumah dengan kita. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, saat hendak menyembelih kambing kurban, sebelum menyembelih Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mengucapkan,

اللّهُمّ هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَـمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Ya Allah ini –kurban– dariku dan dari umatku yang tidak berkurban.” (HR. Abu Daud, no.2810 dan Al-Hakim 4:229 dan dishahihkan Syekh Al-Albani dalam Al Irwa’ 4:349).

Atho’ bin Yasar rahimahullah pernah menanyakan kepada Sahabat Abu Ayyub radhiyallahu’anhu, “Bagaiamana cara kurban di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam?”

Beliau menceritakan,

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hal. 264 dan 266).

Ini diantara bentuk rahmat Allah kepada hambaNya, satu hewan qurban, pahalanya bisa kita niatkan untuk keluarga kita. Maka sepatutnya kita tidak mempersempit rahmat Allah yang luas ini. Jangan lupakan keluarga kita dalam qurban kita, karena mereka adalah orang yang paling berhak mendapat kebaikan kita. Demikian cara bequrban yang sesuai sunah/tuntunan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

*Hukum Qurban Bergilir?*

Ada kaidah dalam beribadah yang dapat membantu menjawab pertanyaan ini. Kaidah tersebut adalah berikut :

إذا تَرَكَ الرسول صلى الله عليه وسلم فعل عبادة من العبادات مع كون موجبها وسببها المقتضي لها قائمًا ثابتًا ، والمانع منها منتفيًا؛ فإن فعلها بدعة

“Segala tindakan yang berkaitan dengan ibadah, ditinggalkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, padahal sebabnya ada dan tidak ada penghalang yang menghalangi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukannya, namun Nabi tinggalkan, maka melakukannya adalah termasuk bid’ah.”

Salah seorang ulama besar Mazhab Syafi’i: Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah juga menegaskan demikian,

وكذا ما تركه مع قيام المقتضي؛ فيكون تركه سنة، وفعله بدعة مذمومة، وخرج بقولنا مع قيام المقتضي في حياته إخراج اليهود والنصارى من جزيرة العرب، وجمع المصحف وما تركه لوجود مانع؛ كالاجتماع للتراويح؛ فإن المقتضى التام يدخل فيه عدم المانع

“Perbuatan ibadah yang ditinggalkan Nabi padahal pada saat itu sebabnya ada, maka meninggalkannya adalah sunnah dan melakukannya adalah bid’ah yang tercela. Keterangan kami “padahal sebabnya ada tapi Nabi tinggalkan” untuk mengeluarkan pengusiran kaum Yahudi dan Nasrani dari jazirah Arab, demikian pengumpulan mushaf dan segala perbuatan yang beliau tinggalkan karena adanya penghalang, seperti pelaksanaan sholat tarawih berjama’a. Ini menunjukkan untuk menilai suatu perkara itu bid’ah, selain adanya sebabb juga tidak adanya penghalang bagi Nabi untuk melakukannya.”

(Lihat : Al-Fatawa Al-Haditsiyah, hal. 483, karya beliau, terbitan: Darul Kutub Ilmiyah)

Dari paparan di atas, kita bisa menilai suatu amalan apakah dituntunkan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam atau tidak, dengan 3 pendekatan berikut:

[1] Apakah tergolong perkara ibadah?

[2] Adakah sebabnya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

[3] Adakah penghalang yang menyebabkan Nabi tidak bisa melakukannya?

Contohnya yang disebutkan Imam Ibnu Hajar Al-Haitsami rahimahullah adalah tarawih berjamaah:

– Apakah tergolong ibadah?

Iya.

– Adakah sebab melaksanakan tarawih secara Jama’ah di zaman Nabi?

Ada, yaitu menghidupkan malam Ramadhan dengan qiyamullail.

– Adakah penghalangnya?

Ada. Nabi khawatir tarawih menjadi kewajiban atas umat ini.

Sehingga melaksanakan tarawih berjamaah bukan termasuk perkara bid’ah. Karena nabi tinggalkan pelaksanaannya dengan berjamaah, karena adanya penghalang.

Contoh lain: azan sebelum sholat Ied.

– Apakah tergolong ibadah?

Iya.

– Adakah sebabnya?

Ada, karena sholat ied sudah ada sejak zaman Nabi.

– Adakah penghalangnya?

Tidak ada.

Menunjukkan bahwa azan sebelum sholat ied termasuk perkara bid’ah.

Sekarang kita mencoba menjawab persoalan yang kita kaji, tentang hukum qurban bergilir antara anggota keluarga

– Apakah tergolong ibadah?

Iya. Karena berkaitan dengan tatacara ibadah kurban.

– Adakah sebabnya?

Ada, saat ibadah qurban sudah disyariatkan, Nabi memiliki keluarga. Namun beliau tidak pernah menggilirkan keluarga beliau dalam qurban. Yang beliau lakukan adalah mengatas namakan qurban untuk beliau dan sekeluarga. Sebagaimana tersebut dalam hadis di atas.

– Adakah penghalangnya?

Tidak ada.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa tatacara berqurban bergilir untuk masing-masing anggota keluarga, tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Karena tatacara masuk dalam ranah ibadah, sementara ibadah seutuhnya mengikuti dalil (tauqifi). Sebabnya pun ada di zaman Nabi, dan tidak ada penghalang yang menghalangi Nabi melakukan cara seperti itu, namun Nabi tidak melakukan, menunjukkan bahwa meninggalkan nya adalah sunah, mengerjakannya termasuk perkara bid’ah.

Permasalahan ini pernah kami tanyakan kepada guru kami Syekh Abdul Malik Ramadhani –hafidzohullah-.

Penanya (Ahmad Anshori) :

السلام عليكم شيخنا الفاضل، ما حكم الأضحية واحدة عن الرجل الواحد من أهل بيتنا؟ مثلا هذه السنة نضحي شاة عن الزوجة و السنة القادمة شاة عن الابن وهكذا؟ فهل هذا جائز أم من أمور المحدثات؟ علما بمثل هذا وقع كثير في بلادنا إندونيسيا.

أحسن الله إليكم.

“Assalamualaikum guru kami yang mulia. Apa hukum berqurban satu ekor hewan qurban untuk salah seorang anggota keluarga kita? Seperti tahun ini kami berqurban satu kambing untuk istri, tahun depan satu kambing untuk anak, demikian seterusnya. Apakah seperti ini boleh atau termasuk perkara yang tidak dituntunkan? Karena praktek qurban seperti ini banyak terjadi di negeri kami Indonesia.”

Jawaban Syekh :

وعليكم السلام، هذا من أمور المحدثات، لأن النبي فرض أضحية واحدة على أهل بيت وليس على واحد من أهل بيت، الذي يمون البيت هو الذي يذبح عنه و عن أهل بيته، بارك الله فيكم.

“Waalaikumussalam, ini termasuk perkara baru dalam agama; tidak dituntunkan Nabi. Karena Nabi memerintahkan satu hewan qurban untuk seluruh keluarga bukan untuk salah satu anggota keluarga. Yang bertanggung jawab menafkahi dialah yang berwenang berqurban untuk dirinya dan keluarganya. Semoga Allah memberkahimu.”

(Jawahan Syekh bisa disimak di sini :

https://drive.google.com/file/d/1VFsLSotHXiwo8x69cKP7m9RxPTLVkGrw/view?usp=drivesdk)

Pertanyaan yang sama kami sampaikan kepada Syaikh Walid Saifunashr (ulama Yordania, murid Syekh Albani rahimahullah). Berikut jawaban beliau,

وعليكم السلام ورحمة الله

هذا من البدع, في صحيح ابن ماجة, رقم الحديث: 2533, عن مخنف بن سليم قال كنا وقوفا عند النبي صلى الله عليه وسلم بعرفة فقال يا أيها الناس إن على كل أهل بيت في كل عام أضحية.. ( حسن ) صحيح أبي داود 2487

“Waalaikumussalam warahmatullah. Ini termasuk perkara bid’ah. Dalam Shohih Ibnu Majah, hadis nomor 2533 dari Mikhnaf bin Sulaim beliau berkata ,”Kami pernah wukuf bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam di padang Arafah. Lalu Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

يا أيها الناس إن على كل أهل بيت في كل عام أضحية

“Wahai sekalian manusia… Sesungguhnya atas satu keluarga di setiap tahunnya, cukup dari hewan kurban.” (Derajat hadis Hasan) Shahih Abu Dawud no. 2487.

(Percakapan kami bisa di lihat di sini: https://drive.google.com/file/d/1V7pAg-17FukVJCDMgV4UUvi7N96sLgMn/view?usp=drivesdk)

Demikian.

Wallahua’lam bis showab.

Ditulis oleh Ustadz Ahmad Anshori

(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

https://konsultasisyariah.com/35365-hukum-qurban-bergilir.html



Thursday, October 29, 2020

Sholat Id

Shalat id ada dua :

1. Shalat idul fitri

2. Shalat idul adha

Hukum shalat id adalah fardhu kifayah, yaitu jika telah dilakukan oleh sebagian maka gugurlah dosa dari sebagian yang lain, dan jika semuanya meninggalkannya maka mereka berdosa, karena shalatnid adalah termasuk syiar islam yang tampak.

Allaah berfirman dalam QS. Al-Ma'un ayat 3 yang artinya :

" Maka laksanakan shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allaah."

Dalam shalat id nabi juga memerintahkan kaum wanita keluar menghadiri dan menyaksikan shalat.

Dari ummu Athiyyah r.a berkata :

" Kami diperintahkan mengajak keluar gadis-gadis dan wanita-wanita haid pada kedua hari raya untuk menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin, sementara wanita-wanita haid menjauh dari tempat shalat."( Muttafaq Alaih )

Batasan yang boleh dan yang dilarang dalam suasana kegembiraan berhari raya, adalah dalam islam hari raya itu mengumpulkan antara ibadah dan kegembiran, memakan makanan yang baik dan halal. Bukan sekedar ibadah dan sekedar kebiasaan, akan tetapi mengumpulkan dua kebaikan yaitu kebaikan dunia dan akhirat.

Oleh karena itu dalam berhari raya seseorang tidak boleh melampaui batas. Tidak boleh dalam kegembiraan itu mengandung sesuatu yang mungkar seperti ikhtilath (bercampur antara lelaki dan wanita yang bukan mahramnya), mendengarkan musik, meninggalkan kewajiban shalat dan lainnya.

Waktu pelaksanaan shalat id seperti waktu shalat dhuha yaitu setelah terbitnya matahari seukuran tinggi tombak (kurang lebih 15 menit setelah matahri terbit) sampai menjelang shalat dzuhur.

Shalat idul adha disunnahkan untuk dilaksanakan pada awal waktunya supaya manusia dapat segera menyembelih hewan-hewan kurban mereka. Adapun shalat idul fitri disunnahkan untuk di akhirkan supaya dapat memberikan kesempatan mereka untuk mengeluarkan zakat fithri.

Tata cara shalat id

Baik shalat idul fithri maupun idul adha tidak di syariatkan azan dan iqamah. Shalat ini terdiri dari dua raka at yang dilaksanakan sebelum khutbah.

Pasa rakaat pertama disunnahkan bertakbir 7 kali setelah takbiratul ihram dan doa istiftaf. Sedang pada raka at kedua bertakbir sebanyak 5 kali. Pada raka at pertama disunnahkan membaca surat Al-A'la setelah membaca Al-Fatihah, sedang pada raka at kedua mbaca suray Al-Ghasyiyah.

Tempat shalat id

Shalat id sunnahnya dilakukan di lapangan.

Dari Abu Said Al-Khudri r.a berkata, yang artinya :

" Rasulullaah SAW keluar pada idul fithri dan adha ke mushala(tempat lapang). " (Muttafaq Alaih)

Semoga bermanfaat

Baca juga : Kajian Terbaru disini

Thursday, July 23, 2020

Kenapa Masih Enggan Berqurban


Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. 23 September 2014 

Sebagian orang memiliki kelebihan harta yang sebenarnya sudah bisa berqurban dengan satu ekor kambing atau 1/7 sapi secara patungan. Namun memang sifat manusia sulit mengeluarkan harta yang ia sukai. Padahal qurban mengandung hikmah dan keutamaan yang besar.

Qurban yang kita kenal biasa disebut dengan udhiyah. Secara bahasa udhiyah berarti kambing yang disembelih pada waktu mulai akan siang dan waktu setelah itu. Ada pula yang memaknakan secara bahasa dengan kambing yang disembelih pada Idul Adha.

Sedangkan menurut istilah syar’i, udhiyah adalah sesuatu yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala pada hari nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat yang khusus. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 74).

*Perintah Qurban*

Qurban pada hari nahr (Idul Adha) disyariatkan berdasarkan beberapa dalil, di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 9: 249)

Dari hadits terdapat riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

“Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing kibasy putih yang telah tumbuh tanduknya. Anas berkata : “Aku melihat beliau menyembelih dua ekor kambing tersebut dengan tangan beliau sendiri. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher kambing itu. Beliau membaca ‘bismillah’ dan bertakbir.” (HR. Bukhari no. 5558 dan Muslim no. 1966)

Kaum muslimin pun bersepakat (berijma’) akan disyari’atkannya qurban. (Fiqhul Udhiyah, hal. 8)

*Hikmah Berqurban*

1- Qurban dilakukan untuk meraih takwa. Yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, bukan hanya daging atau darahnya. Allah Ta’ala berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)

Kata Syaikh As Sa’di mengenai ayat di atas, “Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan Dialah yang pantas diagung-agungkan. Yang Allah harapkan dari qurban tersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang sholih. Oleh karena itu, Allah katakan (yang artinya), “Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridho-Nya”. Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berqurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan. Inilah yang mesti ada dalam ibadah lainnya. Jangan sampai amalan kita hanya nampak kulit saja yang tak terlihat isinya atau nampak jasad yang tak ada ruhnya.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 539).

2- Qurban dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.

3- Qurban dilaksanakan untuk menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –kholilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).

4- Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 5: 76)

5- Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang senilai dengan hewan qurban.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih afdhol daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut. Oleh karenanya jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiron meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan qurban.” (Lihat Talkhish Kitab Ahkamil Udhiyah wadz Dzakaah, hal. 11-12 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2: 379)

*Tetaplah Berqurban Ketika Mampu Walau Hukum Qurban Sunnah*

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئً

“Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1977)

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini adalah dalil bahwasanya hukum qurban tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berqurban (tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro, 9: 263)

Walau menurut pendapat mayoritas ulama hukum berqurban itu sunnah, tetaplah berqurban apalagi mampu. Untuk orang yang mampu dan kaya mengeluarkan 2,5 juta rupiah untuk qurban kambing atau patungan sapi sebenarnya begitu enteng. Tinggal niatan saja yang perlu dikuatkan.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah setelah memaparkan perselisihan ulama mengenai hukum qurban, beliau berkata, “Janganlah meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan, “Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu dan ambil perkara yang tidak meragukanmu.” Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a’lam.” (Adhwa’ul Bayan, 5: 618)

*Berutang Tidaklah Masalah untuk Berqurban*

Sufyan Ats Tsauri rahimahullah mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,

لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

“Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 415)

Untuk masalah aqiqah, Imam Ahmad berkata,

إذا لم يكن مالكاً ما يعقّ فاستقرض أرجو أن يخلف اللّه عليه ؛ لأنّه أحيا سنّة رسول اللّه صلى الله عليه وسلم

“Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.” (Matholib Ulin Nuha, 2: 489, dinukil dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 278). Untuk qurban pun berlaku demikian, bisa dengan berutang.

*Pilihlah Hewan Qurban Terbaik*

Ciri-ciri hewan yang terbaik untuk qurban adalah: (1) gemuk, (2) warna putih atau warna putih lebih mayoritas, (3) berharga, (4) bertanduk, (5) jantan, (6) berkuku dan berperut hitam, (7) sekeliling mata hitam.

Hewan qurban yang dipilih adalah yang sudah mencapai usia musinnah. Musinnah dari kambing adalah yang telah berusia satu tahun (masuk tahun kedua). Sedangkan musinnah dari sapi adalah yang telah berusia dua tahun (masuk tahun ketiga). Sedangkan unta adalah yang telah genap lima tahun (masuk tahun keenam). Inilah pendapat yang masyhur di kalangan fuqoha. Atau bisa pula memilih jadza’ah yaitu domba yang telah berusia enam hingga satu tahun.

Kemudian jauhi cacat hewan qurban yang wajib dihindari yang bisa membuat qurbannya tidak sah. Ada empat cacat yang membuat hewan qurban tidak sah: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang. Kalau dianggap tidak sah, berarti statusnya cuma daging biasa, bukan jadi qurban.

Sedangkan cacat yang tidak mempengaruhi turunnya kualitas daging tidaklah masalah seperti ekor yang terputus, telinga yang terpotong dan tandung yang patah. Cacat ini yang dimakruhkan.

Intinya, ketika berqurban berusaha memilih hewan qurban yang terbaik, menghindari cacat yang membuat tidak sah dan cacat yang dimakruhkan. Ibnu Taimiyah sampai berkata,

وَالأَجْرُ فِي الأُضْحِيَّةِ عَلَى قَدْرِ القِيْمَةِ مُطْلَقًا

“Pahala qurban (udhiyah) dilihat dari semakin berharganya hewan yang diqurbankan.” (Fatawa Al Kubro, 5: 384). Semakin berharga hewan qurban yang dipilih, berarti semakin besar pahala.

Berqurban itu begitu mudah, kita bisa berqurban dengan 1 kambing atau patungan 1/7 sapi. Masing-masing qurban tersebut bisa diniatkan untuk satu keluarga. Imam Asy Syaukani rahimahullah pernah berkata, “Qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Author, 8: 125).

Semoga bermanfaat. Moga Allah berkahi rezeki setiap yang mau berqurban.

* Diringkas dari bahasan buku “Panduan Qurban dan Aqiqah” karya Muhammad Abduh Tuasikal, MSc terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta


Disusun di Panggang, Gunungkidul, 28 Dzulqo’dah 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/22713-kenapa-masih-enggan-berqurban.html


Hikmah Berqurban