Showing posts with label Hari raya. Show all posts
Showing posts with label Hari raya. Show all posts

Friday, February 11, 2022

Takbir di Hari Raya


Di akhir Ramadhan, setelah kita menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, kita diperintahkan menutupkan dengan banyak takbir di hari raya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185).

Menyempurnakan Bulan Ramadhan

Maksud ayat di atas kata Syaikh As Sa’di, barangkali ada yang punya anggapan bahwa puasa di bulan Ramadhan cukup hanya di sebagian bulan saja. Namun dalam ayat di atas diperintahkan untuk menyempurnakan hitungan bulan Ramadhan. Artinya hendaknya bulan Ramadhan dilakukan sebulan penuh. Lihat Taisir Al Karimir Rahman, hal. 87.

Perintah untuk Bersyukur

Hendaklah bersyukur pada Allah ketika telah sempurna menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Itu semua adalah taufik dan kemudahan dari Allah pada hamba-Nya. (Lihat idem)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Jika engkau telah menjalankan perintah dengan melakukan ketaatan, menunaikan yang wajib, meninggalkan yang haram, menjaga batasan Allah, moga dengan menjalankan seperti itu dapat termasuk orang yang bersyukur.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 62).

Takbir di Hari Raya

Ayat di atas memerintahkan untuk banyak bertakbir pada hari ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha), di dalamnya perintah untuk menjalankan shalat. Di dalam shalat ‘ied terdapat takbir yang rutin dilakukan, juga ada takbir tambahan.  (Majmu’atul Fatawa, 24: 183).

Zaid bin Aslam berpendapat bahwa takbir yang dimaksud adalah takbir shalat ‘ied. Para ulama pun sepakat bahwa shalat ‘ied memiliki takbir tambahan. Perintah bertakbir tersebut berarti telah masuk dalam shalat ‘ied. Lihat Majmu’atul Fatawa, 24: 223-225.

Waktu Takbir Idul Fithri

Yang dimaksud dengan takbir di sini adalah bacaan “Allahu Akbar”. Mayoritas ulama mengatakan bahwa ayat ini adalah dorongan untuk bertakbir di akhir Ramadhan. Sedangkan kapan waktu takbir tersebut,  para ulama berbeda pendapat.

Pendapat pertama, takbir tersebut adalah ketika malam idul fithri.

Pendapat kedua, takbir tersebut adalah ketika melihat hilal Syawal hingga berakhirnya khutbah Idul Fithri.

Pendapat ketiga, takbir tersebut dimulai ketika imam keluar untuk melaksanakan shalat ied.

Pendapat keempat, takbir pada hari Idul Fithri.

Pendapat kelima yang merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i, takbir ketika keluar dari rumah menuju tanah lapang hingga imam keluar untuk shalat ‘ied.

Pendapat keenam yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, takbir tersebut adalah ketika Idul Adha dan ketika Idul Fithri tidak perlu bertakbir. (Lihat Fathul Qodir karya Asy Syaukani, 1: 334-335)

Takbir yang diucapkan sebagaimana dikeluarkan oleh Sa’id bin Manshur dan Ibnu Abi Syaibah, bahwasanya Ibnu Mas’ud bertakbir,

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ

Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. (artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).

Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqi dalam kitab sunannya, dari Ibnu ‘Abbas, ia bertakbir,

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ وَأَجَلُّ اللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا

Allahu akbar kabiiro, Allahu akbar kabiiro, Allahu akbar walillahil hamd wa ajall, Allahu akbar ‘ala maa hadaanaa. (artinya: Allah sungguh Maha besar, Allah sungguh Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji dan kemuliaan bagi Allah. Allahu Maha Besar atas segala petunjuk yang diberikan kepada kami). (Lihat Fathul Qodir, 1: 336).

Kata Ibnu Taimiyah bahwa lafazh takbir seperti yang dicontohkan oleh Ibnu Mas’ud itulah yang dipraktekkan oleh banyak sahabat. Kalau seseorang bertakbir “Allahu Akbar” sebanyak tiga kali, itu pun dibolehkan. Lihat Majmu’atul Fatawa, 24: 220.

Semoga manfaat.

Referensi:

Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm, cetakan ketiga, tahun 1426 H.

Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tahqiq: Abu Ishaq Al Huwainiy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H

Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Disusun menjelang ‘Ashar, 22 Ramadhan 1435 H di Pesantren DS

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Friday, December 31, 2021

Jangan Rayakan Hari Raya Mereka

 بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

https://t.me/menebar_cahayasunnah

DALIL DAN HUJJAH

1. Tidak Cukupkah Kalian Dengan Dua Hari Raya Yang Diberikan Oleh ALLAH ﷻ dan Rasul NYA  ﷺ?

Rasulullah ﷺ bersabda:

كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

“Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang ALLAH telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik yaitu Idul Fithri dan Idul Adha.”

(HR. Abu Daud No. 1134; An-Nasa’i No. 1556)

2. Keluar Dari Ummat Rasulullah Jika Merayakannya

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.”

(HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud No. 4031)

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami”

(HR. Tirmidzi No. 2695)

3. Awas Murka ALLAH ﷻ Bisa Turun Disana!

‘Umar bin Khattab berkata:

إياكم ورطانة الأعاجم، وأن تدخلوا على المشركين يوم عيدهم في كنائسهم فإن السخطة تتنزل عليهم.

“..Hati-hati pula jika kalian turut serta dalam merayakan perayaan orang musyrik di dalam tempat ibadah mereka karena murka ALLAH bisa turun pada mereka saat itu.”

(Riwayat Abu Asy-Syaikh Al-Ashbahaani dan Al-Baihaqi dengan sanad sahih)

NASEHAT ULAMA

Larangan Mengucapkan Selamat Tahun Baru

Al Lajnah Ad Daimah berkata:

لا تجوز التهنئة بهذه المناسبات ؛

لأن الاحتفاء بها غير مشروع

“Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak disyari’atkan).”

(Fatwa No. 20795 Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’)

SEJARAH TAHUN BARU 1 JANUARI

Semenjak abad ke 46 SM Raja Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai HARI PERMULAAN tahun. Orang Romawi mempersembahkan hari 1 Januari kepada JANUS, Dewa Segala Gerbang, Pintu-Pintu dan Permulaan Waktu

Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah meng-hadap ke masa depan dan satu wajah lagi menghadap ke masa lalu

(The World Book Encyclopedia Vol.14, Page 237)

Malam ini iman kita diuji. Apakah kita menjaga akidah dengan tetap di rumah (kecuali karena uzur/keperluan), ataukah ikut meramaikan malam pergantian tahun baru?

Atau malah berbahagia menyambut dan merayakan tahun baru Masehi ini??

Tahun baru adalah hari raya umat Nashrani. Maka ikut merayakan berarti ikut merayakan hari raya umat Nashrani

Tidaklah pesona malam tahun baru seindah menjaga akidahmu, Saudaraku.

INILAH "BARA" YANG

HARUS KITA PEGANG!‼️

Cahaya tauhid di hatimu jauh lebih bersinar daripada cahaya kembang api para penyembah berhala dan pemuja api di malam tahun baru Masehi nanti

WALLAHUL MUSTA'AN

Sunday, December 27, 2020

SEKEDAR IKUT GEMBIRA


Berkata Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah -rahimahullāh- :

“Tidaklah dibolehkan bagi kaum Muslimin untuk meniru-niru mereka (non-Muslim; penj.) dalam suatu perkara pun dari yang merupakan kekhususan terkait dengan hari-hari raya mereka, baik pada makanan, pakaian atau bahkan mandi, tidaklah pula  menyalakan api unggun, tidaklah pula pada bathilnya kebiasaan-kebiasaan hidup ataupun peribadatan mereka, dan selainnya.

Tidaklah boleh juga mengadakan jamuan makan, bagi-bagi hadiah ataupun menjual benda-benda untuk perkara-perkara itu atau yang bisa membantu terwujudnya perkara-perkara tersebut.

Tidaklah pula menyuguhkan kepada anak-anak atau semisal mereka dengan permainan-permainan yang diadakan di hari raya mereka, dan tidak juga menampakkan perhiasan untuknya.

Kesimpulannya :

Tidaklah pantas bagi mereka kaum Muslimin untuk mengkhususkan sesuatu apapun di hari raya mereka non-Muslim pada simbol-simbol keagamaan mereka, justru seharusnya adalah hari-hari raya mereka itu bagi ummat Islam sama seperti hari-hari biasanya tidak dikhususkan oleh kaum Muslim dengan apapun dari perkara-perkara yang merupakan kekhususan mereka”. 

Silahkan ambil bagian dengan membagikan hadiah ini ke seluruh kaum Muslimin.

Semoga Bermanfaat

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini


Hikmah Berqurban