Showing posts with label nafkah. Show all posts
Showing posts with label nafkah. Show all posts

Tuesday, September 29, 2020

Keutamaan Mencari Nafkah Halal dan Tidak Menjadi Beban Orang Lain

Abdullah Taslim, Lc., MA. 

Dikeluarkan Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya,

عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ)) رواه البخاري.

Dari al-Miqdam Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri)”1.

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bekerja mencari nafkah yang halal dan berusaha memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dengan usaha sendiri. Bahkan ini termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh para Nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang shaleh. Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Nabi Zakariya ‘alaihissalam adalah seorang tukang kayu”2.

Dalam biografi imam besar Ahlus sunnah dari generasi Tabi’ut tabi’in, imam Abdullah bin Al-Mubarak engkau mengekspor barang-barang dagangan dari negeri Khurasan ke Tanah Haram/Mekkah (untuk dijual), bagaimana ini?”. Maka Abdullah bin Al-Mubarak menjawab: “Sesungguhnya aku melakukan (semua) itu hanya untuk menjaga mukaku (dari kehinaan meminta-minta), memuliakan kehormatanku (agar tidak menjadi beban bagi orang lain), dan menggunakannya untuk membantuku dalam ketaatan kepada Allah”. Lalu Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Wahai Abdullah bin Al-Mubarak, alangkah mulianya tujuanmu itu jika semuanya benar-benar terbukti”3.

Beberapa faidah penting dari hadits di atas:

• Termasuk sifat mulia yang dimiliki oleh para Nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang shaleh adalah mencari nafkah yang halal dengan usaha mereka sendiri, dan ini tidak melalaikan mereka dari amal shaleh lainnya, seperti berdakwah di jalan Allah Ta’ala dan memuntut ilmu agama.

• Usaha yang halal dalam mencari rezki tidak bertentangan dengan sifat zuhud, selama usaha tersebut tidak melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman memuji hamba-hamba-Nya yang shalih:

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS an-Nuur:37).

• Imam Ibnu Katsir berkata: “Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi”4.

• Bekerja dengan usaha yang halal, meskipun dipandang hina oleh manusia, lebih baik dan mulia daripada meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain5. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan itu Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak”6.

• Mulianya sifat ‘iffah (selalu menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta) serta tercelanya sifat meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Inilah sifat mulia yang ada pada para shahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu (keadaan mereka) menyangka mereka orang kaya karena mereka memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak” (QS al-Baqarah: 273).

• Keutamaan berdagang (berniaga) yang halal, dan inilah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat radhiallahu’anhum, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih7. Adapun hadits “Sembilan persepuluh (90 %) rezki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadits yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani8.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Jakarta, 8 Jumadal ula 1434 H

1 HSR al-Bukhari (no. 1966).

2 HSR Muslim (no. 2379).

3 Kitab “Tahdzibul Kamal” (16/20) dan “Siyaru A’laamin Nubala’” (8/387).

4 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/390).

5 Lihat kitab “Bahjatun Naazhiriin” (1/598).

6 HSR al-Bukhari (no. 1402) dan (no. 1410).

7 HR ath-Thabrani dalam “Al-Mu’jamul Kabiir” (23/300, no. 674) dan dinyatakan jayyid (baik/shahih) oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul Ahaa-ditsish Shahiihah” (no. 2929).

8 Dalam “Silsilatul Ahaa-ditsidh Dha’iifah” (no. 3402).

Penulis: Abdullah bin Taslim al-Buthoni

https://muslim.or.id/13981-keutamaan-mencari-nafkah-halal-dan-tidak-menjadi-beban-orang-lain.html



Thursday, March 5, 2020

IKHLASKAN NIAT DALAM MEMBERIKAN NAFKAH KELUARGAMU


🍃 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

(( إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ، إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ ))

"Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah (kepada keluargamu) dengan suatu nafkah yang engkau harapkan Wajah Allah, kecuali engkau akan diberikan pahala, hingga sesuatu yang engkau letakkan di mulut istrimu."
HR. Bukhari (56).

▪ Berkata Ibnul 'Utsaimin rahimahullah :

(( تَبْتَـغِي بِهَـا وَجْـهَ اللَّٰهِ )) أي : تَقْصِـد بـه وَجْـهَ اللهِ ﷻ ، يعنـي : تَقْصِـد بـه أن تَـصِلَ إلـىٰ الجَـنَّةِ حَـتَّىٰ تَـرَىٰ وَجْـهَ اللهِ ﷻ .

((Engkau harapkan Wajah Allah)) yaitu engkau maksudkan dengan hal tersebut Wajah Allah, yakni engkau maksudkan dengan hal tersebut bisa menyampaikan engkau ke surga hingga melihat Wajah Allah.

لِأَنَّ أهْـلَ الجَـنَّةِ - جَعَلَـنِي اللهُ وإيَّاكُـم مـنهم - يَـرَوْنَ اللهَ سُبْـحَانَهُ وَتَـعَالَىٰ ، وَيَنْظُـرُونَ إليـه عَـيَـانًا بِأَبْصَارِهِـم ، كمـا يَـرَوْنَ الشَّـمْسَ صَحْـوًا ليـس دُونَـهَا سَـحَابٌ ، وكـما يَـرَوْنَ القـمر ليلة البَــدْرِ ، يعـني : أنَّهُـم يَـرَوْنَ ذلـكَ حَـقًّـا .

Karena penduduk surga -semoga Allah menjadikan kita semua penghuninya- melihat Allah Azza wa Jalla, mereka melihat dengan mata kasat mereka, sebagaimana mereka melihat matahari cerah tanpa terlindungi awan, dan sebagaimana melihat bulan dimalam purnama, yaitu mereka melihat-Nya secara hakiki.

((  حَتَّـىٰ مَـا تَجْعَلُـهُ فِـي فِـي امْـرَأَتِكَ )) أي : حَـتَّىٰ اللُّـقْـمَـة التـي تُـطْـعِـمُـهَـا امْـرَأَتَكَ ؛ تُؤْجَـرُ عـليها إذا قَصـدت بـها وجـهَ اللهِ ، مـع أنَّ الإنـفاق عـلىٰ الـزَّوْجَةِ أمْـرٌ واجِـبٌ ، لـو لـم تـنفق لَـقَالَتْ : أنْـفِقْ أو طَـلِّقْ ، ومـع هـذا إذا أنفـقت علـىٰ زوجـتك تُـرِيدُ بـه وجـهَ اللهِ ؛ آجَـرَكَ اللهُ عـلىٰ ذلـك .

((Hingga sesuatu yang engkau letakkan dimulut istrimu)) yaitu : hingga sebiji nasi yang engkau berikan makan kepada istrimu, akan diberikan pahala jika engkau maksudkan dengan hal tersebut Wajah Allah, bersamaan dengan bahwa memberikan nafkah terhadap istri adalah perkara wajib, seandainya engkau tidak memberikan nafkah maka sang istri tersebut akan berkata; berikan nafkah atau cerai, namun bersamaan dengan itu jika engkau berikan nafkah kepada istrimu dan mengharapkan Wajah Allah dengan hal tersebut maka Allah akan memberikan pahala kepada engkau dengan hal tersebut,

وكـذلك إذَا أنفـقت علـىٰ أولادك ، أو أنـفقت عـلىٰ أمـك ، وعـلىٰ أبيـك ، بـل إذا أنفـقت علـىٰ نفسـك تَبْتَـغِي بـذلك وجـهَ اللهِ ؛ فَـإِنَّ اللهَ يُثِـيبكَ علـىٰ هـذا .

Demikian pula jika engkau memberikan nafkah kepada anak-anakmu, atau ibumu, atau bapakmu, bahkan seandainya terhadap dirimu sendiri dengan mengharap Wajah Allah maka Allah akan memberikan pahala engkau dengan hal tersebut.
____
📚 Syarhu Riyadhis Shalihin (1/45).
==================
✍🏻 *Ustadz Fauzan Abu Muhammad Al Kutawy Hafizhahullah*
┅┅══✿❀🌕❀✿══┅┅

______________
📱Silsilah Durus Linnisa' 📚

Hikmah Berqurban