Showing posts with label ujub. Show all posts
Showing posts with label ujub. Show all posts

Friday, July 22, 2022

Ujub Sebab Kebinasaan

 *ONE DAY ONE HADITS*


عن عبد الله ابن عمر –رضي الله عنهما- قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم،

ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata, bersabda rasulullah shalallahu alaihi wasallam :

“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri”(HR at-Thobroni dalam Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam as-shahihah no 1802)

Pelajaran yang terdapat didalam hadits :

1-Ujub yaitu bangga dengan amalan yang telah kita lakukan, dengan ilmu yang telah kita miliki, dengan keberhasilan dakwah kita, dengan kalimat-kalimat indah yang kita rangkai, dll.

2-Orang yang ujub merasa bahwa dirinya paling tinggi dihadapan manusia yang lain. Bahkan merasa dirinya lebih tinggi di sisi Allah. Namun pada hakikatnya dialah orang yang paling rendah dan hina di sisi Allah.

3-Bukankah ujub juga menggugurkan amalan sebagaimana riyaa’? Bukankah ujub juga menyebabkan pelakunya terjerumus dalam neraka jahannam sebagaimana riya’? Bukankah ujub juga merupakan salah satu bentuk syirik kecil sebagaimana riya’?

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وَكَثِيرًا مَا يَقْرِنُ النَّاسُ بَيْنَ الرِّيَاءِ وَالْعُجْبِ فَالرِّيَاءُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالْخَلْقِ وَالْعُجْبُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالنَّفْسِ وَهَذَا حَالُ الْمُسْتَكْبِرِ فَالْمُرَائِي لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } وَالْمُعْجَبُ لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } فَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } خَرَجَ عَنْ الرِّيَاءِ وَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } خَرَجَ عَنْ الْإِعْجَابِ وَفِي الْحَدِيثِ الْمَعْرُوفِ : { ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ }

“Dan sering orang-orang menggandengkan antara riyaa’ dan ujub. Riyaa termasuk bentuk kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada orang lain-pen) adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri (yaitu merasa dirinyalah atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa berkarya-pen). Ini merupkan kondisi orang yang sombong. Orang yang riyaa’ tidak merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ “Hanya kepadaMulah kami beribadah”, dan orang yang ujub tidaklah merealisasikan firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “Dan hanya kepadaMulah kami memohon pertolongan”. Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ maka ia akan keluar lepas dari riyaa’, dan barangsiapa yang merealisasikan firman Allah  وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ maka ia akan keluar terlepas dari ujub” (Majmuu’ Al-Fataawaa 10/277).

3- Ibnul Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan seorang salaf, “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan sebuah dosa, dan dengan dosa tersebut menyebabkan ia masuk surga. Dan seorang hamba benar-benar melakukan sebuah kebaikan yang menyebabkannya masuk neraka. Ia melakukan dosa dan dia senantiasa meletakkan dosa yang ia lakukan tersebut di hadapan kedua matanya, senantiasa merasa takut, khawatir, senantiasa menangis dan menyesal, senantiasa malu kepada Robb-Nya, menunudukan kepalanya dihadapan Robbnya dengan hati yang luluh. Maka jadilah dosa tersebut sebab yang mendatangkan kebahagiaan dan keberuntungannya. Hingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada banyak ketaatan. Dan seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya senantiasa merasa telah berbuat baik kepada Robbnya dan menjadi takabbur dengan kebaikan tersebut, memandang tinggi dirinya dan ujub terhadap dirinya serta membanggakannya dan berkata : Aku telah beramal ini, aku telah berbuat itu. Maka hal itu mewariskan sifat ujub dan kibr(takabur) pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab kebinasaannya.” (Al-Wabil As-Shoyyib 9-10)

Tema  hadits yang berkaitan dengan Al Qur'an :

1- Mayoritas manusia tidak mengetahui tentang hal-hal buruk yang bisa menggugurkan amalan-amalan kebajikan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS Al-Hujuroot : 2)

2- Allah Subhanahu wata'ala mencela orang yang 'ujub

 أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلاً 

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. [An nisa:49]

Wednesday, November 24, 2021

Waspadai Pujian

Oleh Ustadz Badrusalam Lc

https://cintasunnah.com/

Pujian itu banyak disenangi orang. Bahkan demi pujian banyak orang yang melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri. 

Namun bila kita renungkan, sebetulnya pujian itu membahayakan keikhlasan dan keistiqomahan. 

Pujian membuka pintu riya sehingga dapat membatalkan amalan. 

Pujian juga membuka pintu ujub sehingga merasa memiliki kelebihan.

Pujian membuat seseorang puas dengan pujian tersebut walaupun mungkin sebetulnya ia tak berhak mendapat pujian, sehingga ia merasa puas dengan apa yang tidak ia miliki, dan itu bagaikan memakai dua pakaian kedustaan kata Nabi.

Bahkan keseringan dipuji menjadikan kita lupa untuk intopeksi diri dan mengingat dosa dan kesalahan. Oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wasallam menamai pujian sebagai sembelihan.

Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً

“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” [HR. Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]

Lihatlah, Nabi menganggap pujian itu sama dengan memotong leher orang yang dipuji.

Al Munawi rahimahullah berkata, “Disebut memotong leher karena itu dapat mematikan hati.. membuatnya tertipu dengan keadaannya bahkan membuatnya ujub dan sombong.. dan itu membinasakan. Oleh karena itu Nabi menamainya sebagai sembelihan.” (Faidhul Qadiir 3/129)

Bila kita dipuji maka jangan lupa memuji Allah dan ingatlah bahwa itu adalah pintu setan untuk merusak keikhlasannya.

Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu.

Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka.

Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu.

Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” 

(Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah).

Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.

[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku.

Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah).

Sumber::

https://cintasunnah.com/waspadai-pujian/

Tuesday, August 3, 2021

UJUB ITU DATANG DENGAN DIAM-DIAM TANPA KITA SADARI


UJUB berbeda dengan RIYA

Kadangkala RIYA dapat dihindari, tapi UJUB masih ada.

Contoh :

Kita sholat tahajjud diam². Tidak ada yang tahu dan tidak kita ceritakan pada orang lain,  dengan harapan agar tidak RIYA ... 

maka saat kita tidak menceritakan amalan kita, kita berhasil menghindari RIYA. 

Semata-mata kita beribadah karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang lain.

Jangan cepat berpuas diri dulu, karena syaitan terus berusaha menggelincirkanmu.

Tiba-tiba  dalam hati berkata-kata, karena muncul rasa bangga terhadap diri sendiri.

" Hebat aku ini, bisa bangun setiap malam tak pernah ketinggalan sholat tahajjud, sementara orang lain tertidur pulas."

Saat hati berkata begitu, itulah yang dinamakan  UJUB. 

Walaupun berhasil untuk tidak RIYA', 

tetapi masih belum berhasil untuk tidak UJUB.

UJUB 

adalah perasaan kagum atas diri sendiri.

Merasa diri hebat, berbangga diri ...terpesona dengan kehebatan diri.

UJUB 

adalah penyakit hati yang paling tersembunyi.

Perasaan UJUB bisa datang dalam berbagai bentuk.

DIANTARA NYA :

" Orang yang rajin ibadah merasa kagum dengan ibadahnya".

" Orang yang berilmu, kagum dengan ilmunya".

" Orang yang cantik, kagum dengan kecantikannya".

" Orang yang mengelola majlis Taklim kagum dengan banyaknya jamaah & mampu menghadirkan ustadz² yang menjadi pematerinya"

" Orang yang dermawan, kagum dengan kebaikannya".

" Orang yang berdakwah, kagum dengan dakwahnya".

Sufyan At-Tsauri Mengatakan :

"UJUB adalah 

perasaaan kagum pada dirimu sendiri,  sehingga kamu merasa bahwa kamu lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya dibanding orang lain".

Padahal  semua kelebihan yang kita dapatkan  adalah kelebihan yang kita dapatkan dari Allah. 

Karena itu selayaknya kekaguman hanyalah kepada Allah, bukan kepada diri sendiri.

Dan ingatlah syaitan akan selalu menggiring manusia untuk masuk ke dalam fikiran berbangga kepada diri sendiri, agar amalan manusia tidak mendapat nilai.

IMAM NAWAWI Rahimahulloh berkata :

"Ketahuilah bahwa keikhlasan niat terkadang dihalangi oleh penyakit ujub. Barangsiapa ujub dengan amalnya sendiri, maka akan terhapus amalnya." 

(Syarh Arba’in).

Naa'udzu billaahi min dzalik.

Jauhi sifat Ujub,  jadikan amalan kita 100% karena pengabdian kepada Allah.

BAGAIMANA CARA MENGURANGI SIFAT UJUB :

1. Setiap kali terbetik di hati tentang kehebatan diri, segera istighfar memohon ampun kepada Allah.

2. Mengganggap semua kelebihan  adalah milik Allah.

3. Berdoa mohon bantuan Allah agar hati kita bisa beribadah dengan ikhlas.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ  

Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Qur'an surat Al An'am - 162)

Semoga Allah membantu kita mengikis penyakit ujub yang ada di hati.