Monday, May 8, 2023
Jauhilah Sikap Sombong
Tuesday, March 1, 2022
Ikhlas Syarat Diterima Amal
Jauhilah Riya'
Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama bahwa ikhlas dan mutâba’ah (mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) merupakan dua syarat diterimanya amal seorang Mukmin. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١﴾ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Maha suci Allâh yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Al-Mulk/57:1-2]
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “yang lebih baik amalnya” yaitu yang lebih ikhlas dan lebih benar. Suatu amal tidak akan diterima sehingga menjadi amal yang ikhlas dan benar. Ikhlas, jika amal itu karena Allâh Azza wa Jalla , dan benar, jika amal itu di atas Sunnah (ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”. (Tafsir al-Baghawi, 1/175)
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَل إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni untuk–Nya dan untuk mencari wajah–Nya. [HR.An-Nasâ’i, no: 3140. Lihat: Silsilah Ash-Shahîhah, no: 52; Ahkâmul Janâiz, hlm. 63]
Oleh karena itu, sangat amat penting untuk memperhatikan, apakah amal kita memenuhi dua syarat ini?
*RIYA’ PERUSAK IKHLAS*
Banyak hal yang dapat merusakkan ikhlas, sehingga ibadah seseorang menjadi sia-sia, tanpa pahala. Perusak ikhlas itu antara lain adalah riya’, dan riya’ termasuk dosa besar sebagaimana dinyatakan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam kitab al-Kabâ-ir.
*MAKNA RIYA’*
Riya’ diambil dari kata ru’yah (melihat), secara bahasa riya’ artinya memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya. Adapun menurut istilah syara’ (agama), maka para ulama memberikan definisi-definisi yang berbeda, namun intinya sama. Yaitu: Seorang hamba yang melakukan ibadah yang seharusnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak meniatkannya untuk Allâh Azza wa Jalla , bahkan untuk tujuan duniawi. Al-‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk meraih tujuan dunia, mungkin mencari manfaat duniawi, atau pengagungan, atau penghormatan”. [Qawa’idul Ahkâm 1/147]
Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hakekat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah, asalnya mencari kedudukan di hati manusia”. [Tafsir al-Qurthubi 20/212]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut”. [Fathul Bari 11/136]
*BAHAYA RIYA’*
Riya’ merupakan dosa besar dan memiliki berbagai bahaya-bahaya, antara lain:
1. Menggugurkan Pahala Amal Allâh Azza wa Jalla berfirman:
مَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu menjadi bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al-Baqarah/2:264]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Allâh Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Aku paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersama–Ku pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR. Muslim, no. 2985]
2. Sifat Munafik Seseorang yang beribadah bukan karena Allâh Azza wa Jalla , tetapi agar diketahui oleh manusia, seperti orang yang shalat ketika bersama mereka, namun ketika sendirian, dia tidak shalat. Ini termasuk kemunafikan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allâh kecuali sedikit sekali. [An-Nisa’/4:142]
3. Kecelakaan Besar Bagi Orang-Orang Yang Riya’
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ ﴿٦﴾ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. [Al-Ma’un/107:4-7]
4. Pertama Kali Yang Diadili Dan Dilemparkan Ke Neraka Adalah Orang-Orang Yang Riya’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memperingatkan dengan sangat keras dari riya’.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama kali yang akan diputuskan (pengadilannya) pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmat–Ku itu? Dia menjawab: “Aku berperang untuk–Mu sehingga aku mati syahid”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau berperang agar dikatakan ‘seorang pemberani’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka.
Dan seorang laki-laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya. Dan dia membaca Al-Qur’an. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmat–Ku itu? Dia menjawab: “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur’an untuk–Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan ‘seorang yang ‘aalim’, engkau membaca Al-Qur’an agar dikatakan ‘seorang qaari’’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka.
Dan seorang laki-laki yang Allâh luaskan rezekinya, dan Allâh juga memberikan berbagai macam harta benda. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab: “Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau menyukai infaq padanya kecuali aku berinfaq padanya untuk-Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan ‘seorang dermawan’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. [HR. Muslim, no. 1905]
Setelah kita mengetahui bahaya riya’ ini, maka marilah kita bersihkan hati dan amal kita darinya dan dari perkara lainnya yang dapat merusak amal ibadah. Dan kita memohon keikhlasan kepada Allâh, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
https://almanhaj.or.id/7667-jauhilah-riya.html
Wednesday, November 24, 2021
Waspadai Pujian
Oleh Ustadz Badrusalam Lc
https://cintasunnah.com/
Pujian itu banyak disenangi orang. Bahkan demi pujian banyak orang yang melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri.
Namun bila kita renungkan, sebetulnya pujian itu membahayakan keikhlasan dan keistiqomahan.
Pujian membuka pintu riya sehingga dapat membatalkan amalan.
Pujian juga membuka pintu ujub sehingga merasa memiliki kelebihan.
Pujian membuat seseorang puas dengan pujian tersebut walaupun mungkin sebetulnya ia tak berhak mendapat pujian, sehingga ia merasa puas dengan apa yang tidak ia miliki, dan itu bagaikan memakai dua pakaian kedustaan kata Nabi.
Bahkan keseringan dipuji menjadikan kita lupa untuk intopeksi diri dan mengingat dosa dan kesalahan. Oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wasallam menamai pujian sebagai sembelihan.
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” [HR. Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]
Lihatlah, Nabi menganggap pujian itu sama dengan memotong leher orang yang dipuji.
Al Munawi rahimahullah berkata, “Disebut memotong leher karena itu dapat mematikan hati.. membuatnya tertipu dengan keadaannya bahkan membuatnya ujub dan sombong.. dan itu membinasakan. Oleh karena itu Nabi menamainya sebagai sembelihan.” (Faidhul Qadiir 3/129)
Bila kita dipuji maka jangan lupa memuji Allah dan ingatlah bahwa itu adalah pintu setan untuk merusak keikhlasannya.
Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu.
Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka.
Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu.
Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.”
(Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah).
Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku.
Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah).
Sumber::
https://cintasunnah.com/waspadai-pujian/
Sunday, August 22, 2021
Monday, May 24, 2021
Monday, March 15, 2021
Hukum Riya’
Riya’ ada dua jenis. Jenis yang pertama hukumnya syirik akbar. Hal ini terjadi jika sesorang melakukan seluruh amalnya agar dilihat manusia, dan tidak sedikit pun mengharap wajah Allah. Dia bermaksud bisa bebas hidup bersama kaum muslimin, menjaga darah dan hartanya. Inilah riya’ yang dimiliki oleh orang-orang munafik. Allah berfirman tentang keadaan mereka (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisaa’:142).
Adapun yang kedua adalah riya’ yang terkadang menimpa orang yang beriman. Sikap riya’ ini terjadang muncul dalam sebagian amal. Seseorang beramal karena Allah dan juga diniatkan untuk selain Allah. Riya’ jenis seperti ini merupakan perbuatan syirik asghar.[I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitaabi at Tauhiid II/84. Syaikh Shalih Fauzan. Penerbit Markaz Fajr]
Jadi, hukum asal riya’ adalah syirik asghar (syirik kecil). Namun, riya’ bisa berubah hukumnya menjadi syirik akbar (syirik besar) dalam tiga keadaan berikut :
1.Jika seseorang riya’ kepada manusia dalam pokok keimanan. Misalnya seseorang yang menampakkan dirinya di hadapan manusia bahwa dia seorang mukmin demi menjaga harta dan darahnya.
2.Jika riya’ dan sum’ah mendominasi dalam seluruh jenis amalan seseorang.
3.Jika seseorang dalam amalannya lebih dominan menginginkan tujuan dunia, dan tidak mengharapkan wajah Allah.[Al Mufiid fii Muhimmaati at Tauhid 183. Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi. Penerbit Daar Adwaus Salaf. Cetakan pertama 1428/2007]
Semoga bermanfaat,
Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini :
Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat
Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )
Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah
Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam
Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah
Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan
Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan
Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana
Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik
Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir
Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud
Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni
Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang
Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh
Perilaku yang Sesuai Surat Yunus
Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan
Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah
Kandungan Surat An nisa dan Al maidah
Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab
Meminta Izin dan Mengucapkan Salam
Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?
Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir
Sifat Orang yang Sering Berhutang
Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia
Sakit manghapuskan dosa-dosa kita
Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga link bisa dibagikan setiap saat
Jazakallah Khairan.
Obat Riya’ dan Kesombongan
٩. قال ابن القيم رحمه الله
كثير ما أسمع ابن تيمية يقول (إياك نعبد) فيه علاج للرياء. و(إياك نستعين) فيه علاج للكبرياء.
Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan, “Aku sering mendengar Ibnu Taimiyah mengatakan (hanya kepada Mu lah kami menyembah) merupakan obat untuk riya’ dan (hanya kepada Mu lah kami meminta pertolongan) adalah obat untuk kesombongan”.
[Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq dlm Min Hidayat Suroh Al Fatihah hal. 7]
Semoga bermanfaat,
Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini :
Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat
Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )
Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah
Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam
Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah
Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan
Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan
Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana
Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik
Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir
Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud
Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni
Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang
Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh
Perilaku yang Sesuai Surat Yunus
Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan
Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah
Kandungan Surat An nisa dan Al maidah
Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab
Meminta Izin dan Mengucapkan Salam
Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?
Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir
Sifat Orang yang Sering Berhutang
Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia
Sakit manghapuskan dosa-dosa kita
Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga link bisa dibagikan setiap saat
Jazakallah Khairan.
Saturday, March 6, 2021
SOMBONG TIDAK MENGENAL BATASAN
Sombong itu bukan hanya pada perkara dunia…
Seseorang bisa sombong karena ilmunya,
bisa karena gelarnya,
bisa karena sanadnya,
bisa karena gurunya,
bisa karena masjidnya, majelis taklimnya, tajwidnya, sedekahnya… dll
Jangan sampai ibadahmu, yang seharusnya menjadikanmu semakin tawadu, malah menjerumuskanmu dalam kesombongan dan menilai rendah selainmu.
Semoga bermanfaat,
Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini :
Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )
Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah
Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam
Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah
Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan
Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan
Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana
Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik
Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir
Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud
Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni
Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang
Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh
Perilaku yang Sesuai Surat Yunus
Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan
Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah
Kandungan Surat An nisa dan Al maidah
Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab
Meminta Izin dan Mengucapkan Salam
Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir
Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia
Sakit manghapuskan dosa-dosa kita
Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga link bisa dibagikan setiap harinya.
Jazakallah Khairan.
Saturday, February 6, 2021
4 Penyebab Kesombongan
Semoga bermanfaat.
Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini :
Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam
Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan
Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan
Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana
Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik
Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud
Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni
Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang
Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh
Perilaku yang Sesuai Surat Yunus
Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan
Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah
Kandungan Surat An nisa dan Al maidah
Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia
Friday, January 15, 2021
POKOK SEMUA KESALAHAN ADA TIGA
قال ابن القيم – رحمه الله – :
” أصول الخطايا كلها ثلاثة :
الكِبْرُ : وهو الذي صار إبليس إلى ما أصاره .
والحرص : وهو الذي أخرج آدم من الجنة .
والحسد : وهو الذي جر ابن آدم على أخيه .
فمن وقي شر هذه الثلاثة فقد وقي الشر فالكفر من الكبر والمعاصي من الحرص والبغي والظلم من الحسد ” .
Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata,
“Pokok semua kesalahan ada tiga (yaitu)..
1. Sombong. Hal inilah yang menjadikan Iblis seperti itu.
2. Rakus (Ambisi). Hal inilah yang menjadikan nabi Adam dikeluarkan (Allah) dari dalam Surga.
3 Iri dan dengki. Inilah yang menyebabkan putra Adam (Qobil) berbuat zholim terhadap saudaranya (yaitu membunuh Habil).
Maka barangsiapa dilindungi (Allah) dari keburukan tiga kesalahan tersebut, maka sungguh ia telah dilindungi dari segala keburukan. Yang demikian ini karena kekufuran itu terjadi disebabkan sifat sombong, perbuatan maksiat disebabkan sifat rakus (ambisi terhadap dunia), dan perbuatan zholim terjadi disebabkan sifat iri dan dengki..”
(Lihat kitab Al-Fawaaid hal. 58)
Semoga bermanfaat.
Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini :
Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam
Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan
Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan
Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana
Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik
Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud
Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni
Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang
Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh
Perilaku yang Sesuai Surat Yunus
Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan
Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah
Kandungan Surat An nisa dan Al maidah
Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia
Sunday, December 20, 2020
Dunia Adalah Ajang Berbangga
Dunia jadi ajang berbangga di antara manusia, sibuk dengan memperbanyak harta dan begitu bangga dengan anak. Itulah yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
“dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”.
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Setiap pengagum dunia begitu saling berbangga satu dan lainnya. Inilah yang sering kita lihat. Mereka sangat ingin sekali tersohor dalam hal itu dari yang lainnya.”[4]
Beliau menjelaskan lagi, “Setiap pengagum dunia akan selalu berbangga dengan banyaknya harta dan anak dari yang lainnya. Ini suatu realitas pada pengagum dunia.”[5]
Lalu bagaimanakah sikap yang benar?
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan kembali, “Hal ini berbeda dengan orang yang mengenal dunia dan hakikatnya. Ia hanya menjadikan dunia sebagai tempat berlalu, bukan negeri yang ia menetap selamanya. Dunia hanya dijadikan negeri sebagai ajang untuk saling berlomba mendekatkan diri pada Allah. Dunia hanya jadi sarana untuk sampai pada Allah. Jika ia melihat orang yang begitu bangga dan saling berlomba dalam harta dan anak, ia balas dengan berlomba (terdepan) dalam amalan sholih.”[6]
Kalimat terakhir yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di di atas hampir sama dengan ucapan Al Hasan Al Bashri:
إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة
“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam hal dunia, maka unggulilah dia dalam hal akhirat.”[7]
Semoga Bermanfaat
Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini
Saturday, February 15, 2020
RIYA DAN TANDA-TANDANYA
-
Semoga Bermanfaat Label : Update kajian Islam, Kajian Sunnah, Sunnah, Info Islam, Islam Terbaru,Update Kajian Sunnah,Kajian Islam,Konsul...
-
Telegram : https://t.me/menebar_cahayasunnah Pertanyaan: Izin bertanya ustadz, sebagian kawan kami membeli rumah dengan car...