Showing posts with label Riya. Show all posts
Showing posts with label Riya. Show all posts

Tuesday, March 1, 2022

Ikhlas Syarat Diterima Amal

 


Jauhilah Riya'

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari 

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama bahwa ikhlas dan mutâba’ah (mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) merupakan dua syarat diterimanya amal seorang Mukmin. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١﴾ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ 

Maha suci Allâh yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Al-Mulk/57:1-2] 

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “yang lebih baik amalnya” yaitu yang lebih ikhlas dan lebih benar. Suatu amal tidak akan diterima sehingga menjadi amal yang ikhlas dan benar. Ikhlas, jika amal itu karena Allâh Azza wa Jalla , dan benar, jika amal itu di atas Sunnah (ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”. (Tafsir al-Baghawi, 1/175) 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَل إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ 

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni untuk–Nya dan untuk mencari wajah–Nya. [HR.An-Nasâ’i, no: 3140. Lihat: Silsilah Ash-Shahîhah, no: 52;  Ahkâmul Janâiz, hlm. 63] 

Oleh karena itu, sangat amat penting untuk memperhatikan, apakah amal kita memenuhi dua syarat ini? 

*RIYA’ PERUSAK IKHLAS* 

Banyak hal yang dapat merusakkan ikhlas, sehingga ibadah seseorang menjadi sia-sia, tanpa pahala. Perusak ikhlas itu antara lain adalah riya’, dan riya’ termasuk dosa besar sebagaimana dinyatakan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam kitab al-Kabâ-ir. 

*MAKNA RIYA’* 

Riya’ diambil dari kata ru’yah (melihat), secara bahasa riya’ artinya memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya. Adapun menurut istilah syara’ (agama), maka para ulama memberikan definisi-definisi yang berbeda, namun intinya sama. Yaitu: Seorang hamba yang melakukan ibadah yang seharusnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak meniatkannya untuk Allâh Azza wa Jalla , bahkan untuk tujuan duniawi. Al-‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk meraih tujuan dunia, mungkin mencari manfaat duniawi, atau pengagungan, atau penghormatan”. [Qawa’idul Ahkâm 1/147] 

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hakekat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah, asalnya mencari kedudukan di hati manusia”. [Tafsir al-Qurthubi 20/212] 

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu  mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut”. [Fathul Bari 11/136] 

*BAHAYA RIYA’* 

Riya’ merupakan dosa besar dan memiliki berbagai bahaya-bahaya, antara lain: 

1. Menggugurkan Pahala Amal Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

مَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu menjadi bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al-Baqarah/2:264] 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ 

Allâh Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Aku paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersama–Ku pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR. Muslim, no. 2985] 

2. Sifat Munafik Seseorang yang beribadah bukan karena Allâh Azza wa Jalla , tetapi agar diketahui oleh manusia,  seperti orang yang shalat ketika bersama mereka, namun ketika sendirian, dia tidak shalat. Ini termasuk kemunafikan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا 

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allâh kecuali sedikit sekali. [An-Nisa’/4:142] 

3. Kecelakaan Besar Bagi Orang-Orang Yang Riya’ 

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ ﴿٦﴾ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ 

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. [Al-Ma’un/107:4-7] 

4. Pertama Kali Yang Diadili Dan Dilemparkan Ke Neraka Adalah Orang-Orang Yang Riya’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memperingatkan dengan sangat keras dari riya’.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ  

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama kali yang akan diputuskan (pengadilannya) pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmat–Ku itu? Dia menjawab: “Aku berperang untuk–Mu sehingga aku mati syahid”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau berperang agar dikatakan ‘seorang pemberani’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. 

Dan seorang laki-laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya. Dan dia membaca Al-Qur’an. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmat–Ku itu? Dia menjawab: “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur’an untuk–Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan ‘seorang yang ‘aalim’, engkau membaca Al-Qur’an agar dikatakan ‘seorang qaari’’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. 

Dan seorang laki-laki yang Allâh luaskan rezekinya, dan Allâh juga memberikan berbagai macam harta benda. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab: “Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau menyukai infaq padanya kecuali aku berinfaq padanya untuk-Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan ‘seorang dermawan’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. [HR. Muslim, no. 1905] 

Setelah kita mengetahui bahaya riya’ ini, maka marilah kita bersihkan hati dan amal kita darinya dan dari perkara lainnya yang dapat merusak amal ibadah. Dan kita memohon keikhlasan kepada Allâh, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

 https://almanhaj.or.id/7667-jauhilah-riya.html



Sunday, November 7, 2021

Menyembunyikan Amal Shaleh Agar Terhindar dari Riya’

Silsilah Amalan Hati dan Penyakit Hati

http://ilmiyyah.com/archives/5028

🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله

والصلاة والسلام على رسول الله

Di antara tips berikutnya, tips ketiga agar kita terhindar dari riya’, yaitu usahakan kita menyembunyikan amal shalih kita. Dan ini adalah wasiat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

مَنْ اِسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُونَ لَهُ خَبِيءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ

“Barangsiapa yang mampu untuk memiliki amalan shalih yang tersembunyi, maka lakukanlah.” (HR Ahmad dalam Az Zuhdu, Ash-Shahihah 2313)

Diriwayatkan oleh Hanad bin as-Sâri rahimahullah dari Zubair bin Awwam Radhiyallahu anhu, dia mengatakan “Siapa diantara kalian yang bisa memiliki amal shaleh yang dikerjakan secara sembunyi-sembunyi, maka hendaklah dia lakukan" (Az-Zuhd, 2/444. Juga diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhd, 1/392)

Karena kalau amalan shalih tersembunyi itu pahalanya lebih besar dan lebih terjauhkan daripada riya‘. Seorang yang beramal shalih tatkala sendirian, ini menunjukkan dia bukan orang munafik. Karena dia sedang tidak mencari muka kepada manusia, dia tahu tidak ada yang melihat keculai Allah, menunjukkan dia orang beriman.

Maka ketika Hudzaifah ditanya: “Apakah aku termasuk orang munafik?” Maka Hudzaifah bertanya kepada orang tersebut: “Apakah engkau shalat tatkala sendirian?” Orang itu berkata: “Iya,” Kata Hudzaifah: “Berarti engkau bukan orang munafik.” Karena di antara tanda orang yang imannya benar-benar beriman, tidak ada kemunafikan pada dirinya, ketika dia semangat dari beribadah ketika tidak ada yang melihatnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan dia tidak berharap sedikitpun sanjungan dari manusia.

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Siapa yang mampu untuk memiliki amalan shalih yang tersembunyi, maka lakukanlah.”

📑 *Wasiat para salaf*

Ini juga wasiat para salaf. Sebagaimana perkataan Abu Hazim Salamah bin Dinar:

اكتم حسناتك كما تكتم سيئاتك

“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau sembunyikan keburukan-keburukanmu.”

Bukankah kita kalau punya keburukan atau aib maka kita sembunyikan? Kita malu menceritakannya. Kata Abu Hazim Salamah bin Dinar: “Demikianlah dengan kebaikanmu sembunyikanlah,” jangan suka obral, cerita sana-sini. Meskipun setan menggelitiki hati kita untuk cerita, jangan cerita! Kita sembunyikan amalan shalih kita. Ketahuilah amalan shalih yang tersembunyi meskipun kelihatannya sedikit namun besar di sisi Allah. Kenapa? Karena ini tanda orang beriman yang jauh daripada riya’.

Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tujuh golongan yang dinaungi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya dua yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebutkan, Nabi berkata:

رَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ

“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya kemudian dia sembunyikan sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya)

Begitu gamblang Nabi jelaskan, sampai-sampai Nabi mengatakan: “Tangan kiri tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanan.” Padahal kita tahu tangan kiri selalu bersama tangan kanan. Apa yang dikerjakan tangan kanan maka tangan kiri tahu. Dan bahkan tangan kiri adalah bagian dari tubuh seorang manusia. Tapi sebagian tubuhnya tidak tahu apa yang dikerjakan oleh tangan kanannya. Ini menunjukkan semangatnya dia untuk menyembunyikan amal shalihnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak sebutkan berapa sedekahnya, bisa jadi banyak, bisa jadi sedikit. Tapi yang menakjubkan di sini, yang membuat dia hebat pada hari kiamat kelak dan dinaungi oleh Allah dalam naungan ‘Arsy Allah adalah karena dia ikhlas menyembunyikan amal shalihnya.

Kemudian di antara tujuh golongan tersebut juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

رَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Orang yang dia sendirian kemudian dia mengingat Allah lantas dia menangis.”

Lihat amalan ini, mungkin banyak yang bisa menangis. Bahkan mungkin kapan saja dia bisa menangis. Tetapi menangis sendirian karena Allah dan tidak ada yang melihat, karena mengagungkan Allah, maka ini amalan yang hebat di sisi Allah. Kenapa? Karena dia menangis saat tidak ada yang melihat.

Kita kalau menangis di depan banyak orang, mungkin orang menangis lalu kita ikut menangis karena kita terbawa oleh suasana, oleh perasaan. Tapi ketika kita sendirian tidak ada yang tahu, semua orang sedang tidur, kemudian kita menangis karena Allah, maka ini pahala bukan sepele di sisi Allah. Karena ini menunjukkan keikhlasan, benar-benar dia mencari keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

🔖 *Praktek para salaf dalam menyembunyikan amal*

Karenanya kalau kita lihat bagaimana praktek para salaf, sangat menakjubkan. Bagaimana mereka berusaha untuk menyembunyikan amal shalih mereka. Dan ini peringatan bagi kita. Kalau para salaf dahulu mereka berusaha susah payah menyembunyikan amal shalih mereka, bahkan di antara mereka ada yang marah kalau ketahuan amal shalih mereka. Sementara sebagian kita di zaman sekarang ini bersusah payah untuk pencitraan, bersusah payah agar orang tahu seluruh amalan ibadah yang kita lakukan.

🔖 *Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib*

Di antara contoh yang menakjubkan adalah Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, yaitu yang dikenal dengan Zainal Abidin. Ali bin Husain setiap hari memikul sekarung roti atau gandum untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Ketika dia meninggal dunia, maka orang-orang miskin tersebut kehilangan sedekah yang biasa mereka dapat di pagi hari. Ketika dia dimandikan, ternyata di pundaknya Ali bin Husein ada bekas hitam. Ternyata inilah orang yang memikul gandum untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin.

Subhanallah, tidak ada yang tahu, dia diam, tidak pernah singgung-singgung, mereka baru tahu ketika dia meninggal tidak ada lagi yang bagi-bagi, siapa lagi kalau bukan dia? Apalagi ada bekas hitam di pundaknya.

Allahuakbar, betapa para salaf dahulu begitu semangat untuk menyembunyikan amal shalih mereka.

🔖 *Tamim Ad-Dari*

Lihatlah Tamim Ad-Dari, ketika ada yang bertanya kepada sahabat Tamim Ad-Dari Radhiyallahu ‘Anhu: “Bagaimana shalat malammu?” Maka marahlah Tamim Ad-Dari, dia berkata: “Demi Allah, satu rekaat saja shalatku di tengah malam tanpa diketahui oleh orang lain, itu lebih aku sukai daripada aku shalat semalam penuh kemudian aku ceritakan kepada manusia.”

Allahuakbar.. Ditanya bagaimana shalat malammu, dia marah ditanya-tanya seperti itu. Maksudnya: “Kamu tanya begitu supaya saya menceritakan amal shalih saya?” kira-kira demikianlah.

Dia mengatakan bahwa satu rakaat shalat tidak ada yang tahu lebih saya sukai daripada saya shalat semalam suntuk kemudian saya ceritakan kepada orang lain. Lihatlah Tamim Ad-Dari tidak membuka pintu riya’. Dia tidak mau cerita tentang shalat malamnya sama sekali bahkan dia marah kepada orang yang bertanya-tanya tentang ibadah rahasianya.

🔖 *Ayyub As-Sikhtiyani*

Lihatlah Ayyub As-Sikhtiyani Rahimahullahu Ta’ala sebagaimana yang disebutkan bahwa beliau shalat panjang malam. Ketika menjelang fajar, maka beliau kembali berbaring tidur, ketika terbit fajar dia pun mengangkat suaranya seakan-akan dia baru saja bangun ketika itu. Hal ini agar tersembunyikan bahwa dia tadi malam shalat malam. Maka dia kelihatannya seperti orang baru bangun tidur dengan mengangkat suara sehingga orang menyangka dia tidur pulas. Artinya apa? Dia berusaha bersusah payah untuk menyembunyikan amal shalihnya agar tidak ketahuan.

🔖 *Ibnul Mubarak*

Demikian juga cerita dari Abdullah bin Al-Mubarak Rahimahullahu Ta’ala, Muhammad bin A’yun bercerita: “Suatu hari aku bersama Abdullah bin Al-Mubarak dalam peperangan di negeri Romawi. Ketika shalat isya’ selesai, Ibnul Mubarak kemudian merebahkan kepalanya untuk menampakkan kepadaku bahwa seakan-akan dia sudah tidur. Dan aku pun pura-pura tidur. Aku letakkan tombakku di atas kepalaku kemudian aku tidur di atas tombak tersebut, seakan-akan aku juga sudah tidur.

Setelah Ibnul Mubarak menyangkaku sudah tidur, maka dia pun bangun diam-diam, pelan-pelan dan tidak seorang pun dari pasukan yang mendengarnya dan melihatnya dan dia shalat malam sampai terbit fajar. Ketika sudah terbit fajar, maka dia pun datang kepadaku untuk bangunkan aku. Dia menyangka aku tidur, padahal aku tidak tidur, aku melihat dia semalam shalat malam.

Kemudian dia berkata: ‘Ya Muhammad (Yaitu Muhammad bin A’yun), bangunlah.’ Aku lalu menimpalinya dan berkata: ‘Sesungguhnya aku tidak tidur.’ Yaitu seakan-akan Muhammad bin A’yun mengatakan: ‘Saya tadi malam melihat apa yang kau lakukan, yaitu engkau shalat malam.’

Maka ketika Ibnul Mubarak tahu bahwasanya aku tidak tidur, maka dia pun berubah sikapnya kemudian dia tidak pernah lagi berbicara dengan aku, dan dia juga tidak ramah denganku, setiap peperangan seakan-akan dia tidak suka aku mengetahui shalat malamnya. Dan itu selalu nampak di wajahnya hingga beliau wafat.

Kemudian kata Muhammad bin A’yun: ‘Aku tidak pernah melihat orang yang lebih menyembunyikan kebaikan-kebaikannya daripada Ibnul Mubarak.’”

Allahuakbar.. Ketahuan shalat malamnya dia marah. Tidak seperti sebagian kita yang ketahuan malah senang, bahagia, malah gembira, kalau perlu dishare di medsos.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini tips kelihatannya sepele tapi ini adalah perkara yang sangat penting. Agar kita bisa selamat dari riya’, jangan buka-buka pintu riya’. Hati kita ini lemah, jangan coba-coba ceritakan amal shalih kita. Hati kita ini sangat lemah.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ

Tuesday, August 3, 2021

UJUB ITU DATANG DENGAN DIAM-DIAM TANPA KITA SADARI


UJUB berbeda dengan RIYA

Kadangkala RIYA dapat dihindari, tapi UJUB masih ada.

Contoh :

Kita sholat tahajjud diam². Tidak ada yang tahu dan tidak kita ceritakan pada orang lain,  dengan harapan agar tidak RIYA ... 

maka saat kita tidak menceritakan amalan kita, kita berhasil menghindari RIYA. 

Semata-mata kita beribadah karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang lain.

Jangan cepat berpuas diri dulu, karena syaitan terus berusaha menggelincirkanmu.

Tiba-tiba  dalam hati berkata-kata, karena muncul rasa bangga terhadap diri sendiri.

" Hebat aku ini, bisa bangun setiap malam tak pernah ketinggalan sholat tahajjud, sementara orang lain tertidur pulas."

Saat hati berkata begitu, itulah yang dinamakan  UJUB. 

Walaupun berhasil untuk tidak RIYA', 

tetapi masih belum berhasil untuk tidak UJUB.

UJUB 

adalah perasaan kagum atas diri sendiri.

Merasa diri hebat, berbangga diri ...terpesona dengan kehebatan diri.

UJUB 

adalah penyakit hati yang paling tersembunyi.

Perasaan UJUB bisa datang dalam berbagai bentuk.

DIANTARA NYA :

" Orang yang rajin ibadah merasa kagum dengan ibadahnya".

" Orang yang berilmu, kagum dengan ilmunya".

" Orang yang cantik, kagum dengan kecantikannya".

" Orang yang mengelola majlis Taklim kagum dengan banyaknya jamaah & mampu menghadirkan ustadz² yang menjadi pematerinya"

" Orang yang dermawan, kagum dengan kebaikannya".

" Orang yang berdakwah, kagum dengan dakwahnya".

Sufyan At-Tsauri Mengatakan :

"UJUB adalah 

perasaaan kagum pada dirimu sendiri,  sehingga kamu merasa bahwa kamu lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya dibanding orang lain".

Padahal  semua kelebihan yang kita dapatkan  adalah kelebihan yang kita dapatkan dari Allah. 

Karena itu selayaknya kekaguman hanyalah kepada Allah, bukan kepada diri sendiri.

Dan ingatlah syaitan akan selalu menggiring manusia untuk masuk ke dalam fikiran berbangga kepada diri sendiri, agar amalan manusia tidak mendapat nilai.

IMAM NAWAWI Rahimahulloh berkata :

"Ketahuilah bahwa keikhlasan niat terkadang dihalangi oleh penyakit ujub. Barangsiapa ujub dengan amalnya sendiri, maka akan terhapus amalnya." 

(Syarh Arba’in).

Naa'udzu billaahi min dzalik.

Jauhi sifat Ujub,  jadikan amalan kita 100% karena pengabdian kepada Allah.

BAGAIMANA CARA MENGURANGI SIFAT UJUB :

1. Setiap kali terbetik di hati tentang kehebatan diri, segera istighfar memohon ampun kepada Allah.

2. Mengganggap semua kelebihan  adalah milik Allah.

3. Berdoa mohon bantuan Allah agar hati kita bisa beribadah dengan ikhlas.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ  

Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Qur'an surat Al An'am - 162)

Semoga Allah membantu kita mengikis penyakit ujub yang ada di hati.

Monday, March 15, 2021

Obat Riya’ dan Kesombongan

٩. قال ابن القيم رحمه الله

كثير ما أسمع ابن تيمية يقول (إياك نعبد) فيه علاج للرياء. و(إياك نستعين) فيه علاج للكبرياء.

Ibnul Qoyyim rohimahullah mengatakan, “Aku sering mendengar Ibnu Taimiyah mengatakan (hanya kepada Mu lah kami menyembah) merupakan obat untuk riya’ dan (hanya kepada Mu lah kami meminta pertolongan) adalah obat untuk kesombongan”.


[Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq dlm Min Hidayat Suroh Al Fatihah hal. 7]

Semoga bermanfaat,

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kita

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah

Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.

Sunday, December 20, 2020

Dunia Adalah Ajang Berbangga

Dunia jadi ajang berbangga di antara manusia, sibuk dengan memperbanyak harta dan begitu bangga dengan anak. Itulah yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,

وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

“dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”.

Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Setiap pengagum dunia begitu saling berbangga satu dan lainnya. Inilah yang sering kita lihat. Mereka sangat ingin sekali tersohor dalam hal itu dari yang lainnya.”[4]

Beliau menjelaskan lagi, “Setiap pengagum dunia  akan selalu berbangga dengan banyaknya harta dan anak dari yang lainnya. Ini suatu realitas pada pengagum dunia.”[5]

Lalu bagaimanakah sikap yang benar?

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan kembali, “Hal ini berbeda dengan orang yang mengenal dunia dan hakikatnya. Ia hanya menjadikan dunia sebagai tempat berlalu, bukan negeri yang ia menetap selamanya. Dunia hanya dijadikan negeri sebagai ajang untuk saling berlomba mendekatkan diri pada Allah. Dunia hanya jadi sarana untuk sampai pada Allah. Jika ia melihat orang yang begitu bangga dan saling berlomba dalam harta dan anak, ia balas dengan berlomba (terdepan) dalam amalan sholih.”[6]

Kalimat terakhir yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di di atas hampir sama dengan ucapan Al Hasan Al Bashri:

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam hal dunia, maka unggulilah dia dalam hal akhirat.”[7] 

Semoga Bermanfaat

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini

Wednesday, October 28, 2020

Infak dan Sedekah

Kata infak memiliki makna yang luas, mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan.

Firman Allaah dalam QS. Al-Furqan ayat 67 yang artinya :

" Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih)orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak pula kikir, diantara keduanya secara wajar."

Kta sedekah tidak hanya terbatas pada memberikan sejumlah harta kepada orang lain, akan tetapi mencakup seluruh bentuk amal kebajikan.

Dari jabir r.a berkata, Rasulullaah SAW bersabda, yang artinya :

"Setiap kebaikan adalah ibadah"

Seorang muslim dianjurkan untuk memperbanyak sedekah dan infak pada berbagai jenis jalan kebaikan serta membiasakan diri untuk memberi dan tidak pelit/kikir. Hal yang demikian akan mendatangkan banyak pahala dari Allaah SWT.

Allaah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 245, yang artinya :

" Barangsiapa meminjami Allaah dengan pinjaman yang baik (menginfakan hartanya dijalan Allaah), maka Allaah akan melipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak."

Allaah juga berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 261 yang artinya :

" Perumpamaan orang-orang yang menginfakan hartanya dijalan Allaah seperti sebutir biji yang menumbuhkan 7 tangkai, pada setiap tangkaiada seratus biji. Allaah melipat gandakan bagi siapa yang dikehendaki. Dan Allaah Maha Luas, Maha Mengetahui."

Rasulullaah SAW yang artinya :

" Pada setiap pagi hari selalu ada 2 malaikat yang turun. Salah satu dari mereka berdoa, ya Allaah berikanlah pahala kepada orang yang berinfak, sedangkan yang lain berdoa, ya Allaah, berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan hartanya." (Muttafaq Alaih)

Sedekah dan infak dianjurkan pada setiap waktu. Namun pada keadaan - keadaan tertentu kita dianjurkan untuk lebih memperbanyak lagi, antara lain :

1. Diwaktu-waktu yang utama, seperti bulan Ramadhan

2. Ditempat-tempat yang utama, seperti mekkah dan madinah

3. Di waktu - waktu yang sangat dibutuhkan seperti pada saat ada bencana kelaparan dan lain - lain. Seperti firman Allaah dalam QS. Al-Balad ayat 14 yang artinya :

" Atau memberi pada hari kelaparan."

4. Kepada kerabat yang membutuhkan sebelum kepada orang lain.

Rasulullaah bersabda, yang artinya :

" Sedekah kepada orang yang miskin mendapat pahala sedekah saja, sedangkan sedekah kepada orang yang mempunyai kekerabatan mendapat dua pahal, yaitu pahala sedekah dan silaturahmi."(HR. Tirmidzi)

Adab-adab bersedekah :

1. Ikhlas karena Allaah

Karena Allaah tidak menerima amalan dari seseorang kecuali yang ikhlas karena-Nya.

2. Tidak menyebut-nyebut pemberiannya dan menyakiti orang yang menerimanya.

Seperti firman Allaah dalam QS. Al-Baqarah ayat 264 yang artinya :

" Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia."

3. Bersedekah dengan sembunyi - sembunyi, karena yang demikian itu menjauhkan pelakunya dari sifat riya', kecuali jika menampakannya ada mashlahat seperti agar dicontoh / memotivasi orang lain.

Seperti firman Allaah dalam QS. Al-Baqarah ayat 271 yang artinya :

" Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang Fakir, maka iti lebih baik."

4. Dianjurkan untuk bersedekah dengan harta yang terbaik dan yang dicintai.

Allaah berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 92 yang artinya :

" Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai."

Semoga bermanfaat

Baca juga : Kajian terbaru Kami

Saturday, February 15, 2020

RIYA DAN TANDA-TANDANYA



🎙️ *Berkata Asy Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan hafidzhahullah :*

الـــرياء : 
هـو أن يعـمل الإنـسان العـمل الصـالح لأجـل أن يـراه الـناس فيمـدحوه .
وهـو محـبط للعـمل ، ومـوجب للعـقاب ، وهـو شـيء فـي القلـب .
وقـد سـماه النبـي ﷺ [ الشـرك الخـفي ] .

*"Riya' adalah seseorang melakukan amal shalih agar supaya manusia melihatnya lalu memujinya.* 
*Riya' ini membatalkan amal, menyebabkan  adzab (bagi pelakunya), dan ia adalah sesuatu yang ada di dalam hati. Dan Nabi ﷺ menamainya dengan syirik yang samar (khafy).* 

ومــن عــلاماته :
أن ينشـط الإنـسان فـي العمـل إذا كـان يـراه النـاس ، وإذا كانـوا لا يـرونه ؛ تـرك العـمل .

*Dan di antara tanda-tandanya adalah  seseorang semangat dalam beramal apabila manusia melihatnya, dan apabila manusia tidak melihatnya iapun meninggalkan amal.* 

والـذي يبتلـى بالـرياء :
" يُنصـح بالخـوف مـن الله ، ويـذكر باطـلاع الله علـى مـا فـي قـلبه ، وشـدة عـقوبته للمـرائين ، وبـأن عملـه سيكـون تعبـا بـلا فائـدة ، وبـأن الـناس الـذين عـمل مـن أجـل مدحـهم سيـذمونه ويمقـتونه ولا ينفعـونه بشـيء ".

*Maka orang yang di timpa dengan riya', di nasehatkan padanya agar takut kepada Allah, dan di ingatkan bahwa Allah melihat apa yang ada di dalam hatinya, kerasnya hukuman-Nya kepada orang yang riya', dan bahwa amalnya akan menjadi kelelahan yang tidak ada manfaatnya, dan bahwa manusia yang karena pujiannya ia beramal, kelak akan mencelanya, membencinya dan tidak akan memberinya manfaat".* 

📚 المنتقى مـن فتاوى الـفوزان(12 /4)

Di terjemahkan oleh 
Abu Sufyan Al Makassary..✍️ •┈┈•┈┈•⊰•❁✦✿✦❁•⊱•┈┈•┈┈•

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖