Wednesday, December 5, 2018

Beda Shalat Syuruq dengan Shalat Dhuha


Apa beda antara shalat syuruq dan shalat dhuha?. Jika orang sudah shalat syuruq, apakah masih perlu shalat dhuha?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita akan melihat definisi dhuha. Dhuha adalah nama untuk waktu. Secara bahasa “Dhuha” diambil dari kata ad-Dhahwu [arab: الضَّحْوُ] artinya siang hari yang mulai memanas. (Al-Ain, kata: ضحو).

Allah berfirman:

وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَى

“Di surga kamu tidak akan menglami kehausan dan kepanasan karena sinar matahari” (QS. Thaha: 119).

Kaitannya dengan makna bahasa kata dhuha, pada ayat di atas, Allah menyebutkan kenikmatan ketika di surga, salah satunya tidak kepanasan karena sinar matahari, yang itu diungkapkan dengan kata: [وَلَا تَضْحَى].

Sedangkan menurut ulama ahli fiqh, Dhuha artinya,

ما بين ارتفاع الشمس إلى زوالها

“Waktu ketika matahari mulai meninggi sampai datangnya zawal (tergelincirnya matahari). (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27/221).

Nama “shalat dhuha” dikaitkan kepada waktu. Seperti shalat dzuhur, atau shalat maghrib, dst. Nama-nama ini dikaitkan dengan waktu. Sehingga shalat dhuha berarti shalat yang dilaksanakan di waktu dhuha.

Sebagaian ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa waktu mulainya shalat dhuha adalah tepat setelah terbitnya matahari. Namun dianjurkan untuk menundanya sampai matahari setinggi tombak. Pendapat ini diriwayatkan An Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah.

Sebagian ulama syafi’iyah lainnya berpendapat bahwa shalat Dhuha dimulai ketika matahari sudah setinggi kurang lebih satu tombak. Pendapat ini ditegaskan oleh Ar Rofi’i dan Ibn Rif’ah.

Demikian yang menjadi pendapat Imam Abu Syuja’ dalam matan At-Taqrib, ketika beliau menjelaskan waktu-waktu yang terlarang untuk shalat. Hal yang sama juga menjadi pendapat Imam Al-Albani. Beliau ditanya tentang berapakah jarak satu tombak. Beliau menjawab: “Satu tombak adalah 2 meter menurut standar ukuran sekarang.” (Mausu’ah Fiqhiyah Muyassarah, 2/167). Sebagian ulama’ menjelaskan, jika diukur dengan waktu maka matahari pada posisi setinggi satu tombak kurang lebih 15 menit setelah terbit.

Shalat Syuruq
Kita beralih ke shalat syuruq. Syuruq artinya terbit. Syaraqat as-Syamsu [شَرَقَتِ الشَّمْسُ] artinya matahari terbit.

Istilah shalat syuruq juga dikaitkan dengan waktu. Shalat syuruq berarti shalat yang dikerjakan di waktu matahari terbit.

Diantara syarat dalam pelaksanaan shalat syuruq yang perlu diperhatikan, shalat ini dikerjakan ketika matahari sudah meninggi, kurang lebih satu tombak dalam pandangan mata manusia. Karena ketika matahari tepat di garis terbit, kita dilarnag melakukan shalat.

Dari Uqbah bin Amir radhiallahu anhu dia berkata:

ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيْهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَانَا: حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِيْنَ يَقُوْمُ قَائِمُ الظَّهِيْرَةِ حَتَّى تَمِيْلَ الشَّمْسُ، وَحِيْنَ تَضَيَّف لِلْغُرُوْبِ حَتَّى تَغْرُبَ

“Ada tiga waktu di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan jenazah kami: [1] ketika matahari terbit sampai tinggi, [2] ketika seseorang berdiri di tengah bayangannya sampai matahari tergelincir dan [3] ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim 1926)

Berdasarkan penjelasan di atas, berarti mulainya waktu dhuha dan waktu syuruf itu sama, yaitu ketika matahari telah terbit setinggi satu tombak. Sehingga kesimpulannya “shalat syuruq adalah shalat dhuha di waktu yang paling awal.”

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

سنة الإشراق هي سنة الضحى ، لكن إن أديتها مبكراً من حين أشرقت الشمس وارتفعت قيد رمح فهي صلاة الإشراق، وإن كان في آخر الوقت أو في وسط الوقت فإنها صلاة الضحى

Shalat sunah syuruq termasuk shalat dhuha, hanya saja dikerjakan di awal waktu, ketika matahari terbit, dan sudah naik sekitar satu tombak, itulah syarat isyraq. Namun jika dilakukan di akhir waktu atau di pertengahan waktu maka statusnya shalat dhuha. (Liqa’at Bab al-Maftuh, 24/141)

Sehingga orang yang mengerjakan shalat syuruq hakekatnya dia mengerjakan shalat dhuha.

Bagi orang yang sudah mengerjakan shalat syuruq, bolehkah mengerjakan shalat dhuha?

Shalat dhuha tidak harus dilakukan di satu titik waktu, tapi boleh dikerjakan di sepanjang rentang waktu dhuha, yaitu sejak matahari setinggi satu tombak hingga sebelum waktu istiwa’ (matahari tepat di tengah).

Karena itu, bagi yang sudah mengerjakan shalat dhuha di awal waktu, dia boleh mengerjakan shalat dhuha di akhir waktu.. misal jam 6:30 mengerjakan shalat syuruq, sewaktu di kantor mengerjakan shalat dhuha.

Demikian..

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/31158-beda-shalat-syuruq-dengan-shalat-dhuha.html

Teknis Dzikir Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Teknis dzikir yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menghitung dengan jari dan bukan dengan bantuan alat, seperti kerikil atau tasbih.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُهُنَّ بِيَدِهِ

“Saya melihat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung dzikir beliau dengan tangannya.” (HR. Ahmad 6498 dan dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth).

Kemudian dari seorang sahabat wanita, Yusairah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada kami (para sahabat wanita),

يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَينَ، عَلَيْكُنَّ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالتَّقْدِيسِ، وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ، وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ

“Wahai para wanita mukminah, kalian harus rajin bertasbih, bertahlil, mensucikan nama Allah. Janganlah kalian lalai, sehingga melupakan rahmat. Hitunglah dengan jari-jari kalian, karena semua jari itu akan ditanya dan diminta untuk bicara.” (HR. Ahmad 27089, Abu Daud 1501, Turmudzi 3583, dan sanadnya dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth dan Al-Albani).

Yusairah bintu Yasir Al-Anshariyah adalah sahabat wanita. Beliau termasuk salah satu wanita yang ikut menjadi peserta Baiat aqabah.

Ketika menjelaskan hadis Yusairah, Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan,

ومعنى العقد المذكور في الحديث إحصاء العد، وهو اصطلاح للعرب بوضع بعض الأنامل على بعض عُقد الأُنملة الأخرى، فالآحاد والعشرات باليمين، والمئون والآلاف باليسار، والله أعلم

Makna kata ‘al-aqd’ (menghitung) yang disebutkan dalam hadis [pada kata: وَاعْقِدْنَ] adalah menghitung jumlah dzikir. Ini merupakan istilah orang arab, yang bentuknya dengan meletakkan salah satu ujung jari pada berbagai ruas jari yang lain. Satuan dan puluhan dengan tangan kanan, sementara ratusan dan ribuan dengan tangan kiri. Allahu a’lam. (Nataij Al-Afkar fi Takhrij Ahadits Al-Adzkar, 1/90).

Ibnu Alan menjelaskan bahwa cara ‘al-aqd’ (menghitung dengan tangan) ada dua:

Al-Aqd bil mafashil (menghitung dengan ruas jari)
Al-Aqd bil ashabi’ (menghitung dengan jari)
Beliau mengatakan,

والعقد بالمفاصل أن يضع إبهامه في كل ذكر على مفصل، والعقد بالأصابع أن يعقدها ثم يفتحها

“Al-Aqd bil mafashil (menghitung dengan ruas jari), bentuknya adalah meletakkan ujung jempol para setiap ruas, setiap kali membaca dzikir. Sedangkan Al-Aqd bil ashabi’ (menghitung dengan jari), bentuknya adalah jari digenggamkan kemudian dibuka satu persatu.

Haruskah Dzikir dengan Tangan Kanan?
Terdapat hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح. وزاد محمد بن قدامة -شيخ أبي داود- في روايته لفظ: “بيمينه”

“Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bacaan tasbih dengan tangannya.” Sementara dari jalur Muhammad bin Qudamah – gurunya Abu Daud – terdapat tambahan: “dengan tangan kanannya” (HR. Abu Daud 1502 dan dishahihkan Al-Albani)

Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama menganjurkan untuk menghitung dzikir dengan jari-jari tangan kanan saja. Hanya saja, sebagian ulama menilai bahwa tambahan ‘dengan tangan kanannya’ adalah tambahan yang lemah. Sebagaimana keterangan Syaikh Dr. Bakr Abu Zaid. Sehingga dianjurkan untuk menghitung dzikir dengan kedua tangan, kanan maupun kiri.

Kesimpulan yang tepat dalam hal ini, dzikir dengan tangan kanan hukumnya dianjurkan, meskipun boleh berdzikir dengan kedua tangan dibolehkan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menggunakan anggota badan yang kanan untuk hal yang baik. Sebagaimana keterangan Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan bagian yang kanan ketika mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci, dan dalam semua urusan beliau.” (HR. Bukhari 168).

Dan menghitung dzikir termasuk hal yang baik, sehingga dilakukan dengan tangan kanan, lebih baik. (Simak Fatwa Islam, no. 139662)

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/20042-cara-dzikir-rasulullah.html

Reposting di Group WA Info Kajian Purwokerto.
Utk bergabung di Group & Mendapatkan BC Info Kajian Purwokerto setiap harinya silahkan hubungi 0812-1541-5112 WA Only.

Dukung kami menebar Ilmu Syariah melalui Masjid2 di sekitaran Purwokerto dg Donasi ke Rekening Info Kajian Purwokerto, Bank Syariah Mandiri (BSM) Kode Bank (451) 7.122.122.144 Dwiana Wulandari.

Info Kajian Purwokerto menerima pengumpulan dana RIBA yg nantinya digunakan kembali utk melawan RIBA, spt penerbitan buletin dan aktivitas Anti RIBA yg lain.

Monday, April 9, 2018

Bila hp Bunyi Ketika Solat

Bila Handphone Berbunyi Ketika Shalat 


Apa yang semestinya dilakukan bila handphone kita berbunyi karena ada yang menelpon ketika kita sedang shalat? Menjawab telepon? Mengambilnya dari kantong lalu mematikannya? Bagaimana bila telepon rumah? Membatalkan shalat? Atau dibiarkan saja berbunyi sampai mati sendiri?

Kita simak fatwa-fatwa dari para ulama berikut ini:

Fatwa 1

Bagaimana hukum tentang telepon yang berdering ketika shalat dengan ringtone, sedangkan ringtone-nya itu berupa lagu barat yang haram atau makruh. Bagaimana hukumnya jika pemilik telepon itu sengaja tidak mematikannya? Padahal dimana-mana sudah ditempel sticker larangannya, imam pun melarang, orang-orang pun melarang, namun sebagian orang tidak mempedulikannya. Lalu bagaimana pula hukumnya jika tidak sengaja?

Syaikh Abdullah Al Faqih –hafizhahullah– menjawab:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:

Setiap muslim wajib untuk bertaqwa kepada Allah dalam setiap hal. Wajib pula bagi kaum muslimin untuk berusaha khusyuk dalam shalat dengan menjauhkan hal-hal yang bisa memalingkan hatinya  dari kesibukan shalat. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallamberkata:

إن في الصلاة لشغلا

“Sungguh, shalat itu sangatlah sibuk” (Muttafaqun ‘Alaih)

Diantara usaha untuk mencapai kekhusyukan adalah mematikan handphone, atau membuatnya silent. Karena jika tidak demikian, handphonetersebut bisa menimbulkan kegelisahan bagi jama’ah shalat atau bahkan gangguan. Jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam saja pernah teralihkan perhatiannya gara-gara sebuah khamishah (selimut hitam) sehingga berkurang kekhusyukan beliau, maka bagaimana lagi dengan suara ringtone yang nyaring dan mengganggu tersebut? Tidak ragu lagi bahwaringtone tersebut lebih menganggu dan lebih mengurangi kekhusyukan.

Jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana dalam riwayat Imam Ahmad, beliau melarang kita mengeraskan suara bacaan Qur’an kita ketika ada yang sedang shalat, maka bagaimana lagi dengan suara ringtone handphone?

Maka, jika seseorang sengaja tidak mematikan -atau tidak mengeset silent– handphone-nya, ia telah melakukan perbuatan yang paling minimal makruh hukumnya. Dan bahkan terkadang bisa sampai kepada tingkatan haram.

Namun jika memang lupa untuk mematikannya, maka tentu tidak ada dosa baginya. Lalu, yang semestinya ia lakukan adalah segera mematikan suara handphone-nya, walaupun sedang shalat. Karena beberapa gerakan kecil ini sama sekali tidak mempengaruhi keabsahan shalatnya.

Adapun jika ringtone tersebut berupa lagu barat atau berupa nada-nada musikal, maka tidak ragu lagi keharamannya. Karena alat musik dan nyanyian itu haram hukumnya berdasarkan sabda NabiShallallahu’alaihi Wasallam:

ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف

“Sungguh akan ada diantara umatku yang akan menghalalkan zina, sutra, khamr, dan alat musik” (HR. Bukhari)

Seseorang hendaknya bertaqwa kepada Allah untuk tidak menganggu kaum muslimin dengan bunyi-bunyian yang mungkar ini, padahal mereka sedang menghadap kepada Rabb-nya. Kita memohon kepada Allah, semoga Allah memberikan hidayah kepada seluruh kaum muslimin dan memberikan kebaikan atas mereka. Wallahu’alam.

Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&lang=A&Id=119943&Option=FatwaId

Fatwa 2

Beberapa orang sedang mengerjakan shalat berjama’ah di rumah (tanpa dijelaskan shalat sunnah atau wajib, -pent). Jika telepon rumah berdering dengan suara dering yang menggangu konsentrasi dan lama bunyinya, bolehkah orang yang shalat tersebut menyegerakan shalatnya atau menunda dahulu shalatnya lalu dia mengangkat telepon, kemudian mengeraskan suara shalat sehingga penelpon tahu bahwa mereka sedang shalat? Diqiyaskan dengan bolehnya membukakan pintu bagi orang yang mau masuk atau mengeraskan suara baginya.

Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta menjawab:

Jika seseorang shalat dalam keadaan demikian, boleh baginya untuk sedikit menyegerakan shalatnya, atau boleh juga untuk menunda shalatnya. Ia bisa bergerak ke kanan atau ke kiri untuk mengangkat telepon, dengan syarat, tetap menghadap kiblat.  Kemudian ia mengangkat telepon lalu mengucapkan:Subhaanallah, agar si penelpon memahami keadaannya. Hal ini sebagaimana dalam hadits yang terdapat dalam Shahihain:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل أمامة بنت ابنته، فإذا ركع وضعها وإذا قام حملها

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat sambil menggendong Umamah, cucu beliau. Jika beliau ruku, beliau meletakkan Umamah. Jika beliau berdiri, beliau menggendong Umamah kembali” (HR. Bukhari 516, Muslim 543)

Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan:

وهو يؤم الناس في المسجد

“Ketika itu beliau sedang menjadi imam shalat di masjid“

Dan juga sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan yang lainnya, dari ‘AisyahRadhiallahu’anha, ia berkata:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي في البيت والباب عليه مغلق فجئت فمشى حتى فتح لي ثم رجع إلى مقامه، ووصفت أن الباب في القبلة

“Suatu ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedang shalat di rumah dan pintu rumah tertutup. Lalu aku datang hendak masuk. Beliau pun berjalan lalu membukakan pintu kemudian melanjutkan shalat di tempatnya semula. Dan digambarkan bahwa pintu tersebut ada di arah kiblat” (HR. Ahmad, 31/6; An Nasa’i, 1/178; At Tirmidzi: 2/497)

Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من نابه شيء في صلاته فليسبح الرجال وليصفق النساء

“Barangsiapa yang ingin memberitahu sesuatu ketika sedang shalat, maka untuk laki-laki ucapkanlah ‘Subhaanalah’, untuk wanita tepukkanlah tangan” (HR. Bukhari 1234, Muslim 421)

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Tertanda,

Abdullah bin Qu’ud (Anggota)Abdullah bin Ghuddayan (Anggota)Abdurrazaq Afifi (Wakil ketua)Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz (Ketua)

Sumber: http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&PageID=2214&PageNo=1&BookID=3

Fatwa 3

Apakah seseorang yang sedang shalat wajib atau shalat sunnah dibolehkan membukakan pintu? Atau bolehkah ia menjawab telepon dengan ucapan ‘Allahu Akbar‘? Jika ia memang sedang menunggu telepon yang penting.

Syaikh Abdullah bin Jibriin –rahimahullah– menjawab:

Terdapat hadits dalam beberapa musnad dan sunan, dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau berkata:

طرقت الباب على النبي -صلى الله عليه وسلم- وهو يُصلي والباب في قبلته فمشى قليلا حتى فتح

“Aku ingin masuk ke rumah ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedang shalat. Letak pintu ada di arah kiblat. Beliau pun berjalan sedikit sampai membukakan pintu untukku“

Hadits ini menunjukkan bahwa berjalan satu atau dua langkah ketika shalat tidaklah membatalkan shalat. Baik dalam shalat sunnah maupun shalat wajib. Yang bisa membatalkan shalat adalah banyak bergerak tanpa ada kebutuhan mendesak.

Juga diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa mereka shalat sambil memegang tali kekang hewan tunggangannya. Bila hewan tunggangannya beranjak, ia pun ikut berjalan, walaupun masih sedang shalat. Hal tersebut dilakukan karena khawatir hewan tunggangannya  terlepas sehingga memutuskan perjalanannya.

Adapun tentang menjawab telepon ketika shalat, hal ini tidak diperbolehkan. Karena hal tersebut termasuk berbicara yang tidak diperbolehkan dalam shalat. Kecuali jika memang tidak banyak memerlukan gerakan, dibolehkan mengangkat telepon lalu mengucapkan takbir atau tasbih, karena takbir dan tasbih adalah bagian dari shalat.

http://ibn-jebreen.com/ftawa.php?view=vmasal&subid=7232&parent=786


Kesimpulannya yang bisa kami tangkap, andai ketika shalat handphone kita berdering, maka dapat melakukan salah satu dari beberapa solusi berikut:

Bersegera menyelesaikan shalat, jika shalat sendirian atau menjadi imamMengambilnya dari kantong lalu mematikannya atau mengesetnya ke mode silenceMengambilnya dari kantong lalu menjawab telepon dengan ucapan ‘Subhanallah‘ atau ‘Allahu Akbar‘

Jika handphone tidak di kantong, misal ada di tas yang berada beberapa meter dari kita, atau jika kasusnya terjadi pada telepon rumah, maka dapat melakukan salah satu dari beberapa solusi berikut:

Bersegera menyelesaikan shalat, jika shalat sendirian atau menjadi imamJika tidak terlalu jauh, melangkah menuju telepon lalu mematikannyaJika tidak terlalu jauh, melangkah menuju telepon lalu menjawab telepon dengan ucapan ‘Subhanallah’ atau ‘Allahu Akbar’

Dari penjelasan Syaikh Ibnu Jibriin juga bisa diambil mafhum bahwa jika jarak antara kita dengan telepon sangat jauh, membutuhkan langkah yang banyak, maka tidak diperbolehkan berjalan untuk mengangkatnya. Karena dapat menyebabkan gerakan yang sangat banyak sehingga tidak lagi dianggap sebagai orang yang sedang shalat, dan dapat memalingkan kita dari kesibukan shalat, padahal saat shalat itu hati dan pikiran kita sangatlah sibuk, sebagaimana dikatakan dalam hadits yang sudah disebutkan di atas. Allahu’alam.


Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

Tuesday, March 13, 2018

Akibat Jika Sering Ada Tamu dirumah Kita


ذهبت إمرأة تشتكي عند رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم من زوجها .. 
*Ada seorang perempuan mengeluh kepada Rosulullah SAW karena perilaku suaminya*

كان زوجها يدعوا الناس في بيتها ويكرمهم وكثرة الضيوف سبب لها المشقة والتعب
Suaminya selalu mengundang orang-orang datang ke rumahnya dan  menjamunya sehingga tamu+tamu tsb menyebabkan sang istri menjadi repot dan merasa kecapekan.

فخرجت من عند رسول الله ولم تجد الجواب منه
Lalu wanita tsb keluar meninggalkan Rasul dan tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Rasul

 وبعد فترة ذهب رسول الله إلى زوجها وقال له إني ضيف في بيتك اليوم
Setelah beberapa waktu...
Rasul SAW pergi ke rumah suami-istri tsb, Rosul bersabda kepada sang suami, " Sesungguhnya aku adalah tamu di rumahmu hari ini."

سعد الزوج بالخبر وذهب إلى زوجته وأخبرها إن ضيفا عندنا اليوم وهو رسول الله
Betapa bahagianya sang suami demi mendengar ucapan Rasul tersebut, maka dia segera menghampiri istrinya untuk mengabarkan bahwa tamu hari ini adalah Rasul Saw

سعدت الزوجة بالخبر وطبخت كل ما لذ وطاب وهي راضية ومن طيب خاطرها
Si istri pun merasa bahagia karena kabar tersebut, dia pun segera memasak makanan yang lezat dan nikmat. Dia lakukan hal tersebut dengan penuh rasa bahagia di dalam hatinya

وعندما ذهب رسول الله إليهم ونال كرمهم وطيبة ورضى الزوجة
Ketika Rosul akan pergi dari rumahnya setelah beliau mendapatkan kemuliaan dan merasa bahagia dengan keridhoan pasangan itu
قال للزوج عندما أخرج من بيتك دع زوجتك تنظر إلى الباب الذي أخرج منه
Rosul bersabda kepada suaminya, " Ketika aku akan keluar nanti dari rumahmu, panggil istrimu dan perintahkan dia untuk melihat ke pintu tempat aku keluar."

فنظرت الزوجة إلى رسول الله وهو يخرج من بيتها والدواب والعقارب وكل ضرر يخرج وراء رسول الله
Maka sang istri melihat Rosul keluar dari rumahnya diikuti oleh binatang-binatang melata, seperti kalajengking dan berbagai binatang yang berbahaya lainnya di belakang Rosul Saw
فصعقت الزوجة من شدة الموقف وتعجبت مما رآت
Terkejutlah sang istri dengan apa yang dilihat di depannya.

فقال لها رسول الله هكذا دائما عندما يخرج الضيوف من بيتكِ يخرج كل البلاء والضرر والدواب من منزلكِ 
Maka Rasul Saw bersabda, " Seperti itulah yg terjadi. Setiap kali tamu keluar dari rumahmu, maka keluar pula segala bala, bahaya dan segala binatang yang membahayakan dari rumahmu."
فهنا الحكمة من إكرام الضيف وعدم الضجر.
"Maka inilah hikmah  memuliakan tamu dan tidak berkeluh kesah karena kedatangannya."

البيت الذي يكثر فيه الضيوف .. بيت يحبه الله. . .
Rumah yang banyak dikunjungi tamu adalah rumah yang dicintai ALLAH.
 ما أجمل البيت المفتوح للصغير والكبير.
Begitu indahnya rumah yang selalu terbuka untuk anak kecil atau dewasa 
 بيت تتنزل فيه رحمات وبركات السماء ..
Rumah yang di dalamnya turun rahmat  dan berbagai keberkahan dari langit.

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " إذا أراد الله بقوم خيراً أهدى لهم هدية.
Rasul Saw bersabda, " Jika ALLAH menginginkan kebaikan terhadap satu kaum, maka ALLAH akan memberikan hadiah kepada mereka
قالوا: وما تلك الهدية؟
Para sahabat bertanya, " Hadiah apakah itu,  ya Rasul ?"
 قال: الضيف ينزل برزقه، ويرتحل بذنوب أهل البيت ".
Rosul bersabda, "Tamu akan menyebabkan turunnya rezeki untuk pemilik rumah dan  menghapus dosa-dosa penghuni rumah."

وقال صلى الله عليه وسلم: كل بيت لا يدخل فيه الضيف لا تدخله الملائكة ".
Rasul Saw bersabda, "Rumah yang tidak dimasuki tamu(tidak ada tamu), maka malaikat rahmat tidak akan masuk ke dalamnya,"

 وقال صلى الله عليه وسلم: " الضيف دليل الجنة ".
Rasul Saw bersabda, "Tamu adalah penunjuk jalan menuju surga."

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه
Rosul SAW bersabda, "Barangsiapa beriman kepada ALLAH dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya,"

Semoga bermanfaat

Selamat Istirahat...

Monday, January 22, 2018

ANNISAA


AL - MAIDAH


Empat Sifat Yang Terbebas dari Api Neraka



Sahabat , ingin merasakan jilatan api neraka di tubuh kita? Tentu tidak yaa...

Jangankan api neraka, tersundut api dari korek atau putung rokok yang masih menyala saja sudah terasa perih di kulit.

Nah, jika berharap tidak disentuh api neraka, jadilah salah 1 dari 4 jenis manusia seperti ini yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam berikut ini:

‎ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻣَﺴْﻌُﻮﺩٍ، ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ،ﻗَﺎﻝَ :ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ : ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ

"Maukah kalian aku tunjukkan orang yang Haram baginya tersentuh api neraka?"

Para sahabat berkata,
"Mau, wahai Rasulallah!"

Beliau menjawab:
"(yang Haram tersentuh api neraka adalah) orang yang *"Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl"*
(H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

Apa itu Hayyin? Ternyata ialah orang yang memiliki ketenangan dan keteduhan lahir maupun batin. Cirinya tidak mudah memaki, melaknat orang lain, serta teduh jiwanya. 

Sudahkah kita memiliki sifat orang yang Hayyin?

Kemudian Layyin. Yaitu, Orang yang lembut dan santun, baik dalam bertutur-kata atau bersikap atau berprilaku. Tidak kasar, tidak semaunya sendiri. Lemah lembut dan selalu menginginkan kebaikan untuk sesama manusia.

Mirip dengan Hayyin, Layyin juga bukanlah tipe orang yang mudah berkata kasar atau jorok. Senantiasa mengharapkan kebaikan untuk orang lain.

Selanjutnya, tipe Qarib. Yaitu, Orang yang cepat dekat dengan siapa saja. Cepat akrab, ramah & enak diajak bicara, menyenangkan bagi orang yang diajak bicara. Dan murah senyum jika bertemu. Tidak jutek atau galak pada orang lain.

Terakhir, tipe Sahl. Yaitu, Orang yang memudahkan urusan orang lain/sesama. Ringan tangan Orang yg tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada solusi bagi setiap permasalahan. 

Subhanallah... semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang Allah haramkan api neraka atasnya.
Semoga bermanfaat.

Monday, January 15, 2018

Pinjaman Yang Terbaik

Meminjamkan yang paling baik
------------------
Sahih al-Bukhori:2438

عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

أَرْبَعُونَ خَصْلَةً أَعْلاَهُنَّ مَنِيحَةُ الْعَنْزِ. مَا مِنْ عَامِلٍ يَعْمَلُ بِخَصْلَةٍ مِنْهَا رَجَاءَ ثَوَابِهَا وَتَصْدِيقَ مَوْعُودِهَا إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ بِهَا الْجَنَّةَ.

Dari Abdullah ibn Amr ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda:

Ada empat puluh sifat (amalan) baik, yang tertingginya adalah meminjamkan seekor kambing. Tidaklah seseorang beramal dengan salah satu dari sifat tersebut, dengan mengharap pahala darinya dan membenarkan apa yang dijanjikan padanya, melainkan Allah akan memasukkannya dengan amalnya ke dalam surga.

Pesan :
Meminjamkan yang paling baik adalah meminjamkan seekor kambing agar dapat dimanfaatkan susunya, kemudian dikembalikan kepada pemiliknya. Jika saat meminjamkan orang itu ikhlas, mengharapkan pahala dan membenarkan apa yang dijanjikan oleh Allah, maka Allah akan memasukkan orang tersebut ke dalam surga-Nya.

Miskin Yang Sebenarnya

Orang yang miskin
------------------
Sahih al-Bukhori:1382

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي تَرُدُّهُ الأُكْلَةَ وَالأُكْلَتَانِ وَلَكِنْ الْمِسْكِينُ الَّذِي لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِي أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا.

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw bersabda:

Tidaklah termasuk orang miskin seseorang yang jika diberi satu atau dua suap akan menerima dan pulang, melainkan orang miskin adalah orang yang tidak memiliki kecukupan namun dia malu atau tidak meminta-minta kepada manusia dengan memaksa.

Pesan :
Orang yang miskin bukanlah orang yang jika diberi satu suap atau dua suap akan merasa cukup lalu kembali ke rumahnya, namun orang yang miskin adalah orang yang malu meminta, tidak diketahui tentang keadaannya karena ia tidak pernah meminta-minta kepada orang lain. Orang seperti itulah yang harus kita cari dan kita bantu memenuhi kebutuhannya. Mulailah dengan orang di sekitar lingkungan anda, karena bisa jadi orang yang tidak pernah anda duga adalah orang yang sedang sangat membutuhkan.

Saturday, January 13, 2018

Jihad Dengan Harta || Hadist al-Bukhori 2578

Jihad dengan harta
------------------
Sahih al-Bukhori:2578

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

مُؤْمِنٌ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ. قَالُوا: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: مُؤْمِنٌ فِي شِعْبٍ مِنْ الشِّعَابِ يَتَّقِي اللَّهَ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ.

Dari Abu Sa'id al-Khudri ra, dia berkata: Ditanyakan: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama? Maka Rasulullah saw bersabda:

Seorang mu'min yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya. Mereka bertanya: Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab: Seorang mu'min yang tinggal di suatu jalan pada pegunungan, bertaqwa kepada Allah dan menjauhkan manusia dari kejahatannnya.

Pesan :
Mengeluarkan harta di jalan Allah adalah perbuatan yang sangat terpuji, hingga disebut oleh Rasullah bahwa seorang mu'min yang berjihad dengan jiwa dan hartanya adalah orang yang paling utama.