Skip to main content

RAMADHAN DAN TURUNNYA AL-QUR-AN

Oleh Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar 

*PENDAHULUAN* 

Allah تبارك وتعالى telah berfirman: 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ 

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)…” [al-Baqarah/2: 185] 

Al-Qur-an diturunkan pada bulan Ramadhan, di mana petunjuk dan berbagai pengaruh serta nilainya telah terealisasi di muka bumi ini. Dan pada bulan ini pula al-Qur-an diturunkan sebagai ilmu dan pengetahuan, sebagai penunjuk jalan (kehidupan) sekaligus sebagai norma untuk berpijak. Sebelumnya, kekufuran telah merebak luas dan menghantui manusia. Tetapi ketika al-Qur-an datang, kekufuran itu terhenti, kegelapan pun terusir dan ruh kembali bersemangat untuk memasuki kehidupan. Sebab, risalah Islam akan dapat mempengaruhi dimensi ruh dalam kehidupan serta menjalankan fungsinya dalam merubah wajahnya yang gelap menjadi wajah yang terang bersinar, yang membawa kecintaan, kejernihan, hidayah dan bimbingan. 

Al-Qur-an al-Karim memberikan petunjuk kepada manusia secara keseluruhan dan ia menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa secara khusus. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ 

“Itulah Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” [al-Baqarah/2: 2] 

Selain itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: 

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ﴿١٥﴾يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ 

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari keadaan gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” [al-Maa-idah/5: 15-16] 

Cahaya ini memiliki tiga manfaat, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ayat di atas: 

1. Dengannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya menuju jalan keselamatan. 

2. Mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang benderang. 

3. Memberikan petunjuk kepada mereka menuju ke jalan yang lurus (Shiraath Mustaqiim). 

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kaum muslimin dengan kemuliaan yang luar biasa agungnya. Dia memuliakan mereka dengan kemuliaan yang paling tinggi pada bulan Ramadhan sejak empat belas abad yang lalu, ketika al-Qur-an al-‘Azhim diturunkan dan Allah menjadikannya sebagai petunjuk sekaligus cahaya penerang. 

Dengan demikian, orang-orang terdahulu telah membawa amanat dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Mereka berusaha menyampaikannya ke seluruh belahan bumi yang berhasil dipijak oleh kakinya, sehingga negeri ini dipenuhi oleh cahaya Allah Ta’ala. Negeri dan semua hamba-Nya tunduk kepada-Nya Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa. 

Sudah sepatutnya kita sebagai kaum muslimin sekarang ini mengambil posisi sebagai pengawas dan pemantau terhadap al-Qur-an. Kita harus dapat memberikan haknya yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala atas diri kita, serta memelihara nikmat yang agung ini sebagai nikmat hidayah yang abadi, yang bersifat umum dalam segala hal, baik nikmat kemuliaan, kepemimpinan, dan kehormatan. 

Itulah nikmat yang di dalamnya terdapat kesembuhan yang sebenarnya bagi dada manusia dari penyakit syubhat dan syahwat.[1] 

Dengannya akan tercapai pengetahuan yang shahih terhadap berbagai kebenaran serta dapat membedakan pula yang buruk dari yang baik, dan yang jujur dari yang munafik. Dengan nikmat ini pula terwujud kesatuan yang sejati lagi sempurna bagi seluruh umat. Berulangnya bulan ini pada setiap tahunnya disebutkan oleh al-Qur-an dengan undang-undang persatuan yang abadi, sebuah Kitab yang selalu dibaca. Barangsiapa yang berpegang padanya maka ia akan selamat, dan barangsiapa yang mengikutinya maka ia akan mendapatkan petunjuknya, dan barangsiapa yang menyimpang darinya maka dia akan tersesat. Barangsiapa yang berhukum dengannya maka dia akan bersikap adil. Dan barangsiapa yang berbicara dengannya maka dia akan berbicara dengan benar, ia adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus serta petunjuk-Nya yang abadi bagi manusia secara keseluruhan. 

*MEMPERBAHARUI HUBUNGAN SEORANG MUSLIM DENGAN KITABULLAH DI BULAN RAMADHAN*

Al-Qur-an al-Karim turun pada bulan Ramadhan. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mempelajarinya bersama Jibril q pada bulan Ramadhan, dengan mendengar, mentadabburi, dan membacanya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperhatikan nasihat-nasihat dan pelajarannya serta membuka lebar fikiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk makna dan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya. 

Orang berpuasa yang mengikuti contoh dari Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan selalu menyatukan dalam puasanya, antara bulan Ramadhan dan al-Qur-an, karena Ramadhan adalah bulan al-Qur-an:

 “خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ…” 

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur-an dan mengajarkannya.” 

Turunnya al-Qur-an pada bulan Ramadhan merupakan sugesti yang sangat kuat bagi umat ini untuk banyak membaca dan mengkajinya di bulan tersebut, karena pada hakikat dan realitasnya bulan Ramadhan merupakan bulan al-Qur-an. 

Betapa indahnya halaqah-halaqah kajian al-Qur-an yang diada-kan di masjid-masjid sepanjang bulan tersebut. Kaum muslimin pun berbondong-bondong mendatanginya untuk mencari hidayah, hikmah, dan cahaya di pelataran rumah-rumah Allah Ta’ala. Faktor penyebabnya karena al-Qur-an memiliki rasa yang khusus pada bulan Ramadhan, karena ia akan mengingatkan kenangan saat ia turun dan hari-hari pengkajiannya serta waktu-waktu perhatian kaum Salaf terhadapnya. 

Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

 “خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ…” 

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur-an dan mengajarkannya…”[2] 

Jika Ramadhan datang, orang-orang Salaf menyibukkan diri dengan mempelajari dan mendalami al-Qur-an lebih intensif dari bulan-bulan lainnya. Sampai-sampai mereka meninggalkan sementara halaqah-halaqah ilmu. 

Dari Imam Malik rahimahullah, bahwasanya beliau jika Ramadhan datang, halaqah-halaqah ilmu, kajian dan pemberian fatwa dihentikan. Dan beliau mengatakan, “Ini bulan Ramadhan sehingga kita harus berkonsentrasi dengannya.” 

Pada bulan Ramadhan dari setiap tahun, hubungan seorang muslim dan Kitabullah (al-Qur-an) selalu mengalami pembaharuan, sehingga Ramadhan akan disambut dengan bacaan, pendalaman, pemahaman, perhatian, pembenaran dan pengamalan al-Qur-an.  

Pada hari pembaharuan hubungan kaum muslimin dengan Kitabullah serta pengamalan mereka terhadapnya di segenap aspek kehidupan mereka, dengannya mereka memerangi musuh dan beribadah kepada sang Khaliq. Semua hati yang ada di sekeliling al-Qur-an senantiasa tertuju kepadanya. Dan padanya ilmu pengetahuan berpijak serta darinya pula semua hukum disarikan. Pada hari di mana semuanya itu terealiasasi bagi kaum muslimin, akan terwujud pula bagi mereka kemuliaan, kehormatan, serta kepemimpinan, sebagaimana yang pernah diperoleh orang-orang shalih sebelum mereka. 

Pada saat membacanya, al-Qur-an memiliki beberapa adab yang harus dipelihara dan dipegang teguh oleh setiap muslim. Yang terpenting di antaranya adalah: 

1. Membaca al-Qur-an dengan niat tulus ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dimana Dia Ta’ala telah berfirman: 

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ 

“Padahal mereka tidak dperintah melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus...” [al-Bayyinah/98: 5] 

2. Membaca dengan menghadirkan hati sambil mencermati dan memahami, khusyu’, takut dan merasa seakan-akan Allah berbicara langsung kepadanya di dalam al-Qur-an ini. 

3. Membaca al-Qur-an dalam keadaan suci (berwudhu’ terlebih dahulu), karena yang demikian itu termasuk pengagungan terhadap firman Allah Azza wa Jalla. 

4. Tidak membaca al-Qur-an di tempat-tempat yang kotor atau di tempat-tempat di mana orang-orang yang berkumpul di sana tidak mau mendengar bacaan al-Qur-an, karena bacaan al-Qur-an di tempat-tempat ini sebagai bentuk penghinaan. 

5. Membaca dengan suara yang indah. Tetapi tidak boleh mengganggu orang lain dalam bacaan ini, seperti ada orang yang sedang tidur di dekatnya atau mengerjakan shalat atau di sampingnya terdapat halaqah ilmu dan lain sebagainya. 

Dan masih banyak lagi adab-adab yang harus diperhatikan di setiap saat oleh pembaca al-Qur-an. 

*MEMBACA DAN MENDALAMI AL-QUR-AN SERTA PENGARUHNYA DALAM MENGHIDUPKAN MANHAJ[3] YANG LURUS DI DALAM DIRI KAUM MUSLIMIN*

Setiap kali hilal bulan Ramadhan melintas, maka akan muncul kerinduan umat Islam kepada hari-harinya yang penuh dengan hembusan angin keberkahan, yang merupakan petunjuk dalam pancarannya. Dan itulah kekuatan dari kejernihan pokok dan dasarnya, al-Qur-an al-Karim, yang telah menghamparkan petunjuk, penerang bagi umat ini di sepanjang zaman, dan telah membuatkan dasar-dasar manhaj abadi bagi kehidupan manusia yang baru. Manhaj yang seimbang dan sejalan. Manhaj yang memberi kemudahan pada batas-batas kemampuan. Manhaj yang menyerukan kepada kemanusiaan yang bermartabat tinggi. Manhaj yang memiliki nilai yang mulia, yang di dalamnya berbagai perbedaan inderawi dan geografis melebur untuk bertemu dalam satu ‘aqidah serta satu sistem yang ideal. 

Satu manhaj yang menyamakan antara seluruh manusia serta menjadikan keutamaan di antara mereka dalam ketakwaan:

 نَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ 

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian…” [al-Hujuraat/49: 13] 

Manhaj yang mendorong mereka untuk menghidupkan bulan puasa dalam kesatuan keislaman yang hakiki, yang mengatasi berbagai rintangan dan penyimpangan serta melintasi semua batasan dan kebangsaan. Serta menyatukan mereka dalam kesatuan tujuan, menggiring umat menuju kepada realisasi tujuan yang selalu diharapkan keberadaannya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzaariyaat/51: 56] 

Dengan pandangan sekilas kepada para Salafush Shalih[4] , kita akan mendapati salah satu dari mereka, dengan membawa beberapa surat al-Qur-an sanggup memperbaiki apa yang telah dirusak oleh bangsa Persia dan Romawi. Dan sanggup membuka hati (penduduk negeri) sebelum membebaskan negerinya. 

Benar, inilah kewajiban orang-orang mukmin yang membaca al-Qur-an dengan sebenar-benarnya sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla. 

Demi Allah, seandainya hati kaum muslimin itu telah bersih dari segala macam penyakit serta menjernihkan hal-hal yang membuatnya keruh, niscaya mereka akan mengetahui nilai dan kewajiban mereka terhadap al-Qur-an, satu-satunya penyelamat sekaligus satu-satunya pelindung dari segala macam pemikiran yang merusak yang akan menghantam kejahatannya di zaman sekarang ini. Dan akal dari kebanyakan manusia yang menyimpang karena kekosongannya dari wahyu Allah Ta’ala yang membentengi dan melindunginya dari mereka, maka Dia wahyukan di dalamnya petunjuk yang mencukupi, memadai, menyelamatkan, sekaligus melindungi dari segala macam godaan syaitan manusia yang merusak akal dan gangguan jin yang menyerang fitrah. 

Di dalamnya juga terkandung penjelasan yang sangat jelas mengenai petunjuk dan pembeda, yang membedakan antara yang haq dan yang bathil. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memperjelas hikmah dalam pengkhususan bulan Ramadhan dengan syari’at puasa melalui firman-Nya: 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ 

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)...” [al-Baqarah/2: 185] 

Bacaan dan kajian terhadap al-Qur-an memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap jiwa untuk melakukan perbaikan dan penyucian, yang berkonsekuensi pada penerimaan seorang hamba dan pendekatannya kepada Rabb-nya Azza wa Jalla. Oleh karena itu, orang-orang shalih sepanjang perjalanan zaman selalu memperbanyak bacaan al-Qur-an pada bulan Ramadhan dan menyambutnya dengan sepenuh hati.[5] 

Al-Qur-an adalah kitab umat Islam yang abadi, yang menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju sinar yang terang benderang. Lalu menumbuhkan keadaan ini serta menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman. Dia memberikan tempat bagi mereka di muka bumi ini, serta dia memberikan sendi-sendinya yang dengan itu mereka menjadi umat yang sebelumnya tidak pernah diperhitungkan. Di mana tanpa sendi-sendi tersebut, umat Islam tidak akan menjadi umat yang baik dan tidak akan menda-patkan tempat di muka bumi ini serta tidak juga disebut di langit. Maka wujud dari rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat al-Qur-an ini adalah minimal dengan memenuhi seruan Allah un-tuk berpuasa pada bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur-an. 

KESUNGGUHAN RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN RAMADHAN TIDAK SEPERTI KESUNGGUHAN BELIAU SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN-BULAN LAINNYA 

Jika waktu atau tempat itu mulia maka akan mulia juga amal shalih yang dilakukan pada keduanya. Ketaatan di Makkah misalnya, lebih utama daripada di tempat lainnya. Amal kebajikan pada hari Jum’at lebih baik daripada hari lainnya. Yang termasuk seperti hal itu adalah bulan Ramadhan, karena keutamaannya, maka semua perbuatan baik yang dilakukan di dalamnya menjadi utama pula, misalnya shadaqah, qiyamul lail, membaca al-Qur-an, i’tikaf, dan umrah. Semua amal perbuatan di bulan Ramadhan tersebut lebih baik daripada dikerjakan di bulan-bulan lainnya. 

Hal tersebut telah ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam melakukan kebaikan, dan yang paling dermawan adalah apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan pada bulan Ramadhan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dijumpai oleh Jibril. Dan Jibril Alaihissallam menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan sampai bulan itu berakhir. Kepadanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan. Oleh karena itu, jika Jibril Alaihissallam menemui beliau, maka beliau adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dibandingkan dengan angin yang diutus…” [6] 

Pada bulan Ramadhan, jiwa menjadi terangkat dari kesalahan dan kehinaan serta selamat dari ketertarikan pada materi dan keinginan naluri menuju kepada kejernihan yang membersihkan hati seseorang dengan bershadaqah, berderma, dan memberi. 

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia lagi paling dermawan, di mana jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi sesuatu maka beliau tidak pernah takut susah dan tidak juga takut miskin. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan limpahan kedermawanan, sehingga beliau adalah orang yang paling murah dengan perbuatan baik daripada angin yang dikirim, yang berhembus dengan kealamiahannya, dia giring awan di setiap lembah, serta dia tebarkan kesejukan pada setiap tempat. 

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha dengan sungguh-sungguh pada bulan Ramadhan, lebih gigih daripada bulan-bulan lainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam shalat, bacaan al-Qur-an, dzikir, dan shadaqah. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkonsentrasi penuh pada bulan ini dan melepaskan diri dari berbagai kesibukan yang pada hakikatnya merupakan ibadah, tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan amal yang utama untuk mengerjakan apa yang lebih utama darinya. 

Dan para Salafush Shalih selalu mengikuti Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal itu, di mana mereka mengkhususkan bulan ini dengan meningkatkan perhatian serta berkonsentrasi penuh pada amal-amal shalih. Oleh karena itu, kita harus mengikuti mereka serta menempuh jalan mereka, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggiring kita dalam rombongan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ma’shum dan golongan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang baik lagi suci:

 وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ 

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari-pada kami...’” [Al-Hasyr/59: 10] 

Di antara hal paling utama yang harus dikerjakan oleh orang yang berpuasa pada siang harinya adalah berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, dengan mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Itulah amal-amal shalih yang manfaatnya tidak akan pernah berakhir dan pahalanya pun akan terus mengalir. 

Oleh karena itu, jika orang yang berpuasa telah memanfaatkan waktu siangnya untuk berpuasa dan membaca al-Qur-an, dan memanfaatkan waktu malamnya untuk qiyamul lail dengan bersujud dan ruku’, serta menjaga anggota tubuhnya dari hal-hal yang dilarang, maka akan terwujud kebaikan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah:

 إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي ظِلَالٍ وَعُيُونٍ﴿٤١﴾وَفَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُونَ﴿٤٢﴾كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ﴿٤٣﴾إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ 

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. Dan (mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka inginkan. (Dikatakan kepada mereka:) ‘Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan.’ Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.’” [al-Mursalaat/77: 41-44] 

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “…Di antara petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan adalah memperbanyak berbagai macam ibadah… Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling tampak adalah pada bulan Ramadhan. Hal itu tampak di mana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak bershadaqah, berbuat baik, membaca al-Qur-an, shalat, dzikir, dan i’tikaf. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan pada bulan Ramadhan ini ibadah-ibadah yang tidak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam khususkan pada bulan-bulan lainnya. Sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang menyambung waktu malam dan siangnya untuk beribadah…” [7] 

[Disalin dari buku Meraih Puasa Sempurna, Diterjemahkan dari kitab Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab, karya Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerjemah Abdul Ghoffar EM, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir

Footnote 

[1]. Ash-Shaum karya Syaikh ‘Abdurrahman ad-Dausari (hal. 52-53). 

[2]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Shahih al-Bukhari (VI/236). 

[3]. Manhaj berarti jalan yang jelas dan mudah sebagaimana yang terdapat dalam Tafsiir Ibni Katsir tentang perkataan Sahabat Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan ayat (لِكُّلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا…) “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (al-Maa-idah: 48). Lihat Tafsiir Ibni Katsir (II/75-76), cet. Maktabah Darus Salam, th. 1413 H.-red. 

[4]. Para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.-red. 

[5]. Ash-Shaum (hal. 73), karya ad-Dausari. 

[6]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/24) dan Shahiih Muslim (VII/ 73)) [7]. Zaadul Ma’aad (II/32).

Referensi: https://almanhaj.or.id/3956-ramadhan-dan-turunnya-al-quran.html

Semoga bermanfaat,

Baca Juga Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Gara-gara Menyiksa Kucing

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Hukum Riya'

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kit

Ganti Kulit Di Neraka

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah

Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.


 


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.