Skip to main content

ADAB BERBUKA PUASA

Oleh Ustadz Abu Kayyisa Zaki Rahmawan 

*APA YANG DILAKUKAN KETIKA HENDAK BUKA PUASA* 

1. Perbanyaklah Doa Perlu diketahui bahwa ketika hendak berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a.

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصّـَائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ 

“Dari Anas bin Malik Radhiyallahu’ anhu dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Doa orang tua kepada anaknya, (2) Orang yang berpuasa ketika berbuka, (3) Do’a orang yang sedang safar (musafir).” Hadits Shohih [HR. al-Baihaqi 3/345 dan yang lainnya]. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Silsilah Ahaadits as-Shahihah no. 1797) 

2. Sebelum Makan Membaca Basmalah Ketika hendak membatalkan puasa dengan makan dan minum bacalah basmalah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوّلَهُ وَآخِرَهُ 

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)“. Hadits Shahih [HR. Abu Daud no. 3767, Ahmad 6/207-208 dan At Tirmidzi no. 1858 dari Aisyah Radhiallahu’anha. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani menilai bahwa hadits tersebut shahih di kitab Irwaul Ghalil Fi Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil no. 1965] 

3. Apa Yang Dibaca Ketika Berbuka Puasa? Hendaknya kita membaca doa setelah membatalkan puasa dengan doa sebagai berikut.

 كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ 

“Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa : ذَهَبَ الظّـَمَأُ وَابْتَلّـَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ “Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki.” Hadits Hasan, [HR. Abu Daud no. 2357, An-Nasa-i dalam As Sunan Al-Kubro no. 3315 dan selainnya. Lihat Irwaul Ghalil no. 920]. 

4. Kapan Doa Buka Puasa Dibaca, Sebelum Atau Setelah Makan Dan Minum? Secara dhohir doa berbuka puasa “Dzahabadhoma-u.…dst” dibaca setelah membatalkan puasa.

 كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظّـَمَأُ وَابْتَلّـَتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ 

Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa : 

*“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.”* 

Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki” [Hadits Hasan, Lihat takhrij hadits sebelumnya]. 

*Kenapa Diucapkan Setelah Membatalkan Puasa?*

*1. Dalil Pertama* : Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, “Abdullah bin Umar berkata, ‘Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berbuka puasa, beliau mengucapkan ….(lihat hadits sebelumnya)'” 

Yang dimaksud dengan إِذَا أَفْطَرَ adalah “apabila setelah makan atau minum”. Dari sisi lughoh (bahasa), kata أَفْطَرَ menggunakan fi’l madhi yaitu bentuk kata kerja lampau. Maka diartikan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “telah berbuka”. Berdasarkan tinjauan ini, maka diambil kesimpulan do’a dibaca setelah berbuka puasa yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah “membatalkan” puasanya pada waktunya (yaitu ghurubus syams/terbenamnya matahari). Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka. Sebelum makan tetap membaca basmalah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوّلَهُ وَآخِرَهُ 

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)“. 

*2. Dalil Kedua* : Imam an-Nasa-i memberikan judul bab di kitabnya As Sunan Al- Kubro dan Amalul Yaum wal Lailah yaitu. مَا يَقُولُ إِذَا أَفْطَرَ (Apa yang dibaca setelah berbuka puasa). 

Perlu diketahui, secara umum para Imam penyusun Kitab Hadits Sunan/Shohih (Imam al-Bukhori, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan yang lainnya) menghimpun kitabnya berdasarkan kategori dan diklasifikasikan per-bab, dan setiap bab mencerminkan ketetapan fiqih dari para Imam tersebut. Seperti Imam al-Bukhori menyebutkan dalam kitabnya Bab “Al-Ilmu Qablal Qauli wal Amal” – “Bab Ilmu sebelum Perkataan dan Perbuatan” dijelaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari “Ibnul Munir menafsirkan (pemberian nama bab oleh Imam al-Bukhari) makna bab tersebut yaitu bahwa ilmu merupakan syarat benarnya perkataan dan perbuatan maka tidak ada artinya keduanya kecuali dengan ilmu.” [Lihat Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhori 1/210 cet. Daarus Salam ar-Riyadh th. 1421 H] 

*DOA BERBUKA PUASA YANG DHA’IF LAGI MASYHUR?* 

Adapun do’a berbuka yang tersebar di tengah-tengah kaum muslimin yaitu,

 اللَّهُـمّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ 

Allahumma Laka Sumtu Wa’Ala Rizqika Afthortu (Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan atas rezkimu aku berbuka) 

Hadits secara lengkapnya sebagaimana berikut:

 عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنّهُ بَلَغَهُ ” أَنّ النّبِيّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اللَّهُمّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ 

” Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan :Allahumma Laka Sumtu Wa’Ala Rizqika Afthortu (Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan atas rezkimu aku berbuka) [Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, dan yang lainnya] 

Dan sanad hadits ini mempunyai dua cacat. 

*Pertama* : “Hadits tersebut adalah hadits Mursal, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat langsung dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi wassalam). 

*Kedua* : “Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang Majhul. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”. 

Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sanadnya yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38) Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thabrani dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perawi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqoon, di adalah seorang perawi Matruk (yang haditsnya ditinggalkan) sebagaimana penilain Abu Az-Zur’ah ar-Razi dalam Mizanul I’tidal 2/7 dan al-Hafizh dalam Taqribut Tahdzib juga menilai Dawud bin Az-Zibriqoon sebagai Matruk (lihat Taqribut Tahdzib no. 1795 tahqiq Abu Ashbal Shoghir Ahmad Syaghif al-Bakistani cet. Daarul Ashimah 1423 H). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38) 

*APA YANG DIMAKAN KETIKA BERBUKA?* 

Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam menganjurkan kepada umatnya agar berbuka puasa dengan: 

• Ruthob (Kurma masak berwarna coklat muda masih basah) 

• Tamr (Kurma matang yang sudah kering) 

• Air 

Hal ini berdasarkan dalil yang shohih yaitu:

 حَدّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدّثَنَا عَبْدُ الرّزّاقِ، حَدّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، حَدّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيّ، أَنّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلّـِيَ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ 

(Imam Abu Dawud berkata) ‘Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Hanbal, (Dia Ahmad bin Hanbal berkata) ‘Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq, (Dia Abdurrazaq berkata), ‘Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Sulaiman, (Dia Ja’far bin Sulaiman berkata), ‘Telah mengabarkan kepada kami Tsabit al-Bunaniy, bahwa dia telah mendengar dari Anas bin Malik (Radhiyallahu’anhum) berkata, “Rasulullah Shallallahu’alahi wassalam berbuka dengan beberapa ruthob (Kurma matang namun masih basah) sebelum melakukan sholat, jika tidak ada Ruthob maka dengan beberapa Tamr (kurma matang kering), jika itu tidak ada maka beliau meminum air beberapa kali tegukan”. Hadits Shahih,   

[HR. Abu Dawud no. 2356, At-Tirmidzi no. 696, Ad-Daruquthni no. 2278, Al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/597 no. 1576, Al-Baihaqy 4/239. Dihasankan oleh Syaikh Albani di Irwaul Gholil no. 922] 

Hadits-hadits di atas mengandung beberapa pelajaran berharga, antara lain : 

• Dianjurkannya untuk berbuka puasa dengan ruthab (kurma basah), apabila tidak ada maka boleh memakai tamr (kurma kering), jika tidak ada pula maka minumlah air. 

• Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan beberapa buah kurma sebelum melaksanakan shalat. Hal ini merupakan strategi pengaturan yang sangat teliti, karena puasa itu mengosongkan perut dari makanan sehingga hati tidak mendapatkan suplai makanan dari perut dan tidak dapat mengirimnya ke seluruh sel-sel tubuh. Padahal rasa manis merupakan sesuatu yang sangat cepat meresap dan paling disukai hati apalagi kalau dalam keadaan basah. Setelah itu, hati pun memproses dan melumatnya serta mengirim zat yang dihasilkannya ke seluruh anggota tubuh dan otak. 

• Air adalah pembersih bagi usus manusia dan itulah yang berlaku alamiyah hingga saat ini. 

[Lihat Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maraam oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany yang disyarah oleh Syaikh Abdullah bin Abdirrahman al-Bassaam III/477 no. 549, cet. Maktabah as-Sadi th. 1423 H] 

Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah memberikan penjelasan tentang hadits di atas, beliau berkata, “Cara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berbuka puasa dengan menyantap kurma atau air mengandung hikmah yang sangat mendalam sekali. Karena saat berpuasa lambung kosong dari makanan apa pun. Sehingga tidak ada sesuatu yang amat sesuai untuk liver (hati) yang dapat disuplay langsung ke seluruh organ tubuh serta langsung menjadi energi, selain kurma dan air. Karbohidrat yang ada dalam kurma lebih mudah sampai ke liver dan lebih cocok dengan kondisi organ tersebut. Terutama sekali kurma masak yang masih segar. Liver akan lebih mudah menerimanya sehingga amat berguna bagi organ ini sekaligus juga dapat langsung diproses menjadi energi. Kalau tidak ada kurma basah, kurma kering pun baik, karena mempunyai kandungan unsur gula yang tinggi pula. Bila tidak ada juga, cukup beberapa teguk air untuk mendinginkan panasnya lambung akibat puasa sehingga dapat siap menerima makanan sesudah itu.” 

[Lihat Ath-Thibb an-Nabawy oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hal. 309, cet. Maktabah Nizaar Musthafa al-Baz, th. 1418 H] 

MARAJI’ 

• Shohih al-Bukhori dan Shohih Muslim cet. Daar al-Ma’rifah. 

• Sunan At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Abu Dawud cet. Maktabah al-Ma’arif. Mustadrak al-Hakim cet. Dar Ibn Hazm th. 1428 H. 

• Musnad Imam Ahmad cet. Baitul Afkar Dauliyah. 

• Irwaul Ghalil Fi Takhrij Ahaadits Manaris Sabiil oleh Syaikh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani cet. Al-Maktab al-Islamy th. 1405 H. 

• Silsilah Ahaadits ashShohihah dan Silsilah Ahadits Adhoifah oleh Syaikh Muhammad Nashirrudin al-Albani cet. Maktabah al-Ma’arif. 

• Ath-Thibb an-Nabawy oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hal. 309, cet. 

• Maktabah Nizaar Musthafa al-Baz, th. 1418 H 

• Taqribut Tahdzib oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, tahqiq Abu Ashbal Shoghir Ahmad Syaghif al-Bakistani cet. Daarul Ashimah 1423 H. 

• Siyar A’lam an-Nubala oleh Imam adz-Dzahabi cet. Muassassah Ar-Risalah th. 1405 H 

• Fathul Bari Syarah Shohih al-Bukhori oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani cet. Daarus Salam ar-Riyadh th. 1421 H. 

• Lihat Mizanul I’tidal fi Naqdir Rijal oleh Imam adz-Dzahabi cet. Ar-Risalah al-Alamiyah th.1430 H 

• Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maraam oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany yang disyarah oleh Syaikh Abdullah bin Abdirrahman al-Bassaam III/477 no. 549, cet. Maktabah as-Sadi th. 1423 H. 

• Buku Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al-Qur’an Al-Karim, As-Sunnah Ash-Shahihah dan Tinjauan Medis Modern, Penulis Zaki Rakhmawan, Pengantar Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Media Tarbiyah – Bogor, Cetakan Pertama, Dzul Hijjah 1426H. (sumber : http://belajarhadits.com)

Referensi: https://almanhaj.or.id/3334-apa-yang-dibaca-ketika-hendak-berbuka-puasa.html

Semoga bermanfaat,


Baca Juga Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Prinsip Aqidah Ahlussunnah Waljamaah

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Gara-gara Menyiksa Kucing

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Hukum Riya'

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Hukum Jual Beli

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Adab Berbuka Puasa yang Benar

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kit

Ganti Kulit Di Neraka

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah

Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.

 


Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك...

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an...

Lailatul Qodar

Pengertian Lailatul qodar adalah malam kemuliaan yang hanya terdapat pada bulan ramadhan. Keutamaan Lailatul qodar , Allaah telah menerangkan dalam QS. Al-Qadr ayat 1-5 yang artinya : "Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Qadr. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar." Waktu / malam Lailatul Qadr berada diantara sepuluh malam terakhir pada bulan ramadhan, dan lebih khusua lagi pada malam-malam yang ganjil. Rasulullaah bersabda, yang artinya : " Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan." ( HR. Bukhari dan Muslim) Oleh sebab itu pada malam-malam itu kita di anjurkan untuk memperbanyak amal soleh. Tanda-tanda Lailatul Qadr : 1. Pada malam lailatul qadr terasa sejuk, tidak panas, dan tidak dingin. Riwayat dari Jabir bi...