Skip to main content

ZAKAT FITRAH

بسم الله الرحمن الرحيم


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Pada halaqah kita kali ini kita masih melanjutkan pembahasan tentang hukum-hukum seputar zakat fithri.

Diantara permasalahan yang wajib kita ketahui di dalam menunaikan zakat fithri adalah kita harus mengetahui kepada siapa zakat fithri tersebut boleh diberikan atau istilahnya adalah mustahiq zakat fithri.

▪︎ Mustahiq Zakat Fithri.

Mustahiq zakat fithri adalah orang-orang yang berhak menerima zakat fithri.

Dalam sebuah hadīts yang diriwayatkan dari Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu 'anhumā, beliau mengatakan:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan dosa yang dia lakukan serta sebagai pemberian makanan kepada orang-orang miskin."

(Hadīts riwayat Abū Dawud nomor 1609 dan Ibnu Mājah nomor 1827)

Di dalam hadīts tersebut Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan zakat fithri kepada para masākin ( المَسَاكِينِ) sebagaimana dikabarkan oleh Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu 'anhu.

Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat dapat bahwasanya orang yang berhak untuk mendapatkan zakat fithri hanyalah para masākin (المَسَاكِينِ), para fuqara' dan masākin saja. Bukan kepada selain mereka dari kalangan para penerima zakat yang lain.

Karena kalau di dalam zakat maal, orang-orang yang berhak menerima zakat itu ada 8 (delapan) golongan yang Allāh sebutkan di dalam firman-Nya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk (yang berjihad) di jalan Allāh dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allāh. Allāh Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."

(QS. At Taubah : 60)

Dalam ayat tersebut Allāh Subhānahu wa Ta'āla menyebutkan 8 (delapan) golongan yang berhak menerima zakat.

Hanya saja apakah zakat fithri tersebut juga diberikan kepada 8 (delapan) golongan tersebut?

Di sini terjadi khilaf di antara para ulama. Sebagian ulama menyebutkan hanya diberikan kepada fuqara dan masākin berdasarkan hadīts di atas.

Adapun sebagian yang lain dari kalangan mayoritas ulama berpendapat diberikan kepada 8 (delapan) orang yang Allāh sebutkan di dalam Al Qur'ān (At Taubah 60) yang tadi kita sebutkan.

Maka alangkah baiknya apabila dalam hal ini kita memberikan zakat fithr kepada para fuqara dan masākin saja, tidak kepada selain mereka. Karena secara dhahir hadītsnya adalah zakat fithri itu sebagai sebuah:

وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

Makanan untuk orang miskin.

Wallāhu Ta'āla A'lam).

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

▪︎ Waktu Pengeluaran Zakat Fithri.

Kemudian permasalahan lain yang perlu kita ketahui tentang zakat fithri ini adalah waktu menunaikan zakat fithri, sehingga zakat yang kita berikan kepada para mustahiq adalah zakat yang sah karena akan dikeluarkan pada waktunya.

Secara umum zakat fithri diberikan kepada para mustahiq sebelum pelaksanaan shalat Ied, inilah yang lebih utama. Bahkan sebagian ulama mengharamkan untuk membagi zakat fithri setelah selesai pelaksanaan shalat Ied meskipun di hari Ied.

Meskipun sebagian yang lain berpendapat bahwasanya sebelum shalat Ied itu hanya mustahab.

Namun yang ada mendasarkan hadīts Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

"Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah."

(Hadīts riwayat Abū Daud nomor 1609 dan Ibnu Mājah nomor 1827. Syaikh Al Albanīy mengatakan bahwa hadīts ini hasan)

Maka berdasarkan hadīts ini, yang lebih baiknya seorang adalah menunaikan zakat fithri sebelum pelaksanaan shalat Ied dan tidak boleh dia tunda, hingga selesai shalat Iedul Fithri.

Adapun paling cepat seorang boleh untuk menunaikan zakat tersebut maka sebagian ulama menyebutkan bahwasanya tidak boleh lebih dari satu atau dua hari sebelum hari Ied.

Yaitu hanya boleh paling cepat dua hari sebelum hari Ied sebagaimana datang dalīlnya dari perbuatan para shahabat radhiyallāhu 'anhum. Dan sebagian yang lain berpendapat boleh sejak datangnya bulan Ramadhān karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mewajibkan: زكاة الفطر من رمضان , yaitu dikarenakan telah menyelesaikan bulan Ramadhān.  

Dalam artian adanya datang bulan Ramadhān termasuk bagian sebab zakatul fithr sehingga boleh dilakukan ketika sebabnya telah datang.

Namun tentu lebih baik jika seorang apabila tidak ada hal yang mengharuskan dia untuk memberikan zakat fithr lebih awal dari dua hari sebelum hari Ied, maka sebaiknya dia melakukannya paling cepat hanya dua hari sebelum hari Ied berdasarkan dhahir dalīl yang ada.

Dan tidak boleh dia menunda pemberian atau pembagian zakat fithrah tersebut kepada para masākin (orang-orang miskin) hingga selesai dari pelaksanaan shalat Ied. Wallāhu Ta'āla A'lam.

▪︎ Hikmah Pelaksanaan Zakat Fithr.

Adapun hikmah dari pelaksanaan zakat fithri tersebut maka kita mengetahuinya dari apa yang telah disebutkan oleh Abdullāh bin Abbās radhiyallāhu 'anhu (pada hadīts yang telah kita sebutkan di awal) yaitu bahwasanya kewajiban zakat fithri ini merupakan sebuah:

 طُهْرَةً لِلصَّائِمِ

"Sebagai penyuci bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhān."

Menyucikan mereka dari perbuatan sia-sia yang selama ini mereka lakukan, dan dari perbuatan rafats (perbuatan buruk) yang selama bulan Ramadhān mereka lakukan.

Selain dari itu zakat fithrah tersebut termasuk:

 وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ

Makanan untuk orang miskin.

Yang menjadikan mereka memiliki kecukupan untuk bisa melaksanakan atau bisa merayakan hari Iedul Fithri dengan berbahagia.

Demikian beberapa permasalahan yang bisa kita bahas pada halaqah kali ini, semoga bermanfaat.

Semoga Bermanfaat

Baca Juga Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Cara Membayar/Memberikan Fidyah

Mengatasi Susah Buang Besar

Mengatasi Batu Empedu

Mengatasi Cacing Kremi

Extra Food ( Suplemen Buah dan Sayur )

Sabun Herbal Kolagen 

Sabun Herbal Propolos 

Sabun Madu ( Honey ) 

Pasta Gigi Herbal

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Habbatussauda

Andrographis Centella Untuk Imunitas

Deep Squa 

Bilberry Untuk Kesehatan Mata

Carnocap 

Biosir Efektif Untuk Wasir / Ambeien

Pembalut Herbal HIBIS

Haid di Bulan Ramadhan

Pengobatan Cacar Air Bernanah

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Prinsip Aqidah Ahlussunnah Waljamaah

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Gara-gara Menyiksa Kucing

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Hukum Riya'

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Bejat jadi Bisa Lebih Baik

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Hukum Jual Beli

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Adab Berbuka Puasa yang Benar

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kit

Ganti Kulit Di Neraka

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah


Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.