Skip to main content

HARI IED DAN KEUTAMAANNYA

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على  رسول الله وعلى آله وأصحابه و من ولاه، اما بعد


Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Setelah berakhirnya bulan Ramadhān maka Allāh Subhānahu wa Ta'āla masih terus memberikan kepada kita rahmat-Nya, berupa disyari'atkannya hari Iedul Fithri sebagai sebuah hari raya bagi semua kaum muslimin yang di mana di dalamnya mereka berbahagia.

Di dalamnya mereka diberikan kelonggaran untuk bisa mengungkapkan rasa bahagia dan kesenangan mereka di dalamnya. Ini merupakan sebuah hari yang merupakan nikmat. Menjadi sebuah nikmat dan karunia dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kaum muslimin yang wajib untuk mereka syukuri.

Adapun makna dari hari Ied itu sendiri, kata Iedul Fithri atau hari Ied, di sebutkan oleh ahli bahasa diambil dari kata 'āda – ya’udu (عَادَ – يَعُودُ) yaitu kembali. Karena di hari Ied tersebut merupakan hari yang akan terus kembali pada setiap tahunnya (terus berulang pada setiap tahunnya). Sehingga dinamakan dengan hari Iedul Fithri.

Hari yang pada setiap tahun sekali datang membawa kebahagiaan yang baru, membawa suasana yang baru, maka dikatakan hari Iedul Fithri.

Bahkan disebutkan oleh Ibnu Abidin rahimahullāh di dalam Hasyaikh-nya beliau mengatakan:

"Hari Ied dinamakan ied, dikarenakan Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah memberikan kepada kita di dalam hari tersebut berbagai macam kebaikan yang ditujukan untuk para hamba-Nya."

Diantara bentuk kebaikan tersebut yang Allāh kembali berikan kepada para hamba-Nya adalah yang tadinya selama sebulan mereka diharamkan untuk makan dan minum di siang hari, Allāh berikan kembali kemurahan Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kita. Karunia Allāh Subhānahu wa Ta'āla kepada kita dengan dihalalkannya lagi makan dan minum.

Oleh karena itu diharamkan bagi seorang berpuasa di hari Ied untuk membedakan antara dia berpuasa dengan hari yang bukan dia berpuasa. Harus dia ungkapkan kebahagiaan berupa datangnya nikmat Allāh Subhānahu wa Ta'āla dalam bentuk dibolehkannya kembali kita makan dan minum.

Di antara kebaikan Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang lain kata beliau, adalah zakatul fithr (zakat fithri). Ini merupakan sebuah kebaikan, di mana zakat fithri tersebut disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya itu sebagai bentuk: طُهْرَةً لِلصَّائِمِ , sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan buruk yang dia lakukan di dalam puasanya. Serta sebagai: طُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ , sebagai bentuk pemberian makanan kepada orang miskin. Agar mereka semua ikut mendapatkan kebahagiaan di hari Ied dan tidak ada seorang pun yang meminta-minta di hari Ied karena tidak memiliki makanan untuk hari Iednya.

Maka ini merupakan rahmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Diantara bentuk ihsan yang lain yang Allāh berikan di hari Ied (yang berkait dengan hari Iedul Adha), contohnya adalah di hari Ied maka telah sempurna haji seseorang dengan dia menyelesaikan amalan-amalan thawaf ifadhah, melempar jumrah, maka rukun-rukun haji tersebut telah dia selesaikan.

Rukun haji berupa thawaf ifadhah telah dia selesaikan setelah wuquf pada hari sebelumnya.

Juga diantara bentuk ihsan adalah di hari Iedul Adha bagi selain orang-orang yang berangkat haji mereka disyari'atkan untuk menyembelih hewan kurban, saling berbagi dan menikmati hari raya mereka dengan penuh kebahagiaan.

Maka haiat (هيئات) ini merupakan sebuah rahmat yang Allāh Subhānahu wa Ta'āla berikan kepada kita dengan adanya kebahagiaan yang terus baru, yang terus berulang pada setiap tahunnya.
Yaitu dengan datangnya hari Ied. Baik itu Iedul Fithri maupun Iedul Adha.

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Dalam sebuah hadīts dari Anas radhiyallāhu 'anhu, beliau mengatakan :

قدِمَ النبي صلى الله عليه وسلم ولأهلِ المدينةِ يومانِ يلعبونَ فيهما في الجاهليةِ

"Tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam datang ke kota Madīnah, ketika itu para penduduk Madīnah memiliki dua hari yang di dalamnya mereka bermain-main yaitu berbahagia di hari tersebut yaitu pada masa jahiliyyah yaitu menjadikan dua hari tersebut adalah hari raya mereka hari kebahagiaan mereka."

فقال : قدمتُ عليكم ولكمْ يومانِ تلعبونَ فيهما في الجاهليةِ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, "Saat aku datang kepada kalian, kalian memiliki dua hari yang dahulu semasa jahiliyyah kalian bermain-main di dalamnya, kalian berbahagia di dua hari tersebut."

وقد أبدلكُم اللهُ بهما خيرا منهما : يومٌ النحرِ ، ويومُ الفطرِ

"Dan saat ini Allāh Subhānahu wa Ta'āla telah menggantikan dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik daripada keduanya yaitu Hari An Nahr (Iedul Adha) dan Hari Al Fithri."

Maka dua hari Ied ini, merupakan dua hari yang memang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mensyari'atkan kepada kita atas perintah Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk menjadikannya sebagai sebuah hari raya pengganti dari dua hari raya yang dahulu biasa dirayakan oleh para penduduk Madīnah.

Keberadaan dua hari Iedul Fithri dan Iedul Adha tersebut, dinyatakan sebagai hari yang lebih baik dari dua hari yang sebelumnya dilakukan, Dikarenakan dua hari itu merupakan dua hari yang ditetapkan berdasarkan syariat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.  

Allāh lah yang memilihkan kepada para hamba-Nya dua hari yang mulia dan di dua hari tersebut kalau kita perhatikan ternyata dua hari itu adalah hari yang langsung mengiringi ibadah-ibadah yang mulia.

Hari Iedul Fithri datangnya setelah ibadah puasa bulan Ramadhān yang merupakan salah satu dari rukun Islām dan Iedul Adha datangnya pun setelah orang-orang yang mereka berangkat untuk menunaikan ibadah haji menyelesaikan wuqufnya. Kemudian di hari Ied mereka menyempurnakan dengan thawaf ifadhah maka hari tersebut pun mengiringi ibadah yang mulia yaitu ibadah haji yang juga termasuk salah satu rukun Islām.

Maka dua hari Ied yang kita miliki adalah dua hari yang lebih baik dibandingkan hari-hari yang lain karena termasuk ibadah yang memiliki keterkaitan dengan dua ibadah yang mulia diantara rukun-rukun Islām yaitu ibadah puasa dan ibadah haji.

Oleh karena itu kita dianjurkan untuk mengungkapkan kebahagiaan kita dan kita diberikan kebebasan untuk bersenang-senang di hari tersebut tentunya dengan tetap mengikuti syariat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan Rasul-Nya.

Demikian beberapa penjelasan tentang makna dan keutamaan dari hari Ied.

Semoga bermanfaat.

Bimbinganislam.com Kami

Baca Juga Artikel Baru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Cara Membayar/Memberikan Fidyah

Mengatasi Susah Buang Besar

Mengatasi Batu Empedu

Mengatasi Cacing Kremi

Extra Food ( Suplemen Buah dan Sayur )

Sabun Herbal Kolagen 

Sabun Herbal Propolos 

Sabun Madu ( Honey ) 

Pasta Gigi Herbal

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih

Habbatussauda

Andrographis Centella Untuk Imunitas

Deep Squa 

Bilberry Untuk Kesehatan Mata

Carnocap 

Biosir Efektif Untuk Wasir / Ambeien

Pembalut Herbal HIBIS

Haid di Bulan Ramadhan

Pengobatan Cacar Air Bernanah

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Prinsip Aqidah Ahlussunnah Waljamaah

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Gara-gara Menyiksa Kucing

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Hukum Riya'

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Bejat jadi Bisa Lebih Baik

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Hukum Jual Beli

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Adab Berbuka Puasa yang Benar

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kit

Ganti Kulit Di Neraka

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah


Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.




 

Comments

Popular posts from this blog

Islam Bukan Agama Prasmanan

Bismillah Islam Bukan Agama Prasmanan Oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.  Mana yang ia suka, ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan. Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal. Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan. Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan ?" Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan. Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan. Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam. Allah Ta’ala menegaskan : أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْك

TINGGINYA RASA TAKUT KEPADA ALLAH TA’ALA

Bismillah Gambaran betapa tingginya rasa takut kepada Allah ta’ala.. padahal keadaan agamanya sangat istimewa. Diceritakan oleh Imam Bukhari rahimahullah : “Suatu ketika Hammad bin Salamah menjenguk Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama besar ahli hadits dari generasi tabi’ut tabi’in, wafat 97 H) saat beliau sakit.. Maka Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : “Wahai Abu Salamah (kun-yah Hammad), apakah Allah MAU MENGAMPUNI orang sepertiku..?” Maka Hammad mengatakan : “Demi Allah, jika aku diminta memilih antara dihisab oleh Allah dengan dihisab oleh kedua orangtuaku, tentu aku memilih dihisab oleh Allah daripada dihisab oleh kedua orang tuaku, karena Allah ta’ala lebih sayang kepadaku daripada kedua orang tuaku..!” [Hilyatul Auliya’ 6/251] Pelajaran berharga dari kisah ini : 1. Sebaik apapun agama kita, kita harus tetap takut kepada Allah. 2. Takut kepada Allah adalah tanda baiknya seseorang. 3. Pentingnya teman yang shalih dan manfaatnya yang sangat besar bagi kita. 4. Pentingnya menyeimbangkan an

Biografi Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah

BIOGRAFI ASATIDZAH SUNNAH INDONESIA🇲🇨 Ustadz Riyadh bin badr Bajrey, Lc Hafizhahullah Beliau hafizhahullah adalah Ustadz bermanhaj salaf asal Jogyakarta... Lulusan Fakultas Ushuluddin jurusan hadits Universitas Al Azhar Cairo Mesir Beliau mengisi kajian sunnah rutin kitab aqidah, manhaj, akhlak, hadits di beberapa masjid , tv dan radio sunnah, di beberapa wilayah diindonesia. Materi dakwahnya yg tegas menyampaikan aqidah, tentang bahaya  syirik, bid'ah, khurafat yg menjamur di tanah air, tentu banyak sekali para penentang yg memfitnah , membuli beliau sebagaimana kepada asatidz sunnah lainnya. Karena hanya dakwah salaf yang konsisten menyerukan umat kepada kemurnian islam, kembali kepada Al Qur'an dan Sunnah yang difahami salafush sholih.