Showing posts with label jihad. Show all posts
Showing posts with label jihad. Show all posts

Sunday, November 7, 2021

EMPAT TINGKATAN JIHAD DALAM MELAWAN DIRI SENDIRI


Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

“Jihad memiliki empat tingkatan, yaitu;

💪🏻 Jihad melawan diri sendiri,

💪🏻 Jihad melawan setan,

💪🏻 Jihad melawan orang-orang kafir, dan

💪🏻 Jihad melawan kaum munafiqin.

👉🏻 Adapun jihad melawan diri sendiri ada empat tingkatan:

1⃣ Pertama:

Berjihad agar diri ini mau mempelajari petunjuk dan kebenaran, di mana tidak ada kemenangan dan kebahagiaan di dalam kehidupan dunia dan akhirat kecuali dengannya. Dan jika dia tidak memiliki ilmu, akan celaka dunia dan akhirat.

2⃣ Kedua:

Berjihad agar mau mengamalkan ilmunya setelah dia berilmu. Sebab bila ilmu tidak dibarengi dengan amal, jika tidak memudharatkan maka tidak akan bermanfaat.

3⃣ Ketiga:

Berjihad untuk mendakwahkan ilmunya dan mengajarkan orang yang tidak mengetahui. Jika dia tidak mengajarkannya niscaya dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang telah diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala. Juga, ilmunya tidak akan bermanfaat dan tidak akan menyelamatkan dia dari adzab Allah subhanahu wa ta’ala.

4⃣ Keempat:

Berjihad agar bersabar terhadap segala beban berat dalam dakwah dan dari segala gangguan manusia, serta menanggung semuanya itu karena Allah subhanahu wa ta’ala.

Jika keempat hal ini secara sempurna ada pada diri seseorang, niscaya dia termasuk Rabbaniyyun. Karena, ulama salaf sepakat bahwa seorang yang alim tidak pantas disebut Rabbani hingga dia mengetahui kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui.

Barangsiapa belajar dan mengajarkannya lalu dia mengamalkannya, itulah orang yang memiliki kedudukan di hadapan seluruh makhluk.”

Sumber:

(Kitab Zadul Ma’ad, 1/9)

Friday, December 18, 2020

Jihad di Sesuaikan Dengan Keadaan Kaum Muslimin

Jihad di jalan Allah disesuaikan dengan keadaan kaum muslimin, sudah kuatkah atau masih lemah ? karena keadaan bisa berubah setiap waktu dan tempat. Jihad di jalan Allah disyariatkan dalam Islam dengan melalui beberapa tahapan ; Pada waktu di Mekkah belum disyariatlan jihad dengan mengangkat senjata, karena kaum muslimin pada saat itu masih minoritas dan lemah, akan tetapi disyariatkan jihad dengan hati dan lisan. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

  فَلَا تُطِعِ الْكٰفِرِيْنَ وَجَاهِدْهُمْ بِهٖ جِهَادًا كَبِيْرًا  

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar” [Al-Furqon/25 : 52] ayat ini makkiyah (turun sebelum hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, -pent) 

Firman Allah : “Wajahidhum”. Ibnu Abbas mengatakan : “Dengan Al-Qur’an” seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya. Setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah dan mulai mendirikan negara Islam diizinkan beliau untuk berperang secara mutlak melalui firmanNya.

 اُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ 

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka” [Al-Haj/22 : 39] 

Kemudian diwajibkan jihad kepada kaum muslimin serta diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang memerangi mereka dan menahan diri dari orang-orang yang tidak mengganggu mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

 وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ 

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas” [Al-Baqarah/2 : 190] 

Setelah itu Allah menurunkan ayat yang memerintahkan untuk berjihad secara mutlak serta tidak menahan diri dari siapapun sampai mereka masuk kedalam agama Allah atau membayar jizyah, seperti yang termaktub dalam firmanNya.

 وَقَاتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ كُلُّهٗ لِلّٰهِۚ فَاِنِ انْتَهَوْا فَاِنَّ اللّٰهَ بِمَا يَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ 

“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan” [Al-Anfal/8 : 39] 

Para pakar ulama menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak ada yang mansukh/dihapus (hukumnya,-pent) akan tetapi ayat-ayat tersebut berlaku sesuai dengan kondisi yang ada, maka hendaknya kaum muslimin disetiap waktu dan tempat untuk mengambil ayat-ayat tersebut sesuai dengan kemampuan mereka. Apabila mereka dalam keadaan lemah maka jihadnya sesuai dengan kemampuan mereka. Jika mereka lemah maka cukup dengan berdakwah secara lisan. Dan jika mereka telah memiliki sebagian kekuatan maka mereka (dibolehkan) memerangi orang-orang yang memerangi mereka atau yang dekat dengan mereka serta menahan diri dari yang tidak menganggu mereka. Dan apabila mereka telah amat kuat dan memiliki kekuasaan maka (dibolehkan) untuk memerangi semuanya sehingga manusia semuanya masuk Islam atau membayar jizyah. [7] 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Barangsiapa diantara kaum muslimin dalam keadaan lemah di suatu tempat atau waktu, maka hendaknya dia mengamalkan ayat kesabaran dan memaafkan orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya dari kalangan ahli kitab maupun orang-orang musyrikin”.[8] 

Syaikh Abdurrohman As-Sa’di rahimahullah berkata : “Hendaknya mereka mengetahui bahwa Allah tidak membebani manusia melainkan sesuai kemampuan mereka dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tuladan mereka. Dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui dua keadaan dalam berdakwah dan berjihad. Beliau diperintah sesuai dengan keadaannya. Disaat kaum muslimin dalam keadaan lemah dan dikuasai musuh beliau diperintah untuk membela diri saja dan mencukupkan diri dengan berdakwah serta menahan diri dari jihad mengangkat senjata, karena hal tersebut lebih banyak madhorotnya. Dan disaat yang lain mereka diperintahkan untuk menolak kejahatan para musuh dengan segala kekuatan yang ada dan berdamai selama terdapat maslahat dalam perdamaian tersebut, serta memerangi orang orang-orang yang melampui batas jika maslahatnya lebih besar. Wajib bagi kaum muslimin untuk meneladani Nabi mereka dalam hal ini. Dan meneladani beliau adalah kemaslahatan dan kesuksesan” [9] 

Semoga bermanfaat.

Baca Juga Artikel Terbaru Kami: 

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Kisah Nabi Luth as.

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Jihad di Sesuaikan dengan Kuat atau Lemahnya Kaum Muslimit

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Kaidah Jihat Dengan Rahmat dan Kelembutan

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Kaidah Jihad Meninggikan Kalimat Allaah

Lailatul Qadar

Seputar Syirik

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Kaidah Jihad Dengan Ilmu dan pemahaman Agama  

#griyakajiansunnah

 

Kaidah Jihat Haruslah Bersama Imam Kaum Muslimin

Jihad haruslah bersama imam kaum muslimin atau dengan seizinnya baik pemimpin/imam tersebut orang yang baik ataupun fasik. Ini diantara kententuan yang paling penting yang harus ada dalam jihad fi sabilillah, karena jihad –khususnya jihad melawan musuh-musuh Allah dengan senjata- tidak bisa dilakukan melainkan dengan kekuatan dan kekuatan tidak bisa diperoleh melainkan dengan persatuan. Dan persatuan tidak dapat terwujud melainkan dengan kepemimpinan. Dan kepemimpinan tidak berjalan melainkan dengan adanya sikap mendengar serta taat (kepada pemimpin). Semua perkara ini saling berkaitan dan tidak sempurna sebagiannya melainkan dengan sebagian yang lain, bahkan tidak akan tegak agama dan dunia ini melainkan dengannya[5]. 

Ketentuan ini telah dijelaskan dalam sunnah serta ucapan para salaf. Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda. 

“Sesungguhnya imam/pemimpin itu adalah perisai yang (kaum muslimin) berperang dibelakangnya dan menjadikan sebagai tameng” [Hadits Riwayat Bukhari 2957 dan Muslim 1841] 

Imam Abu Ja’far Ath-Thohawi berkata dalam Aqidah Thohawiyahnya : “Haji dan jihad senantiasa dilaksanakan bersama ulim amri/pemimpin kaum muslimin yang baik maupun yang dzolim sampai hari kiamat…”. Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata : “Barangsiapa yang mengatakan ; dibolehkan sholat dibelakang setiap imam yang baik maupun fasik dan dibolehkan jihad bersama para kholifah, serta dia tidak memberontak terhadap penguasa dengan mengangkat senjata dan dia mendo’akan kebaikan untuknya, maka sungguh di telah keluar dari ucapan kelompok Khowarij dari awal sampai akhir” [6] 

Semoga bermanfaat.

Baca Juga Artikel Terbaru Kami: 

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Kisah Nabi Luth as.

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Kaidah Jihat Dengan Rahmat dan Kelembutan

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Kaidah Jihad Meninggikan Kalimat Allaah

Lailatul Qadar

 Jihat Haruslah Bersama Imam

Seputar Syirik

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Kaidah Jihad Dengan Ilmu dan pemahaman Agama  

#griyakajiansunnah

 

 

 

Kaidah Jihad Haruslah dengan Keadilan dan Jauh dari Kedzoliman

Jihad haruslah dipenuhi dengan keadilan dan jauh dari kedzoliman. Ini adalah ketentuan yang penting dalam jihad di jalan Allah, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmannya.

 وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ 

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas” [Al-Baqarah/2 : 190] 

Dan firmanNya.

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ 

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, medorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Al-Maidah/5 : 8] 

Dahulu, jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus pasukannya, selalu mewasiati mereka untuk bertakwa dan beliau berkata : “Berjalanlah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah, perangilah orang-orang yang kafir kepada Allah. Janganlah mecincang (mayat) dan janganlah berbuat curang serta jangan membunuh anak kecil” [Hadits Riwayat Muslim 1731] 

Para ulama telah menjelaskan bahwa orang yang tidak ikut berperang dari kaum wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua, orang buta, orang-orang yang lemah/sakit, orang-orang gila, dan para pendeta/pastur serta biarawan/biarawati adalah golongan yang tidak layak dibunuh dalam medan jihad karena perang itu ditujukan kepada orang yang memerangi kita ketika kita menampakkan agama Allah. Siapapun dari golongan diatas yang tidak ikut serta memerangi kita maka kita pun tidak boleh memerangi mereka. Yang demikian itu karena Allah membolehkan untuk membunuh jiwa yang dengannya makhluk ini bisa baik, seperti yang Allah firmankan. 

  وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ 

“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh” [Al-Baqarah/2 : 217] 

Maksudnya bahwa perang itu meskipun terdapat kejelekan dan kerusakan di dalamnya, tapi kerusakan dan fitnah kekafiran lebih dari itu semuanya. Barangsiapa yang tidak menghalangi kaum muslimin dari mendirikan agama Allah, maka bahaya kekafirannya hanya untuk dia sendiri. Oleh karena itulah para ulama berkata : “Para da’i yang menyeru kepad bid’ah yang menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah layak diberi sangsi, berlainan dengan yang diam (tidak menyeru kepada bid’ah). Semuanya ini termasuk kebaikan Islam dan seruan Islam untuk berbuat adil dan menjauhi segala bentuk penganiayaan dan kedzoliman” [4] 

Semoga bermanfaat.

Baca Juga Artikel Terbaru Kami: 

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Kisah Nabi Luth as.

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Kaidah Jihat Dengan Rahmat dan Kelembutan

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kaidah Jihad Haruslah Dengan Keadilan 

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Kaidah Jihad Meninggikan Kalimat Allaah

Lailatul Qadar

Seputar Syirik

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Kaidah Jihad Dengan Ilmu dan pemahaman Agama  

#griyakajiansunnah

 

Kaidah Jihat dengan Rahmat dan Kelembutan

Jihad hendaknya dilakukan dengan penuh rahmat/kasih sayang dan lemah lembut karena jihad tidaklah disyariatkan untuk menyiksa jiwa atau menyakiti orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. 

“Tidaklah kelemah lembutan ada pada sesuatu, melainkan dia akan memperindahnya, dan tidaklah kekerasan ada pada sesuatu melainkan dia akan merusaknya” [Hadits Riwayat Muslim] 

Syaikhhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Syaitan selalu menginginkan dari manusia agar mereka berlebih-lebihan dalam semua perkara. Jika syaitah melihat orang tersebut condong kepada kasih sayang maka dia jadikan berlebih-lebihan dalam menyayangi, hingga tidak membenci apa yang dibenci Allah dan tidak cemburu. Tapi jika syaitan melihat orang itu condong kepada sikap kasar/keras, maka syaitan pun menjadikannya berlebih-lebihan hingga tidak berbuat ihsan/baik, lemah lembut dan kasih sayang sesuai dengan yang Allah perintahkan dan dia amat ekstrim dalam membenci dan mencela serta memberi sangsi…” 

Semoga bermanfaat.

Baca Juga Artikel Terbaru Kami: 

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Kisah Nabi Luth as.

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Kaidah Jihat Dengan Rahmat dan Kelembutan

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Kaidah Jihad Meninggikan Kalimat Allaah

Lailatul Qadar

Seputar Syirik

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Kaidah Jihad Dengan Ilmu dan pemahaman Agama  

#griyakajiansunnah

 

 

Hikmah Berqurban