Jihad di jalan Allah disesuaikan
dengan keadaan kaum muslimin, sudah kuatkah atau masih lemah ? karena keadaan
bisa berubah setiap waktu dan tempat. Jihad di jalan Allah disyariatkan dalam
Islam dengan melalui beberapa tahapan ; Pada waktu di Mekkah belum disyariatlan
jihad dengan mengangkat senjata, karena kaum muslimin pada saat itu masih
minoritas dan lemah, akan tetapi disyariatkan jihad dengan hati dan
lisan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
فَلَا تُطِعِ الْكٰفِرِيْنَ
وَجَاهِدْهُمْ بِهٖ
جِهَادًا كَبِيْرًا
“Maka janganlah kamu mengikuti
orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad
yang besar” [Al-Furqon/25 : 52] ayat ini makkiyah (turun sebelum hijrahnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, -pent)
Firman Allah : “Wajahidhum”. Ibnu
Abbas mengatakan : “Dengan Al-Qur’an” seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir
dalam tafsirnya. Setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah
dan mulai mendirikan negara Islam diizinkan beliau untuk berperang secara
mutlak melalui firmanNya.
اُذِنَ لِلَّذِيْنَ
يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ
لَقَدِيْرٌ
“Telah diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan
sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka” [Al-Haj/22 :
39]
Kemudian diwajibkan jihad kepada
kaum muslimin serta diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang memerangi
mereka dan menahan diri dari orang-orang yang tidak mengganggu mereka. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ
اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا
يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
“Dan perangilah di jalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas”
[Al-Baqarah/2 : 190]
Setelah itu Allah menurunkan ayat
yang memerintahkan untuk berjihad secara mutlak serta tidak menahan diri dari
siapapun sampai mereka masuk kedalam agama Allah atau membayar jizyah, seperti
yang termaktub dalam firmanNya.
وَقَاتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا
تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ كُلُّهٗ لِلّٰهِۚ فَاِنِ انْتَهَوْا فَاِنَّ اللّٰهَ بِمَا
يَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Dan perangilah mereka, supaya
jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka
berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan” [Al-Anfal/8 : 39]
Para pakar ulama menguatkan pendapat
yang menyatakan bahwa ayat-ayat tersebut tidak ada yang mansukh/dihapus
(hukumnya,-pent) akan tetapi ayat-ayat tersebut berlaku sesuai dengan kondisi
yang ada, maka hendaknya kaum muslimin disetiap waktu dan tempat untuk
mengambil ayat-ayat tersebut sesuai dengan kemampuan mereka. Apabila mereka
dalam keadaan lemah maka jihadnya sesuai dengan kemampuan mereka. Jika mereka
lemah maka cukup dengan berdakwah secara lisan. Dan jika mereka telah memiliki
sebagian kekuatan maka mereka (dibolehkan) memerangi orang-orang yang memerangi
mereka atau yang dekat dengan mereka serta menahan diri dari yang tidak
menganggu mereka. Dan apabila mereka telah amat kuat dan memiliki kekuasaan
maka (dibolehkan) untuk memerangi semuanya sehingga manusia semuanya masuk
Islam atau membayar jizyah. [7]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata : “Barangsiapa diantara kaum muslimin dalam keadaan lemah
di suatu tempat atau waktu, maka hendaknya dia mengamalkan ayat kesabaran dan
memaafkan orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya dari kalangan ahli
kitab maupun orang-orang musyrikin”.[8]
Syaikh Abdurrohman As-Sa’di
rahimahullah berkata : “Hendaknya mereka mengetahui bahwa Allah tidak membebani
manusia melainkan sesuai kemampuan mereka dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah suri tuladan mereka. Dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melalui dua keadaan dalam berdakwah dan berjihad. Beliau diperintah sesuai
dengan keadaannya. Disaat kaum muslimin dalam keadaan lemah dan dikuasai musuh
beliau diperintah untuk membela diri saja dan mencukupkan diri dengan berdakwah
serta menahan diri dari jihad mengangkat senjata, karena hal tersebut lebih
banyak madhorotnya. Dan disaat yang lain mereka diperintahkan untuk menolak
kejahatan para musuh dengan segala kekuatan yang ada dan berdamai selama
terdapat maslahat dalam perdamaian tersebut, serta memerangi orang orang-orang
yang melampui batas jika maslahatnya lebih besar. Wajib bagi kaum muslimin
untuk meneladani Nabi mereka dalam hal ini. Dan meneladani beliau adalah
kemaslahatan dan kesuksesan” [9]
Semoga bermanfaat.
Baca Juga Artikel Terbaru Kami:
Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam
Kisah Nabi Luth as.
Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan
Perhiasan dalam Tiga Bahasa
Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana
Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik
Tiga Bahasa Bab Sekolahan
Hak Istri Dalam Rumah Tangga
Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud
Mendo'akan Orang Tua
Jihad di Sesuaikan dengan Kuat atau Lemahnya Kaum Muslimit
Ciri Suami Pembawa Rejeki
Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh
Perilaku yang Sesuai Surat Yunus
Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan
Cara Melindungi Akun Whatsapp
Menghidupkan Sunnah
Kaidah Jihat Dengan Rahmat dan Kelembutan
Infak dan Sedekah
Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah
Kandungan Surat An nisa dan Al maidah
Kaidah Jihad Meninggikan Kalimat Allaah
Lailatul Qadar
Seputar Syirik
Beriman Kepada Nabi Muhammad
Kaidah Jihad Dengan Ilmu dan pemahaman Agama
#griyakajiansunnah