Showing posts with label hutang puasa. Show all posts
Showing posts with label hutang puasa. Show all posts

Tuesday, February 15, 2022

Kapan Orang Sakit Boleh Tidak Puasa


By Ammi Nur Baits

Pertanyaan:

Bagaimana hukum meninggalkan puasa bagi orang yang sakit?

Dari: Hamba Allah

Jawaban:

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulilllah, wa ba’du.

Para ulama menegaskan bahwa tidak semua sakit bisa menjadi sebab seseorang membatalkan puasanya. Karena sebagaimana yang kita pahami, sakit yang dialami manusia berbeda-beda, dan kondisi mereka pun tidak sama.

Berikut keterangan ulama yang bergelar Faqihuz Zaman (ahli fikih abad ini) Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah:

Allah berfirman:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Siapa yang sakit atau melakukan safar (kemudian dia tidak berpuasa) maka dia mengganti di hari-hari yang lain. Allah menginginkan kemudahan untuk kalian, dan tidak menghendaki kesulitan…” (QS. Al-Baqarah: 185).

Orang yang sakit ada 2 macam:

*Pertama*, orang yang penyakitnya menahun (tahunan), tidak ada harapan untuk sembuh. Seperti kanker parah. Orang mengalami sakit semacam ini tidak wajib puasa. Karena orang semacam ini sangat kecil harapannya untuk bisa sembuh, sementara dia tidak sanggup untuk puasa karena sakit yang dideritanya.

Kewajiban orang ini adalah membayar fidyah, sejumlah hari puasa yang dia tinggalkan.

*Kedua*, orang yang sakitnya tidak menahun atau hanya sementara, seperti pilek dan semacamnya. Sakit semacam ini ada 3 keadaan:

a. Dia masih mampu untuk berpuasa dan itu tidak memberatkannya, serta puasa tidak banyak berpangaruh terhadap puasanya, maka orang ini wajib berpuasa, karena tidak ada udzur baginya untuk meninggalkan puasa. Misal, pilek ringan, luka tidak parah, dst.

b. Dengan berpuasa akan terlalu memberatkan dirinya, meskipun andai dia berpuasa, itu tidak membahayakannya. Puasa dalam kondisi ini hukumnya makruh, karena berarti tidak mengambil keringanan dari Allah, disamping orang ini memberatkan dirinya.

c. Dengan puasa akan membahayakan dirinya, misalnya, sakitnya akan bertambah parah atau bahkan mengancam kematian. Dalam kondisi ini dia haram untuk berpuasa, karena puasa akan membahayakan dirinya. Allah berfirman:

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً

“Janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya Allah Maha kasih kepada kalian.” (QS. An-Nisa; 29)

Di ayat yang lain, Allah berfirman:

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Janganlah kalian melemparkan diri kalian pada kebinasaan…” (QS. Al-Baqarah: 159).

An-Nawawi mengatakan:

“Bahaya puasa bagi orang yang sakit bisa diketahui, baik orang yang sakit itu merasakan apa yang terjadi pada dirinya, atau berdasarkan keterangan dokter yang terpercaya.”

Apabila orang sakit jenis ini tidak berpuasa, maka dia wajib mengqadha sejumlah hari yang dia tinggalkan, setelah dia sembuh. Jika dia mati sebelum sembuh maka dia gugur darinya kewajiban qadha, karena kewajibannya adalah mengqadha di hari yang lain setelah sembuh, sementara dia tidak mampu.

Sumber: http://www.ibnothaimeen.com/all/books/printer_16605.shtml

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

https://konsultasisyariah.com/12899-puasanya-orang-sakit.html



Thursday, February 3, 2022

Masalah Qadha’ Puasa


Oleh Ustad Muhammad Abduh Tuasikal, MSc 

Dalam kelanjutan ayat puasa kita akan melihat ayat selanjutnya yang membicarakan tentang qadha’ puasa. Bagaimanakah penyebutan qadha’ puasa tersebut dalam ayat Al Qur’an?

Allah Ta’ala berfirman,

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184).

Setelah Allah menyebutkan kewajiban puasa pada ayat sebelumnya. Lalu disebutkan bahwa puasa diwajibkan pada hari tertentu.

Puasa bagi Orang Sakit dan Orang yang Bersafar

Orang sakit dan yang bersafar biasanya berat untuk menjalankan puasa, maka mereka mendapatkan keringanan kala itu. Namun karena puasa itu memiliki maslahat yang besar bagi setiap mukmin, maka hendaklah ia mengqadha’ puasanya tersebut di hari yang lain ketika sakitnya sudah sembuh dan kala sudah selesai bersafar, saat pulih hendaklah ia mengqadha’ puasanya.

Baca artikel Rumaysho.Com: Puasanya Orang Sakit dan Puasanya Musafir.

Qadha’ Puasa

Puasa yang tidak ditunaikan di bulan Ramadhan hendaklah di ganti di hari lainnya. Penunaiannya terserah kapan pun itu bahkan Aisyah baru bisa menunaikan qadha’ puasanya di bulan Sya’ban karena saking sibuk mengurus Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang penting qadha’ puasa tidak terlewat sampai Ramadhan berikutnya jika tidak ada uzur. Juga untuk qadha’ puasa tidak dipersyaratkan berturut-turut. Ia pun bisa menunaikan qadha’ puasa di hari yang pendek (musim dingin) untuk mengganti puasa dahulu yang dilakukan di waktu yang panjang (musim panas), demikian dikatakan oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di.

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa qadha’ puasa lebih afdhol berturut-turut karena akan lebih cepat lepas dari beban kewajiban. Ia berkata, “Disunnahkan qadha’ puasa Ramadhan secara berturut-turut. Jika tidak bisa dilakukan secara berturut-turut, maka tidak mengapa terpisah-pisah.” (Majmu’ Al Fatawa, 24: 136). Seperti itu pun tidak dihukumi makruh menurut Ibnu Taimiyah.

Baca artikel Rumaysho.Com: Qadha’ Puasa dan Fidyah.

Pembahasan tafsir ayat puasa, insya Allah masih berlanjut pada pembahasan fidyah dalam ayat puasa. Semog bermanfaat.

Referensi:

Ahkamul Quran, Ibnul ‘Arobi, terbitan Darul Hadits, cetakan tahun 1432 H.

Taisiri Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Disusun menjelang berbuka puasa, 8 Ramadhan 1435 H di Pesantren DS

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Monday, March 22, 2021

Aturan Membayar Hutang Puasa Ramadhan

Aturan meng-qadha puasa ini jarang sekali diketahui, jadi silahkan di pelajari dengan klik Disini

Semoga bermanfaat,

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Hukum Riya'

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kita

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah

Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.

Monday, September 28, 2020

Dibolehkan Berpuasa Pada Hari Kedua di Bulan Syawal

Adapun apa yang dikenal orang selama ini bahwa hari raya idul fitri selama tiga hari, maka hal itu merupakan ‘urf (kebiasaan) masyarakat yang tidak mengandung hukum syar’i tertentu.

Imam Bukhori –rahimahullah- berkata:

“Bab Puasa Pada Hari Raya Idul Fitri”

Kemudian beliau meriwayatkan (1992) dari Abu Sa’id –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ ، وَالنَّحْرِ .

“Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang berpuasa pada hari raya idul fitri dan hari raya idul adha”.

Atas dasar itulah maka hari raya idul fitri itu hanya satu hari saja, dan pada hari itulah diharamkan berpuasa, adapun pada hari kedua atau ketiga dari bulan Syawal maka tidak diharamkan untuk berpuasa, maka dibolehkan untuk berpuasa qadha’ Ramadhan atau puasa sunnah.

Wallahu A’lam.

Hikmah Berqurban