Showing posts with label Jimat. Show all posts
Showing posts with label Jimat. Show all posts

Friday, July 19, 2024

JIMAT

 

Jimat dikenal dengan istilah tamimah. Mantra dan jampi-jampi dikenal dengan nama ruqyah. Adapun pelet atau pengasihan dikenal dengan tiwalah. 

Tentu saja, jika kita berbicara tentang istilah, akan ada saja perbedaan sebutan antara satu daerah dan daerah lainnya. Namun, hakikat semuanya adalah sama, baik dinamai jimat, hizib, rajah, pelet, pengasihan, pelarisan, atau apa saja.

Yang ingin kita kaji di sini adalah hukum memakai hal-hal tersebut, baik yang digantungkan di mobil, di rumah, di toko-toko, atau warung makan. Oleh karena itu, mari kita menyimak hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam :

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

“Sesungguhnya jampi, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (Sahih, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad. Lihat Shahih Jami’ ash-Shaghir no. 1632).

#Tamimah atau Jimat

Tamimah adalah sesuatu yang biasa digantungkan pada anak-anak dengan tujuan melindungi dari malapetaka. Inilah yang biasa kita sebut dalam bahasa kita dengan jimat atau sejenisnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menyebutnya sebagai syirik. Hal ini terlarang karena dengan memakainya berarti seseorang mengharapkan pertolongan kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala, padahal tidak ada yang dapat menolak bala kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Dengan demikian, tidak boleh meminta perlindungan dari gangguan semacam itu kecuali kepada Allah Subhanahu wa ta’ala semata.

Sebagian ulama juga menjelaskan bahwa jimat masuk dalam kategori syirik akbar apabila pelakunya meyakini bahwa benda itulah yang memberinya manfaat dan menyelamatkannya dari mudarat. namun, bisa pula masuk dalam kategori syirik kecil apabila pelakunya meyakini bahwa benda itu hanya menjadi sebab keselamatan atau kemujuran, sementara hakikatnya yang memberinya adalah Allah Subhanahu wa ta’ala.

# Hukum jimat yang dibuat murni dari ayat Al-Qur’an

Pendapat yang terkuat dalam hal ini ialah dilarang. Ini adalah pendapat sejumlah sahabat, di antaranya Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, yang tampak dari pendapat Hudzaifah, Uqbah bin Amir, dan Ibnu Ukaim. Demikian pula, ini adalah pendapat banyak dari kalangan tabiin dan salah satu pendapat Imam Ahmad.

Yang menguatkan pendapat ini adalah tiga hal :

1. Larangan dalam hadits bersifat umum, mencakup jimat dari apa pun. Tidak ada yang mengkhususkannya.

2. Dalam rangka menutup pintu kejelekan. Sebab, apabila hal ini dibolehkan, akan menyeret kepada pemakaian tamimah yang lain.

3. Apabila tamimah ini digantungkan pada seseorang, niscaya berakibat menghinakan ayat Al-Qur’an itu dengan membawanya saat buang air, cebok, dan yang semacamnya. (Fathul Majid)

Jika demikian hukum jimat—meski murni terbuat dari tulisan ayat-ayat Al-Qur’an—lantas bagaimana dengan yang lain, semacam yang terdiri dari campuran ayat-ayat dengan huruf-huruf yang terputus-putus, angka-angka, atau garis-garis ?

Jangan sampai kita terkecoh dengan tulisan-tulisan huruf Arab dalam jimat tersebut. 

Sebab, itu terkadang bukan ayat, bahkan bukan bahasa Arab. Hanya hurufnya saja yang Arab, tetapi tidak bisa dipahami karena bukan bahasa Arab. Yang dikhawatirkan, ini justru merupakan rumus-rumus kekafiran. 

Bisa jadi, di dalamnya terkandung doa kepada selain Allah, kata-kata kekafiran, celaan terhadap Islam atau ayat Al-Qur’an, bahkan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Jelas, ini hukumnya haram.

Silahkan dishare untuk menyebarkan ilmu agama dan kebaikan. Jazakumullahu khairan.

(Qomar ZA, Lc hafidzahullah).

Sunnah dijaga dengan kebenaran, kejujuran, dan keadilan bukan dengan kedustaan dan kedhaliman."

(Ibnu Taimiyah rahimahullahu).

Wednesday, June 15, 2022

AHLUS SUNNAH MELARANG MEMAKAI JIMAT

Oleh :

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas 

Kata tamaa-im adalah bentuk jamak dari tamimah, yaitu sesuatu jimat yang dikalungkan di leher atau bagian dari tubuh seseorang yang bertujuan mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, baik kandungan jimat itu adalah Al-Qur-an, atau benang atau kulit atau kerikil dan semacamnya. Orang-orang Arab biasa menggunakan jimat bagi anak-anak mereka sebagai perlindungan dari sihir atau guna-guna dan semacamnya.

JIMAT TEBAGI MENJADI DUA MACAM

Pertama: Yang tidak bersumber dari Al-Qur-an. Inilah yang dilarang oleh syari’at Islam. Jika ia percaya bahwa jimat itu adalah subjek atau faktor yang berpengaruh, maka ia dinyatakan musyrik dengan tingkat syirik besar. Tetapi jika ia percaya bahwa jimat hanya menyertai datangnya manfaat atau mudharat, maka ia dinyatakan telah melakukan syirik kecil. Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Shahiihul Bukhari dari Sahabat Abu Basyir al-Anshari bahwa beliau pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu perjalanan, lalu ia berkata:

فَأَرْسَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُوْلاً: لاَ تَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيْرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ -أَوْ قِلاَدَةٌ- إِلاَّ قُطِعَتْ.

Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang, kemudian beliau bersabda: ‘Jangan sisakan satu kalung pun yang digantung di leher unta melainkan kalungnya harus dipotong.’[1]

Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ.

Sesungguhnya jampi, jimat dan tiwalah adalah syirik.”[2]

Tiwalah adalah sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk merebut cinta suaminya (pelet) dan ini dianggap sebagai sihir.

Jimat diharamkan oleh syari’at Islam karena ia mengandung makna keterkaitan hati dan tawakkal kepada selain Allah, dan membuka pintu bagi masuknya keperacayaan-kepercayaan yang rusak tentang berbagai hal yang ada pada akhirnya menghantarkan kepada syirik besar.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ.

Barangsiapa menggantungkan jimat, maka ia telah melakukan syirik.”[3]

Kedua: Yang bersumber dari Al-Qur-an. Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat, yaitu ada sebagian yang membolehkan dan ada yang mengharamkannya. Pendapat yang kuat adalah pendapat yang kedua, yaitu yang mengharamkannya. Karena dalil yang mengharamkan jimat menyatakannya sebagai perbuatan syirik dan tidak membedakan apakah jimat berasal dari Al-Qur-an atau bukan dari Al-Qur-an. Dengan membolehkan jimat dari ayat Al-Qur-an, sebenarnya kita telah membuka peluang menyebarnya jimat dari jenis pertama yang jelas-jelas haram. Maka, sarana yang dapat mengantar kepada perbuatan haram mempunyai hukum haram yang sama dengan perbuatan haram itu sendiri. Ia juga menyebabkan tergantungnya hati kepadanya, sehingga pelaku-nya akan ditinggalkan oleh Allah dan diserahkan kepada jimat tersebut untuk menyelesaikan masalahnya. Selain itu, pemakaian jimat dari Al-Qur-an juga mengandung unsur penghinaan terhadap Al-Qur-an, khususnya di waktu tidur dan ketika sedang buang hajat atau sedang berkeringat dan semacamnya. Hal semacam itu tentu saja bertentangan dengan kesucian dan kesakralan Al-Qur-an. Selain itu juga, jimat ini dapat pula dimanfaatkan oleh para pembuatnya untuk menyebarkan kemusyrikan dengan alasan jimat yang dibuatnya dari Al-Qur-an."[4]

Ibrahim an-Nakha’i (wafat th. 96 H) rahimahullah berkata: Mereka membenci jimat, baik yang berasal dari Al-Qur-an maupun yang bukan dari Al-Qur-an. Maksudnya, itu ijma’ ulama Salaf dalam mengharamkan jimat secara keseluruhan."[5]

Sa’id bin Jubair (wafat th. 95 H) rahimahullah berkata: Barangsiapa yang memotong sebuah jimat dari seseorang, maka pahalanya sama dengan memerdekakan seorang budak. Perkataan seperti ini tentu saja tidak akan diucapkan tanpa dasar wahyu yang jelas. Sehingga ucapan ini dapat dianggap sebagai hadits mursal, atau hadits yang diriwayatkan oleh seorang Tabi’in dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menyebutkan nama Sahabat, dan ia termasuk seorang pembesar Tabi’in. Maka, hadits mursal semacam ini menjadi hujjah bagi yang menjadikannya sebagai dalil."[6]

Wallaahu a’lam bish shawaab.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]

Footnote

[1] HR. Al-Bukhari (no. 3005) dan Muslim (no. 2115), dari Sabahat Abu Basyir al-Anshari. Hadits ini shahih, lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 331 dan 2972).

[2] HR. Abu Dawud (no. 3883), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381) dan al-Hakim (IV/417-418), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 492)

[3] HR. Ahmad (IV/156), al-Hakim (IV/417), dari Sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani.

[4] Al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah (hal. 151).

[5] Fathul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (hal. 153).

[6] Lihat Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (bab VII: Maa Jaa-a fir Ruqaa wat Tamaa-im, hal. 145-154) dan al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah (hal. 150-151).

Referensi : https://almanhaj.or.id/2396-ahlus-sunnah-melarang-memakai-jimat.html


Wednesday, February 16, 2022

HUKUM MEMAKAI JIMAT, KALUNG DAN GELANG DARI AL-QURAN

PERTANYAAN: 

Banyak kita lihat kalung yang tertulis padanya ayat Al-Qur'an, apakah boleh menjual, membeli atau memakainya?, berilah kami fatwa dalam masalah ini, semoga Allah ta’ala membalas kebaikan Anda. 

JAWABAN: 

Tidak diperbolehkan menjual ataupun memakai kalung yang tertulis padanya (ayat-ayat) Al-Qur'an, dan tidak diperbolehkan menulis Al-Qur'an pada kalung, karena hal tersebut merupakan pelecehan atau peremehan terhadap Al-Qur'an. Selain itu, hal tersebut bisa dijadikan sebagai pelindung atau jimat yang diyakini sebagai penyembuh dari penyakit. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang menggantung atau memakai jimat, larangan ini secara umum, keumuman ini mencakup menggantungkan jimat dari Al-Qur'an maupun yang bukan dari Al-Qur an, inilah pendapat yang rajih (kuat), Wallahu a’lam. 

Syaikh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah

Al-Muntaqa Min Fatawa fadilah Syaikh Shalih bin  Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan jilid 1/64

shahih fiqih com

Silahkan disebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya ☕

Barakallah fikum.

Semoga Bermanfaat,

Baca Juga Artikel Kami Lainnya di :

https://griyakajiansunnah.blogspot.com

https://tujuan-mu.blogspot.com

www.tujuanmu.com

Channel Youtube :

https://www.youtube.com/c/TopChannelOne

Play List Kajian Sunnah :

https://www.youtube.com/playlist?list=PLIJQYJ-Cz_XkX6L_nhAGqOAX9FX9MDKQQ



Saturday, March 6, 2021

Kesyirikan pada Jimat dan Rajah

 *بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ*

Masyarakat kita masih banyak yang mencampuradukkan antara klenik dan akidah. Jimat lainnya, ada yang berupa penglaris dagang dan untuk menambah kesaktian. Jimat yang berupa tulisan disebut dengan rajah. Tulisan berikut akan memberikan contoh berbagai macam jimat dan rajah, serta membuktikan pula kesyirikan benda-benda tersebut.

▪️ *Mengenal Tamimah*

Tamimah pada asalnya digunakan untuk mencegah ‘ain, yaitu pandangan dari mata hasad (dengki). Dengan pandangan yang hasad, seorang anak bisa menangis terus menerus, atau lumpuh atau terkena penyakit. Untuk melindungi anak kecil dari penyakit ‘ain ini, di masa silam –zaman Jahiliyah- digunakanlah tamimah, yang bentuk pluralnya tamaa-im. Ketika  Islam datang, tamimah atau jimat semacam ini dihapus (Lihat Fathul Majid, 131).

Namun tamimah beralih digunakan lebih umum yaitu pada segala sesuatu yang digantung untuk mencegah ‘ain atau lainnya, baik berupa gelang, kalung, benang, atau ikatan. Ini semua disebut tamimah. Nah, kalau di sekitar kita, jimat dan rajah dengan berbagai macam bentuknya dengan berbagai macam penggunaan, itulah yang termasuk dalam tamimah.

Di sekeliling kita, tamimah dapat berupa keris untuk melindungi rumah misalnya, berupa benang pawitra untuk melindungi anak agar tidak terkena bahaya, dan berupa tulisan rajah yang dipasang di atas pintu masuk warung untuk melariskan dagangan.

Berikut contoh-contoh jimat dan rajah yang kami peroleh. Kadang jimat ini menjadi sarangnya jin, namun masih disimpan di rumah-rumah sebagai benda pusaka dan tujuan lainnya.

▪️ *Dalil Larangan Jimat dan Rajah*

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar: 38)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah –penulis Fathul Majid- berkata, “Ayat ini dan semisalnya adalah dalil yang menunjukkan tidak bolehnya menggantungkan hati kepada selain Allah ketika ingin meraih manfaat atau menolak bahaya. Ketergantungan hati kepada selain Allah dalam hal itu termasuk kesyirikan“ (Fathul Majid, 127-128).

Jimat dan rajah termasuk yang dimaksudkan dalam ayat yang mulia ini. Karena orang yang memakai jimat dan memasang rajah di dinding dan tempat lainnya, bermaksud untuk mendatangkan manfaat –seperti dagangannya laris atau agar penyakitnya sembuh- atau ingin menolak mudhorot (bahaya) –seperti menolak ‘ain (mata dengki) atau menolak wabah penyakit-.

Dari ‘Imron bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ « وَيْحَكَ مَا هَذِهِ ». قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ « أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ وَهْناً انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِىَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَداً

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di lengan seorang pria gelang yang dinampakkan padanya. Pria tersebut berkata bahwa gelang itu terbuat dari kuningan. Lalu beliau berkata, “Untuk apa engkau memakainya?” Pria tadi menjawab, “(Ini dipasang untuk mencegah dari) wahinah (penyakit yang ada di lengan atas). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Gelang tadi malah membuatmu semakin lemah. Buanglah! Seandainya engkau mati dalam keadaan masih mengenakan gelang tersebut, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR. Ahmad 4: 445 dan Ibnu Majah no. 3531).

Al Hakim mengatakan, “Kebanyakan guru kami berpendapat bahwa Hasan Al Bashri mendengar hadits ini langsung dari ‘Imron (Lihat Fathul Majid, 128). Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz termasuk  ulama yang menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid, artinya tidak bermasalah (Fatawa Nur ‘ala Darb, 1: 383). Ulama lain mengatakan bahwa Al Hasan Al Bashri tidak mendengar hadits ini langsung dari ‘Imron, sehingga sanad hadits ini inqitho’ (terputus). Inilah pendapat Ibnu Ma’in, Ibnu Abi Hatim dan Ahmad. Oleh karenanya, hadits ini lemah, walaupun maknanya shahih (Lihat Syarh Kitabit Tauhid, 54). Yang mendho’ifkan hadits ini adalah Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad dan Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Adh Dho’ifah no. 1029.

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ

“Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada tamimah (jimat), maka Allah tidak akan menyelesaikan urusannya. Barangsiapa yang menggantungkan (hati) pada kerang (untuk mencegah dari ‘ain, yaitu mata hasad atau iri, pen), maka Allah tidak akan memberikan kepadanya jaminan” (HR. Ahmad 4: 154. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan –dilihat dari jalur lain-).

Dalam riwayat lain disebutkan,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 492).

Dalam tafsir Ibnu Abi Hatim (43: 179), dari Hudzaifah, di mana ia pernah melihat seseorang memakai benang untuk mencegah demam, kemudian ia memotongnya. Lantas Hudzaifah membacakan firman Allah Ta’ala,

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

“Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 106)

Begitu pula Waki’  pernah meriwayatkan dari Hudzaifah. Beliau pernah mengunjungi orang sakit. Lantas beliau melihat-lihat di lengan atas orang sakit tersebut dan mendapati benang. Hudzaifah pun bertanya, “Apa ini?” “Ini adalah sesuatu yang bisa menjagaku dari rasa sakit tersebut”, jawab orang sakit tadi. Lantas Hudzaifah pun memotong benang tadi. Lantas Hudzaifah berkata, “Seandainya engkau mati dalam keadaan engkau masih mengenakan benang ini, aku tidak akan menyolatkanmu” (Fathul Majid, 132).

Lihatlah bagaimana sikap keras para sahabat bagi orang yang mengenakan jimat untuk melindungi dirinya dari sakit, dalam rangka meraih maslahat. Jimat tersebut sampai dipotong, walau tidak diizinikan. Dalam penjelesan di atas menunjukkan bahwa seseorang bisa berdalil dengan ayat yang menjelaskan tentang syirik akbar (besar) untuk maksud menjelaskan syirik ashgor (kecil) karena kedua-duanya sama-sama syirik (Lihat Fathul Majid, 132).

▪️ *Jimat Benarkah Sebab yang Dibolehkan?*

Orang yang memakai jimat jelas telah terjerumus dalam kesyirikan walau ia menyatakan bahwa jimat atau rajah hanyalah sebagai perantara atau sebab saja. Ia jelas keliru karena mengambil sebab yang tidak diperkenankan dan tidak terbukti secara syar’i dituntunkan atau secara eksperimen ilmiah benar-benar terbukti ampuhnya.

Berbeda halnya jika kita sakit, lalu kita meminum obat. Obat ini sudah terbukti secara eksperimen akan keampuhannya. Hal ini jauh berbeda dengan jimat dan rajah. Masa’ dengan memasang rambut dan tulang, bisa langsung menangkal musibah? Apa buktinya? Apa sudah pernah diuji kelayakannya di laboratorium atau lewat berbagai eksperimen? Itulah mengapa memakai jimat sebagai perantara atau sebab semata, sedangkan yakin Allah yang beri maslahat dan menolak mudhorot (bahaya) tetap masuk dalam kategori syirik. Lihat saja contoh-contoh yang dikisahkan dalam beberapa hadits di atas yang menjadikan benang, ikatan atau gelang supaya terhindar dari penyakit atau ‘ain. Itu pun tetap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang dan menyuruh disingkirkan atau dibuang. Demikian halnya perlakuan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam nantinya pada jimat penglaris dagang, jimat penolak ‘ain, jimat benang yang dikenal di kalangan orang jawa dengan ‘benang pawitra’ (untuk melindungi anak dari bahaya), semua akan diperintahkan untuk dibuang dan disingkirkan karena yang memakainya bermaksud mengambil sebab sebagai perantara padahal tidak terbukti secara syar’i, juga tidak terbukti secara eksperimen ilmiah.

Jadi intinya di sini dalam mengambil sebab untuk meraih manfaat atau menolak mudhorot (bahaya) harus memenuhi dua syarat:

◉ Sebab tersebut terbukti secara syar’i, ditunjukkan dalam dalil atau terbukti lewat eksperimen ilmiah.

◉ Ketergantungan hati hanyalah pada Allah, bukan pada sebab. Semisal orang yang mengambil sebab untuk sembuhnya penyakit dengan meminum obat, maka hatinya harus bergantung pada Allah, bukan pada obat, bukan pula pada ‘Pak Dokter’.

◉ Harus yakin bahwa ampuhnya suatu sebab adalah dengan takdir atau ketentuan Allah. (Faedah dari guru kami –Ustadz Abu Isa hafizhohullah– dalam kajian Kitab Tauhid)

▪️ *Apakah Memakai Jimat Termasuk Syirik?*

Memakai jimat memang termasuk kesyirikan, namun apakah termasuk syirik akbar ataukah syirik ashgor? Di sini para ulama memberikan rincian sebagai berikut:

◉ Jika yakin bahwa tamimah atau jimat bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya (mudhorot), maka ini termasuk syirik akbar. Karena yang mendatangkan manfaat dan bisa menolak bahaya hanyalah Allah, bukanlah jimat.

◉ Jika yakin bahwa jimat hanyalah sebagai sebab untuk penyembuhan –misalnya-, maka ini termasuk syirik ashgor. Demikianlah keyakinan kebanyakan orang yang memakai jimat pada umumnya. (Lihat Syarh Kitabit Tauhid, 55)

Walaupun jimat dikatakan syirik ashgor (kecil), namun syirik tetap lebih parah dari dosa besar. Dan kita tetap harus waspada dari dosa syirik tersebut walaupun kecil karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS An Nisa: 48)

Dan waspadalah dengan kesyirikan karena syirik itu sangat samar dari jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.

▪️ *Menggantungkan Hati pada Jimat*

Mengapa dalam menyelesaikan masalah, ingin lepas dari musibah, ingin menangkal diri dari berbagai penyakit, seseorang malah mencari selain Allah sebagai tempat mengadu. Padahal Allah-lah yang Maha Mencukupi, Allah-lah yang Ghoni, Yang Maha Kaya dan Mencukupi segalanya. Sungguh aneh, sebagian kita malah bergantung pada makhluk yang lemah, pada jimat yang bisa saja rusak dan punah, padahal ada Allah yang selalu mengawasi dan selalu menolong kita.

Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Ukaim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

“Barangsiapa menggantung hati pada sesuatu, urusannya akan diserahkan padanya” (HR. Tirmidzi no. 2072 dan Ahmad 4: 310. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Barangsiapa menggantungkan hatinya pada jimat dan rajah, maka Allah akan menyerahkan urusan orang tersebut pada benda-benda tadi dan Allah akan menghinakannya. Beda halnya jika Allah yang dijadikan tempat bergantung. Jika seseorang bergantung pada Allah, maka urusannya akan diselesaikan oleh Allah, yang sulit akan menjadi mudah, dan yang jauh akan didekatkan. Jika Allah yang menjadi sandaran, maka sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3). (Lihat Fathul Majid, 138)

▪️ *Tawakkal, Itu Kunci Kemudahan*

Bersandarnya hati Allah diikuti dengan melakukan sebab yang benar, itulah tawakkal dan itulah jalan meraih berbagi kemudahan dan kecukupan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا  وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)

Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah ketika menjelaskan surat Ath Tholaq ayat 3 mengatakan, “Barangsiapa yang bertakwa pada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menyandarkan hatinya pada-Nya, maka Allah akan memberi kecukupan bagi-Nya.” (Tafsir Ath Thobari, 23: 46)

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Barangsiapa yang menyandarkan diri pada Allah dalam urusan dunia maupun agama untuk meraih manfaat dan terlepas dari kemudhorotan (bahaya), dan ia pun menyerahkan urusannya pada Allah, maka Allah yang akan mencukupi urusannya. Jika urusan tersebut diserahkan pada Allah Yang Maha Mencukupi (Al Ghoni), Yang Maha Kuat (Al Qowi), Yang Maha Perkasa (Al ‘Aziz) dan Maha Penyayang (Ar Rohim), maka hasilnya pun akan baik dari cara-cara lain. Namun kadang hasil tidak datang saat itu juga, namun diakhirkan sesuai dengan waktu yang pas.” (Taisir Al Karimir Rahman). Masya Allah suatu keutamaan yang sangat luar biasa sekali dari orang yang bertawakkal

Semoga bermanfaat,

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Istighfar/Doa Anak 

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kita

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah

Yuk share...

Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap harinya.

Jazakallah Khairan.

Thursday, October 15, 2020

Bahaya Jimat

 Jimat dalam bahasa arab di sebut dengan tamimah yaitu benda apa saja yang dipercaya dapat menolak bala, bencana dan mendatangkan manfaat. Biasanya jimat diletakkan ditubuh manusia, dengan dikalungkan dileher, didalam saku, dompet atau dalam bentuk benda seperti cincin,keris,sabuk, gelang, dan lain-lain. Jimat biasanya juga dikalungkan di leher hewan, diletakkan di bagiana tertentu didalam atau diluar rumah. 

Hukum jimat, adalah syirik (menyekutukan Allaah atau lawannya dari manauhidkan /mengesakan Allaah. Rasulullaah bersabda :

" Sesungguhnya jampi-jampi,jimat-jimat, dan guna-guna itu adalah syirik." ( HR. Ahmad dan Abu Dawud )

Bagaimana sikap orang yang beriman terhadap jimat, bagi orang musyrik merekan menyatakan bahwa jimat itu sakti dan mempunyai kekuatan ghaib, dapat menolak bahaya, dan mendatangkan manfaat atau keuntungan. Hal itu hanyalah anggapan orang yang berbuat syirik saja. Anggapan itu berasal dari bisikan syetan yang berusaha menipu manusia agar menjadi musyrik dan menjadi teman syetan dineraka kelak. 

Anggapan atau keyakinan itu bisa merusak akal dan hati serta jiwa. Manusia akan tergantung kepada jimat, bukan kepada Allaah, manusia beranggapan jimat dapat menolak bahaya dan mendatangkan manfaat, padahal yang dapat menolak bahaya dan memberikan manfaat hanyalah Allaah.

Kita telah tahu bahwa memakai jimat merupakan pekerjaan syetan dan manusia yang menjadi teman syetan, menjadi orang yang menyekutukan Allaah, tidak menauhidkan dan meng esakan Allaah. Kita bisa masuk neraka karena menjadi teman syetan. Kita harus menjauhi jimat sejauh-jauhnya, jimat-jimat yang ada  harus kita musnahkan atau bakar.

Jika manusia menurut kemauan dan bisikan syetan, maka manusia akan berbuat syirik atau menyekutukan Allaah, dan kita tahu menyekutukan Allaah adalah dosa terbesar.

Semoga bermanfaat

Baca Artikel Islam Terbaru klik Disini

Hikmah Berqurban