Showing posts with label update islam. Show all posts
Showing posts with label update islam. Show all posts

Friday, April 15, 2022

Menyicil Pembayaran Zakat

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Ustadz

Saya memiliki simpanan emas yang wajib zakat sejak Maret 2011 dan sudah mencapai satu tahun pada Maret 2012.

Pertanyaan saya:

1. Apakah perhitungan zakat emas itu berdasarkan harga emas bulan Februari atau Maret atau April?

2. Pembayaran zakat emas itu diambil dari mana? Apakah emas itu yang dijual lalu dibayarkan zakatnya? atau dari tabungan atau pemasukan sehari-hari misalnya?

3. Apakah pembayaran zakatnya bisa dicicil? Karena suatu kondisi sehingga keterbatasan dana/kurang dana pada saat zakat harus dikeluarkan dan rentang waktu pembayaran zakat yang boleh yang dilakukan secara menyicil.

Mohon penjelasan dari Ustadz atas pertanyaan saya ini. Atas bantuannya saya ucapakan terima kasih.

Wassalamu’alaikum

Jawaban:

Wa’alaikum salam wa rahmatullah, Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah

Untuk perhitungan haul (setahun) dalam zakat dipakai kalender hijriah bukan masehi. 

Untuk nishab emas, tidak perlu ditanyakan harga emas saat itu, yang penting emas tersebut sudah mencapai 85 gram. 

Yang perlu dicocokkan dengan harga emas adalah zakat uang kertas.

Dalam mengeluarkan zakat, diberikan keluasaan apakah dikeluarkan dari emas tersebut dengan cara dijual kemudian dikeluarkan 2,5% nya atau dikalkulasikan dengan rupiah tanpa menjual emas tersebut, dengan cara bertanya ke toko emas berapa harga emas ketika itu, maka dikeluarkan dengan uang rupiah sebesar 2,5% dari harga emas yang dia miliki. 

Harga yang jadi patokan adalah harga emas saat hendak dikeluarkan zakat.

Adapun masalah mencicil zakat adalah ibadah yang ada permulaannya namun tidak ada akhirnya. 

Dalam artian, permulaan zakat adalah ketika sudah sampai nishab dan sudah berlalu satu haul. 

Namun akhirnya tidak ada, kalau belum dikeluarkan maka ia masih punya hutang pada Allah dan harus dilunasi dari harta warisannya walaupun ia sudah mati. 

Jadi menunda/menyicil membayar zakat, sama saja seperti kita berhutang yang wajib dilunasi dengan segera.

Wallahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz  Muhammad Yasir, Lc

Wednesday, April 6, 2022

Perbedaan Shalat Tarawih dan Tahajud

 



Semoga Bermanfaat,

Baca Juga Artikel Lainnya di :

https://griyakajiansunnah.blogspot.com

https://tujuan-mu.blogspot.com

www.tujuanmu.com

Channel Youtube :

https://www.youtube.com/c/TopChannelOne

Play List Kajian Sunnah :

https://www.youtube.com/playlist?list=PLIJQYJ-Cz_XkX6L_nhAGqOAX9FX9MDKQQ

Tag / Label :

Update Kajian Sunnah, Kajian Islam, Kajian Islam Terbaru,Update Kajian,Update sunnah, info Islam,Info Kajian Islam, News Islam, Berita Islam, Manhaj Salaf, Tauhid, go Tauhid,Al Qur’an


Monday, March 14, 2022

Gara-Gara Menyiksa Seekor Kucing

Hadits berikut jadi pelajaran bagi kita bagaimana seorang muslim diajarkan untuk menebarkan kasih sayang. Walaupun pada seekor binatang seperti kucing harus tetap memberikan kasih. Lihatlah ada yang disiksa di neraka gara-gara menyiksa binatang seperti ini.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Seorang perempuan disiksa gara-gara seekor kucing. Dia mengurung kucing itu sampai mati. Karena itulah dia masuk neraka. Perempuan itu tidak memberi makan dan minum kepadanya -tatkala dia kurung-. Dan dia pun tidak melepaskannya supaya bisa memakan serangga atau binatang tanah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

*Faidah Hadits*

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, hadits yang mulia ini menunjukkan kepada kita betapa Islam sangat menjunjung tinggi kasih sayang. Tidak hanya kepada sesama manusia, bahkan kepada seekor binatang sekalipun. Akibat tidak menaruh kasih sayang kepada seekor kucing, perempuan tersebut harus merasakan pedihnya siksa neraka.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan diharamkannya membunuh kucing dan diharamkan mengurungnya tanpa diberi makanan dan minuman. Adapun dimasukkannya dia ke dalam neraka adalah karena perbuatan itu. Zahir hadits menunjukkan bahwa perempuan tersebut beragama Islam, meskipun demikian dia masuk neraka gara-gara menyiksa seekor kucing.” (lihat Syarh Muslim [7/347])

Beliau juga menegaskan, “Maksiat ini bukanlah dosa kecil, bahkan dia bisa berubah menjadi dosa besar apabila dilakukan secara terus-menerus.” (lihatSyarh Muslim [7/348])

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sayangilah [sesama] niscaya kalian pun akan disayangi. Berikanlah ampun/maaf maka niscaya kalian pun akan diampuni oleh Allah…” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah dicabut rasa kasih sayang kecuali dari orang yang celaka.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Dari Jarir radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak menyayangi manusia maka Allah ‘azza wa jalla tidak akan menyayanginya.” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad)

Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata mengomentari hadits ini, “Di dalamnya terkandung dorongan untuk menaruh kasih sayang kepada segenap makhluk, tercakup di dalamnya orang beriman dan orang kafir, serta binatang yang dimilikinya maupun binatang yang bukan miliknya.” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad [1/490])

Sebagian tabi’in mengatakan, “Barangsiapa yang banyak dosanya hendaklah dia suka memberikan minum. Apabila dosa-dosa orang yang memberikan minum kepada seekor anjing bisa terampuni, maka bagaimana menurut kalian mengenai orang yang memberikan minum kepada seorang beriman lagi bertauhid sehingga hal itu membuatnya tetap bertahan hidup!” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad[1/500])

Semoga Allah menanamkan jiwa kasih sayang ke dalam diri kita.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

https://muslim.or.id/11203-gara-gara-menyiksa-seekor-kucing.html


Tuesday, March 8, 2022

Keabsahan Wudhu Tidak Sampai Tengkuk

 

https://bimbinganislam.com/keabsahan-wudhu-tidak-sampai-tengkuk/

Ustadz Mu’tasim, Lc. MA.

Pertanyaan:

Bismillah, ust apakah wudhu nya sah ketika membasuh kepala tidak sampai tengkuk? Krn trkdang wanita agak kesulitan membasuh kepala sampai tengkuk jika keadaan darurat misal wudhu ditmpt umum. Terima kasih.

(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)

Jawaban:

Bismillah,

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa tata cara wudhu telah diajarkan oleh Rasulullah shallahu alaihi wasallam, di mana tidak ada perbedaan antara pria dan wanita kecuali dalam beberapa keadaan yang diperbolehkan sebagai hal pengecualian, misalnya dalam mengusap jilbab, mengusap sepatu, mengusap rambut panjang dan sebagainya. Tata cara wudhu sebagaimana yang di sebutkan di dalam hadist berikut,”

حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ.

“Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu pernah meminta air untuk wudhu kemudian dia ingin berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur diiringi memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya 3 kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali, kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan bahwa wudhu seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna yang dilakukan seorang hamba untuk shalat”. [HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana Hukum Memiliki Senjata?
Dan hadist lainnya yang menjelaskan tentang bagaimana wudhu Nabi shallahu alaihi wasallam. Terutama tanpa ada tambahan sampai ke tengkuk dan hanya sekedar mengatakan “ kemudian mengusap kepala”, menunjukkan bahwa focus dalam berwudhu adalah mengusap kepala bukan mengusap tengkuk.

Lalu terkait dengan rambut wanita ketika berwudhu , apakah ada perbedaan atau keringanan dalam mengusap rambut kepala wanita supaya tidak berantakan atau terlihat bila di lakukan secara sempurna ketika berada di tempat umum?

Secara umum tidak ada perbedaan dalam tatacara berwudhu dalam setiap keadaan, hanya saja bila menginginkan supaya tidak berantakan atau tidak terlihat rambutnya apabila usapan tangannya mengembalikan ke depan, maka perlu diperhatikan bagaimana cara mengembalikan tangannya setelah dari tengkuknya, bisa jadi dengan cara lebih dilembutkan tanpa harus memberantakkan rambutnya atau dilakukan di atas kuncirannya atau supaya tidak terbukan jilbabnya. Selama usapan yang dilakukan telah melingkupi bagian kepalanya, maka diperbolehkan


Baca selengkapnya⤵️
https://bimbinganislam.com/keabsahan-wudhu-tidak-sampai-tengkuk/

Tuesday, March 1, 2022

Ciri - Ciri Orang Yang Di Tuduh WAHABI

 


Bismillahirrahmanirrahim

CIRI-CIRI ORANG YANG DITUDUH WAHABI
▪︎Beberapa waktu yang lalu ada teman bertanya, "Mas kenapa ada sekelompok orang sangat membenci wahabi, kalau boleh tau apa ciri-ciri spesifik dari orang yang berpaham wahabi?". Lalu saya jawab, wahabi yang sering disebut di Indonesia ciri-cirinya yakni :
1. Anti dengan perbuatan syirik seperti bertawasul tabarruk ngalap berkah ketempat-tempat yang dianggap mendatangkan berkah seperti kuburan, tidak memakai jimat, tidak datang kedukun, dan tidak percaya khurafat, tahayul.
2. Anti amalan-amalan agama yang masuk perkara bid'ah, seperti tahlilan yasinan kematian, maulid nabi dan seterusnya, dan sebaliknya mempelajari Sunnah Nabi dengan berusaha mengamalkan dalam kehidupan mereka.
3. Penampilan mereka mengikuti yang disunnahkan, yakni bagi lelaki berjenggot dan berpakaian tidak isbal, dan bagi wanitanya berhijab syar'i dan sebagian diantaranya bercadar.
4. Mereka juga menjauhi musik, maka mereka tidak akan mendekati namanya cafe, rumah karaoke, diskotik juga tidak mendekati panggung dangdut koplo.
5. Mereka menjauhi partai politik, karena dalam pendangan mereka parpol hanya memecah belah umat Muslim, saling menjatuhkan satu sama lainnya
6. Mereka menjauhi rokok, karena itu bentuk membinasakan diri sendiri.
7. Mereka menjauhi demo kepada pemerintah ataupun pihak lain, karena mereka mengikuti cara Sunnah dalam memberikan nasehat.
8. Mereka selalu berusaha hadir di masjid dan mushola ketika masuk shalat fardhu bagi kaum lelakinya, karena bagi mereka wajib hukumnya shalat fardhu berjamaah jika tidak ada udzur apapun.
9. Mereka disibukkan dengan menuntut ilmu syar'i, maka mereka banyak duduk di kajian ilmu
10. Mereka tidak taklid kepada ulama tertentu, dalam setiap kajian mereka mengambil fatwa dari 4 madzhab yang berbeda kemudian membahasnya.
Lantas teman saya heran, dia mengatakan, "Kalau banyak kebaikan dari orang yang disebut wahabi, kenapa mereka takut dengan wahabi sehingga merasa perlu membubarkan kajiannya dan juga membenci, memusuhi, memfitnah ustadz2nya?". Lalu saya jelaskan, "Selamat datang di zaman fitnah kawan".

Wednesday, February 23, 2022

Doa Saat Mendengar Petir

 



DOA SAAT MENDENGAR PETIR

سُبْحَانَ الَّذِي يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَمَلاَئِكَتُهُ مِنْ خِيْفَتِهِ

SUBHAANALLADZII YUSABBIHUR-RO’DU BIHAMIDHI WA MALAA-IKATUHU MIN KHIIFATIH

“Maha suci Allah yang petir bertasbih dengan memuji-Nya dan begitu juga para malaikat, karena takut kepada-Nya“.

al-Muwattha’, al-Albani berkata: sanadnya shahih secara mauquf 

Al Muwattha’: 2/992, Al Albani berkata: sanadnya shahih secara mauquf.

Barakallah fiikum

Menjadi Kunci Kebaikan Atau Keburukan

Miftah Kebaikan Atau Miftah Keburukan?

https://t.me/dakwahtauhid_dan_sunnah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيْحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيْقَ لِلشَّرِّ, وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيْحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيْقَ لِلْخَيْرِ, فَطُوْبَى لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ, وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

Dari Anas bin Malik berkata: 

Rasulullah ﷺ bersabda : "Sesungguhnya diantara manusia ada yang menjadi miftah/kunci pembuka kebaikan dan penutup kejelekan, dan diantara manusia juga ada yang menjadi miftah/kunci pembuka kejelekan dan penutup kebaikan. 

Maka berbahagialah seorang yang dijadikan Allah sebagai kunci kebaikan dan celakalah orang yang dijadikan miftah/kunci kejelekan. (HR. Ibnu Majah: 237 dan dihasankan al-Albani dalam ash-Shahihah: 1332) 

Barangsiapa yang ingin menjadi miftah/kunci pembuka kebaikan dan penutup kejelekan, maka hendaknya dia mengamalkan beberapa kiat berikut:

1. Ikhlas hanya untuk Allah dalam segala ucapan dan perbuatan

2. Selalu berdoa agar Allah memudahkan hal itu

3. Bersemangat dalam menuntut ilmu

4. Aktif beribadah kepada Allah, terutama sholat

5. Berhias diri dengan akhlak yang indah

6. Bersahabat dengan orang-orang shalih

7. Menganjurkan orang lain berbuat baik dan mencegah mereka dari kejelekan

8. Mengingat kedahsyatan hari pembalasan

9. Kunci semua itu adalah semangat yang kuat, dan meminta pertolongan kepada Allah.

(Dari kitab Al-Fawaid al-Mantsurah: Khuthob wa Nashoih, Kalimat wa Maqolat, Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad hal. 161-162).

Oleh:Ustadz Abu Ubaidah As Sidawi حفظه الله تعالي

Sunday, February 13, 2022

KEUTAMAAN MENEBARKAN SUNNAH ROSULULLOH SHOLLALLOHU ALAIHI WA SALLAM

 

قال الشيخ العلامة ابن عثيمين رحمه الله :

{ كلما سمحت الفرصة لنشر السنة فانشرها يكن لك أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة }

شرح رياض الصالحين [٢١٥/٤]

Syaikh Al-'Allamah Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin rohimahulloh pernah berkata :

"Setiap kali ada kemurahan hati dan kesempatan/peluang emas untuk menyebarkan As-Sunnah, maka sebarkanlah !

Niscaya kamu akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang-orang yang mengamalkannya (yakni yang mengikuti ajakanmu), sampai hari kiamat !"

( Syarh Riyadhis Sholihin (4/215), karya Syaikh Al-Utsaimin rohimahulloh)

Catatan :

1. Yang dimaksud dengan Sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam itu adalah : "Segala sesuatu yang bersumber/berasal dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, baik yang berupa ucapan beliau, perbuatan beliau, maupun taqrir (penetapan/persetujuan) beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang ditujukan sebagai syariat bagi kaum Muslimin semuanya."

(Muqoddimah Kitab Al-Haditsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqa-idi wal Ahkaam hal. 13).

2. Yang dimaksud dengan "menyebarkan As-Sunnah", yaitu : mengajarkan dan menyampaikannya di tengah umat manusia, serta menganjurkan mereka agar mengikuti As-Sunnah tersebut dan melarang dari menyelisihinya.

Ini semua tentunya setelah kita mempelajari dan memahami Sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam tersebut serta mengamalkannya. 

Inilah yang disebut juga dengan "menghidupkan" Sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam."

3. Lalu apa keutamaan menyebarkan atau menghidupkan Sunnah Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam tersebut ?

Untuk mengetahui jawabannya, mari kita perhatikan hadits Nabi shollallohu alaihi wa sallam berikut ini :Dari Amr bin ‘Auf bin Zaid Al-Muzani rodhiyallohu ‘anhu, Rosululloh  shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :

مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.“

(HR Ibnu Majah no. 209, di dalam sanadnya ada kelemahan, akan tetapi hadits ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain yang semakna, oleh karena itu Syaikh Al-Albani rohimahulloh menshohihkannya dalam kitab Shohih Ibnu Majah no. 173).

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan yang sangat besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, lebih-lebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan/dilupakan oleh kebanyakan orang. 

Oleh karena itu, Al-Imam Ibnu Majah rohimahulloh mencantumkan hadits ini dalam kitab Sunan Ibnu Majah pada Bab: “(Keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia)." (lihat : Sunan Ibnu Majah, 1/75).

4. Jadi, orang yang menghidupkan dan menyebarkan Sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam akan mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu : 

a. keutamaan mengamalkan As-Sunnah itu sendiri

b. keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang telah melupakannya.

Syaikh Muhammad bih Sholih Al-‘Utsaimin rohimahulloh pernah berkata : 

“Sesungguhnya Sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam itu, jika semakin dilupakan orang, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakin kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan) sunnah di kalangan manusia."

(lihat kitab : Manaasik Al-Hajji wal ‘Umroh hal. 92).

Demikianlah ...., semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kemampuan dan kemudahan oleh Alloh ta'ala untuk senantiasa menghidupkan dan menebarkan Sunnah beliau shollallohu alaihi wa sallam, meskipun kebanyakan orang telah melupakan atau meninggalkannya.

Dan semoga pula, tulisan yang sedikit ini bermanfaat sebagai nasehat untuk kita semuanya....

Allohu yubaarik fiikum....

Surabaya, Kamis pagi yg sejuk, 20 Rojab 1442 H / 4 Maret 2021 M

Akhukum fillah, Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby

Silahkan joint pada channel telegram kami :

https://t.me/fawaidabuabdirrahman

Atau, untuk materi dakwah BIMBINGAN MERAWAT JENASAH SESUAI SUNNAH, silahkan joint di telegram kami :

https://t.me/merawatjenazah

Semoga Bermanfaat,

Baca Juga Artikel Kami Lainnya di :

https://griyakajiansunnah.blogspot.com

www.tujuanmu.com

Channel Youtube :

https://www.youtube.com/channel/UCpChB_DRySoQ-yaw21oyBWg

Play List Kajian Sunnah :

https://www.youtube.com/playlist?list=PLIJQYJ-Cz_XkX6L_nhAGqOAX9FX9MDKQQ

Tuesday, February 8, 2022

SAMPAIKAN KEBENARAN, JANGAN TERGESA-GESA


Telegram

https://t.me/dakwahtauhid_dan_sunnah

Berkata Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu:

قُولُوا خَيْرًا تُعْرَفُوا بِهِ

واعْمَلُوا بِهِ تَكُونُوا مِنْ أَهْلِهِ

ولا تَكُونُوا عُجُلًا مَذَايِيعَ بَذْرًا

Ucapkanlah oleh kalian kebenaran maka kalian akan dikenal dengannya,

Dan beramalah dengannya maka kalian akan menjadi ahlinya,

Dan janganlah kalian menjadi orang yang tergesa-gesa menyebarkan segala sesuatu.

📘 Abu Daud dalam Az Zuhud (146).

Ustadz Fauzan Abu Muhammad Al-Kutawy _hafizhahullah


——————————————————

Wednesday, February 2, 2022

Mengatasi Perasaan Was-Was


Was-was

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,

Salah satu diantara senjata iblis untuk merusak manusia adalah penyakit was-was. Penyakit ini dia sematkan di hati hamba Allah untuk menimbulkan keraguan. Dengan metode ini, setan bisa dengan mudah menggiring seorang muslim untuk mengulang-ulang ibadahnya. Ada yang mandi besar sampai sekitar 1 jam, ada yang mengulang-ulang gerakan wudhu karena merasa ada bagian yang kering, ada yang berwudhu berkali-kali karena merasa ada yang keluar dari dubur, ada yang buang air kecil setengah jam karena merasa tidak tuntas, ada yang gonta-ganti celana karena merasa ada yang menetes, ada yang mengulang-ulang takbiratul ihram karena merasa belum niat, ada yang membaca Al-Fatihah berulang-ulang dengan susah karena merasa tidak benar, bahkan sampai ada yang teriak-teriak: saya tidak mentalak istri, karena menyangka telah melontarkan kalimat cerai, dst.

Subhanallah…, Anda bisa bayangkan, sungguh betapa malangnya mereka. Untuk bisa melakukan satu ibadah, dia harus susah payah mengulang-ulang karena perasaan tidak tenang. Penyakit was-was selalu menggelayuti hatinya dalam beribadah. Kira-kira, apa tujuan setan dengan godaan semacam ini?

Kemungkinan besar, tujuannya adalah agar orang itu merasa bosan dan keberatan dalam melakukan ibadah itu, kemudian dia tinggalkan. Atau setidaknya, perbuatan seperti ini termasuk takalluf (membebani diri) yang terlarang. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama itu mudah, tidaklah seseorang memberat-beratkan dirinya dalam beragama kecuali dia akan terkalahkan.” (HR. Bukhari 39, An-Nasai 5034, dll).

Dan benarlah apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang yang membebani dirinya dalam beramal, berujung pada sikap bosan atau bahkan membenci amal ibadah.

Cara Mengobati Was-was

Setelah kita yakin bahwa penyakit was-was adalah godaan iblis, untuk selanjutnya kita perlu berusaha mencari solusi agar bisa terbebas dari masalah ini.

Ada beberapa saran yang disampaikan ulama untuk mengobati was-was:

Petama, Tidak peduli

Obat yang paling mujarab untuk menghilangkan was-was adalah sikap tidak peduli. Tidak mengambil pusing setiap keraguan yang muncul.

Ahmad al-Haitami ketika ditanya tentang penyakit was-was, adakah obatnya? Beliau mengatakan,

له دواء نافع وهو الإعراض عنها جملة كافية ، وإن كان في النفس من التردد ما كان – فإنه متى لم يلتفت لذلك لم يثبت بل يذهب بعد زمن قليل كما جرب ذلك الموفقون , وأما من أصغى إليها وعمل بقضيتها فإنها لا تزال تزداد به حتى تُخرجه إلى حيز المجانين بل وأقبح منهم , كما شاهدناه في كثيرينممن ابتلوا بها وأصغوا إليها وإلى شيطانها

Ada obat yang paling mujarab untuk penyakit ini, yaitu tidak peduli secara keseluruhan. Meskipun dalam dirinya muncul keraguan yang hebat. Karena jika dia tidak perhatikan keraguan ini, maka keraguannya tidak akan menetap dan akan pergi dengan sendiri dalam waktu yang tidak lama. Sebagaimana cara ini pernah dilakukan oleh mereka yang mendapat taufiq untuk lepas dari was-was. Sebaliknya, orang yang memperhatikan keraguan yang muncul dan menuruti bisikan keraguannya, maka dorongan was-was itu akan terus bertambah, sampai menyebabkan dirinya sepertiorang gila atau lebih parah dari orang gila. Sebagaimana yang pernah kami lihat pada banyak orang yang mengalami cobaan keraguan ini, sementara dia memperhatikan bisikan was-wasnya dan ajakan setannya (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 1:149).

Kedua, mengambil sikap kebalikannya

Bentuk tidak mempedulikan perasaan was-was dalam hati adalah dengan mengambil sikap kebalikannya. Misalnya, seorang berwudhu, kemudian muncul keraguan seolah ada yang keluar dari dubur. Untuk mengobati was-was ini, keraguan itu tidak perlu dia perhatikan dan dia yakini wudhunya sah dan dia tidak kentut dan tidak batal sedikitpun. Atau orang yang takbiratul ihram, kemudian muncul keraguan tentang niat, maka dia yakini niatnya sudah benar, dan shalatnya sah. Demikian pula kasus orang yang merasa ada yang menetes setelah buang air kecil, ketika hendak shalat. Untuk mengobati penyakit ini, dia yakini bahwa itu bukan air kencing, itu tidak najis, dan wudhu tidak batal. Sehingga dia bisa shalat dengan tenang. Kecuali jika yang terjadi betul-betul meyakinkan, seperti keluar bunyi kentut, atau keluar air kencing dalam jumlah banyak, bukan hanya tetesan, dst. Dalam kondisi ini, anda harus mengulangi.

Ini sebagaimana yang disarankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadis dari Abbad bin Tamim, dari pamannya, bahwa ada seseorang yang pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penyakit was-was yang dia alami. Dia dibayangi seolah-olah mengeluarkan kentut ketika shalat. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Janganlah dia membatalkan shalatnya, sampai dia mendengar suara kentut atau mencium baunya.” (HR. Bukhari 137 dan Muslim 361).

Hadis ini berlaku bagi orang yang mengalami penyakit was-was, merasa keluar sesuatu terutama ketika shalat. Dia disarankan mengambil sikap yang berkebalikan dengan keraguannya, kecuali jika dia sangat yakin bahwa itu memang betul-betul terjadi.

Ketiga, Terus Berlatih dengan Sabar

Untuk bisa menghilangkan penyakit was-was ini, tidak mungkin hanya dilakukan sekali. Perlu banyak latihan dan bersabar untuk selalu cuek dengan keraguan yang muncul. Sampai gangguan itu betul-betul hilang.

Salah satu motivasi yang bisa dia tumbuhkan dalam hatinya, yakini bahwa ini bisikan setan, dan usahanya untuk menghilangkan godaan ini adalah dalam rangka melawan setan. Ahmad al-Haitami menukil keterangan al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya,

وذكر العز بن عبد السلام وغيره نحو ما قدمته فقالوا : دواء الوسوسة أن  يعتقد أن ذلك خاطر شيطاني , وأن إبليس هو الذي أورده عليه وأنه يقاتله , فيكون له ثواب المجاهد ; لأنه يحارب عدو الله , فإذا استشعر ذلك فر عنه

Al-Iz bin Abdus Salam dan ulama lainnya juga menjelaskan sebagaimana yang telah aku sebutkan. Mereka menyatakan, “Obat penyakit was-was: hendaknya dia meyakini bahwa hal itu adalah godaan setan, dan dia yakin bahwa yang mendatangkan itu adalah iblis, dan dia sedang melawan iblis. Sehingga dia mendapatkan pahala orang yang berjihad. Karena dia sedang memerangi musuh Allah. Jika dia merasa ada keraguan, dia akan segera menghindarinya..” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 1:150).

Anda yang mengidap was-was sedang berada dalam ujian. Jika perjuangan melawan godaan ini disertai perasaan ikhlas karena Allah dan mencontoh sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti hadis di atas maka insyaaAllah nilainya pahala.

Keempat, banyak berlindung dari godaan setan

Karena godaan ini bersumber dari setan, obat yang tidak kalah penting, banyak berlindung dari godaan setan. Dari sahabat Utsman bin Abul Ash, bahwa beliau mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengadukan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menghalangi aku dengan shalatku (tidak bisa khusyu), dan bacaan shalatnya sampai keliru-keliru.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا

“Itulah setan, namanya Khanzab. Jika engkau merasa sedang digoda setan maka mintalah perlilndungan kepada Allah darinya, dan meludahlah ke arah kiri 3 kali.” (HR. Muslim 2203). Utsman mengatakan, ‘Aku pun melakukan saran beliau dan Allah menghilangkan gangguan itu dariku.’

Salah satu diantara usaha melindungi diri dari setan adalah merutinkan dzikir pagi dan sore. Karena salah satu keutamaan merutinkan dzikir ini adalah perlindungan dari semua godaan setan.

Kelima, pelajari cara ibadah yang benar

Karena sebagian besar orang yang mengidap penyakit was-was adalah mereka yang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang tata cara ibadah yang benar. Kemudian dia beribadah sesuai perasaannya. Apa yang dia rasakan mantep, itu yang dianggap benar, meskipun bisa jadi bertentangan dengan ajaran syariat.

Berbeda dengan orang yang memahami tata cara ibadah denagn benar. Semua yang akan dia lakukan, telah disesuaikan dengan standar sunah yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga dia bisa sangat yakin, bahwa amal ibadah yang dia lakukan telah benar.

Ahmad al-Haitami mengatakan,

وبه تعلم صحة ما قدمته أن الوسوسة لا تُسلط إلا على من استحكمعليه الجهل والخبل وصار لا تمييز له , وأما من كان على حقيقة العلم والعقل فإنه لا يخرج عن الاتباع ولا يميل إلى الابتداع . وأقبح المبتدعين الموسوسون ومن ثم قال مالك – رحمه الله – عن شيخه ربيعة – إمام أهل زمنه – : كان ربيعة أسرع الناس في أمرين في الاستبراء والوضوء , حتى لو كان غيره – قلت : ما فعل . ( لعله يقصد بقوله : ( ما فعل ) أي لم يتوضأ )

Dari keterangan di atas, anda bisa mengetahui apa yang telah aku sampaikan, bahwa was-was hanya akan mendatangi orang yang diliputi kebodohan dan tidak paham, sehingga menjadi orang yang tidak punya kemampuan untuk membedakan. Sementara orang yang berada di atas ilmu dan akal yang hakiki maka dia tidak akan keluar dari ittiba’ (mengikuti sunah) dan tidak cenderung ke bid’ah. Ahli bid’ah yang yang paling jelek adalah adalah orang yang terjangkiti penyakit was-was. Karena itulah, Imam Malik pernah bercerita tentang gurunya, Rabi’ah – ulama bersar Madinah – bahwa beliau adalah orang paling cepat dalam melakukan dua hal: buang air kecil dan berwudhu. Sehingga andaikan itu dilakukan oleh orang lain, niscaya akan aku (Imam Malik) katakan, ‘Dia belum melakukannya’.  Yang dimaksud Imam Malik ‘dia belum melakukannya’ adalah belum dianggap berwudhu. (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubro, 1/150).

Disamping semua usaha di atas, jangan lupa banyak berdoa kepada Allah, memohon dengan bahasa yang anda pahami, agar Allah membebaskan anda dari penyakit akut semacam ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk meniti jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allahu a’lam 

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)

Referensi: https://konsultasisyariah.com/15865-mengobati-was-was.html

Tuesday, February 1, 2022

Hadits-Hadits Lemah Dan Palsu Seputar Bulan Rajab


Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah berkata: “Adapun hadits-hadits yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab, keutamaan berpuasa Rajab, atau keutamaan berpuasa beberapa hari pada bulan tersebut, maka terbagi menjadi dua: (1) hadits-haditsnya maudhu’ (palsu), dan (2) hadits-haditsnya dha’if (lemah) (yakni tidak ada satupun yang shahih, pent).”

Beliau juga berkata: “Tidak ada satu hadits shahih pun yang bisa dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, berpuasa Rajab, berpuasa di hari-hari tertentu bulan Rajab, maupun keutamaan shalat malam pada bulan tersebut.” [Tabyiinul ‘Ajab Fiimaa Warada Fii Fadhaa-ili Rajab]

Bulan Rajab merupakan salah satu dari empat bulan haram yang Allah subhanahu wata’ala muliakan sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menzhalimi (menganiaya) diri kalian dalam bulan yang empat itu.” [At-Taubah: 36]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa empat bulan haram tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim rahimahumallah dari shahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu.

Dinamakan bulan haram karena kemuliaan dan kehormatan bulan tersebut melebihi bulan-bulan yang lain, sehingga pada bulan-bulan ini Allah haramkan peperangan, kecuali jika musuh (orang-orang kafir) yang lebih dahulu memulai penyerangan terhadap kaum muslimin.

Tentang firman Allah subhanahu wata’ala di atas, “Maka janganlah kalian menzhalimi (menganiaya) diri kalian dalam bulan yang empat itu”, sebagian mufassirin menjelaskan bahwa pada dasarnya perbuatan zhalim dan segala bentuk kemaksiatan -kapan saja dan di mana saja dikerjakan- itu merupakan dosa dan kemungkaran yang besar, namun ketika Allah mengkhususkan penyebutan larangan berbuat zhalim pada bulan-bulan haram yang empat sebagaimana ayat di atas, menunjukkan bahwa kezhaliman dan kemaksiatan yang dilakukan pada bulan-bulan haram tersebut dosanya berlipat dibandingkan jika dilakukan pada bulan-bulan yang lain.

Walaupun bulan Rajab merupakan salah satu dari bulan haram yang memiliki nilai kehormatan dan kemuliaan, namun umat Islam tidak disyari’atkan untuk mengkhususkan bulan tersebut dengan melakukan ibadah-ibadah tertentu atau mengadakan ritual-ritual khusus yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan mengkhususkan bulan tersebut dengan amal ibadah tertentu -seperti shalat raghaib, puasa Rajab, menyembelih hewan, dan lainnya- merupakan kebid’ahan dan kemungkaran yang telah dianggap baik oleh sebagian (besar) umat Islam. Wal ‘Iyadzubillah.

Benar bahwasanya shalat, puasa, dan menyembelih hewan merupakan amalan baik lagi mulia yang bisa mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala. Namun sekali lagi, kalau amalan-amalan tersebut dikhususkan pada bulan Rajab dengan kaifiyah dan tata cara tertentu, maka pelakunya telah menyelisihi petunjuk dan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Perlu kita ketahui bahwa salah satu sebab terjadinya ini semua adalah tersebarnya hadits-hadits yang lemah (dha’if) dan bahkan tidak sedikit yang palsu (maudhu’) terkait dengan bulan Rajab ini di tengah-tengah kaum muslimin. Tidak bisa dipungkiri bahwa hadits-hadits yang dha’if dan maudhu’ itu memberikan andil yang cukup besar dalam mendorong dan membangkitkan semangat umat Islam untuk beramal di bulan yang ketujuh dalam penanggalan hijriyah ini.

Kaum muslimin rahimakumullah.

Berikut ini beberapa hadits lemah dan palsu terkait bulan Rajab yang sudah tersebar di tengah-tengah umat. Sengaja kami sebutkan agar kita semua mengetahui hadits-hadits tersebut sehingga tidak menjadikannya sebagai sandaran dalam beramal, apalagi menisbatkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

كَانَ النّبِي صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ رَجَب قال : اللّهُمّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ.

“Adalah Nabi ketika memasuki bulan Rajab, beliau berdo’a:

اللّهُمّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, limpahkanlah barakah pada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.”  [hadits dha’if sebagaimana dinyatakan oleh An-Nawawi rahimahullah]

فَضْلُ شَهْرِ رَجَبٍ عَلَى الشُّهُورِ كَفَضْلِ القُرآنِ عَلى سَائِرِ الكَلامِ، وَفَضْلُ شَهْرِ شَعْبانَ عَلَى الشّهُورِ كَفَضْلِي عَلَى سَائِرِ اْلأَنْبِياءِ، وَفَضْلُ شَهْرِ رَمَضانَ كَفَضلِ اللهِ عَلى سَائِرِ الْعِبَادِ.

“Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan yag lain adalah seperti keutamaan Al-Qur’an atas seluruh perkataan, keutamaan bulan Sya’ban atas bulan-bulan yag lain adalah seperti keutamaanku atas seluruh para nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan atas bulan-bulan yag lain adalah seperti keutamaan Allah atas seluruh hamba.” [hadits maudhu’ sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah]

إِنّ شّهرَ رَجبٍ شهرٌ عظيمٌ مَنْ صامَ فِيه يَومًا كَتَبَ اللهُ بِه صَومَ ألْفِ سَنَةٍ.

“Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung, barangsiapa yang berpuasa sehari di bulan itu, maka Allah tuliskan untuknya (pahala) puasa seribu tahun.” [hadits maudhu’ sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah]

إِنّ فِي الْجنَةِ نَهْرًا يُقالُ لَه رَجَبٌ أَشَدُّ بَياضًا مِن اللّبَنِ وَأَحْلَى مِن الْعَسلِ، مَن صَامَ يَومًا مِن رَجَبٍ سَقاهُ اللهُ تَعالَى مِنْ ذَلكَ النّهرِ.

“Sesungguhnya di al-jannah (surga) itu ada sebuah sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu, barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, Allah ta’ala akan memberi minum kepadanya dari sungai tersebut.” [hadits maudhu’]

إنَّ فِي الْجنّةِ نَهْراً يُقالُ له رَجَبٌ مَاؤُهُ الرّحِيقُ، مَنْ شَرِبَ مِنه شُربةً لَمْ يَظْمَأْ بَعدَها أبَداً، أَعَدّهُ اللهُ لِصَوَّامِ رَجَبٍ.

“Sesungguhnya di al-jannah itu terdapat sebuah sungai yang dinamakan Rajab, airnya adalah ar-rahiq (sejenis minuman yang paling lezat rasanya), yang barangsiapa minum darinya seteguk saja, dia tidak akan merasakan haus selamanya. Sungai tersebut Allah sediakan untuk orang yang sering berpuasa Rajab.” [hadits bathil, serupa dengan maudhu’]

صَومُ أَوّلِ يَومٍ مِن رَجَبٍ كَفّارَةُ ثَلاثِ سِنِيْنَ ، وَالثّانِي كَفّارةُ سَنَتَيْنِ ،والثّالِثُ كَفّارةُ سَنَة ثُمّ كُلّ يومٍ شهْراً.

“Berpuasa pada hari pertama bulan Rajab sebagai kaffarah (penebus dosa) selama tiga tahun, pada hari kedua sebagai kaffarah selama dua tahun, dan pada hari ketiga sebagai kaffarah selama setahun, kemudian setiap harinya sebagai kaffarah selama sebulan.” [hadits dha’if]

رَجَبٌ شَهرُ اللهِ وَشَعبانُ شَهرِيْ وَرَمضانُ شَهرُ أُمّتِي.

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan ummatku.” [hadits maudhu’]

خِيَرَةُ اللهِ مِن الشُّهورِ شَهرُ رجبٍ، وَهُوَ شَهرُ اللهِ، مَنْ عَظّمَ شَهرَ رَجب فَقَدْ عَظّم أمرَ اللهِ، وَمَن عَظّمَ أمرَ اللهِ أَدْخَلَهُ جَنّاتِ النّعِيمِ وَأَوجَبَ لَه.

“Pilihan Allah dari bulan-bulan yang ada adalah jatuh pada bulan Rajab, dia adalah bulan Allah, barangsiapa yang mengagungkan bulan Rajab, maka sungguh dia telah mengagungkan perintah Allah, dan barangsiapa yang mengagungkan perintah Allah, maka Allah akan masukkan dia ke dalam surga yang penuh kenikmatan, dan itu pasti buat dia.” [hadits maudhu’]

مَنْ صَامَ ثلاثةَ أيّامٍ مِن شَهرٍ حَرامٍ كَتَبَ اللهُ عِبادةَ تِسْعِمِائَةِ سَنَةٍ.

“Barangsiapa yang berpuasa tiga hari pada bulan haram, Allah tulis baginya (pahala) ibadah selama 900 tahun.” [hadits dha’if]

مَنْ صَلّى بَعدَ الْمَغربِ أَوّلَ لَيْلَةٍ مِن رجبٍ عِشْرِينَ رَكْعَةً جَازَ عَلَى الصِّرَاطِ بِلاَ نَجَاسَةٍ.

“Barangsiapa yang mengerjakan shalat setelah maghrib pada malam pertama bulan Rajab sebanyak 20 raka’at, maka dia akan melewati shirath dengan tanpa hisab.” [hadits maudhu’]

إنّ شَهرَ رجبٍ شهرٌ عظيمٌ مَنْ صامَ مِنهُ يَوماً كَتبَ اللهُ لَه صومَ أَلْفِ سَنَةٍ وَمَنْ صامَ يَومَيْنِ كَتَبَ الله له صيامَ أَلْفَيْ سَنَةٍ وَمَنْ صام ثلاثةَ أيّامٍ كَتب الله له صيامَ ثلاثةِ ألفِ سَنة ومَن صامَ مِن رجبٍ سَبعةَ أيّامٍ أُغْلِقَتْ عنه أبوابُ جهنّمَ وَمَن صامَ مِنهُ ثَمانِيَةَ أيّامٍ فُتِحَتْ له أبوابُ الْجَنّةِ الثّمانِيةُ يَدخُلُ مِن أَيِّها يَشَاءُ …

“Sesungguhynya bulan Rajab adalah bulan yang agung, barangsiapa yang berpuasa sehari, Allah tuliskan baginya puasa seribu tahun, barangsiapa berpuasa dua hari, Allah tuliskan baginya puasa 2000 tahun, barangsiapa yang berpuasa tiga hari, Allah tuliskan baginya puasa 3000 tahun, barangsiapa berpuasa di bulan Rajab selama tujuh hari, maka pintu-pintu jahannam tertutup darinya, barangsiapa yang berpuasa delapan hari, pintu-pintu al-jannah yang delapan akan dibuka untuknya, dia dipersilakan masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki……” [hadits maudhu’]

مَن صامَ يوماً مِن رجب كانَ كَصِيامِ سَنةٍ، ومن صام سَبعةَ أيّامٍ غُلِّقَتْ عَنهُ أبوابُ جَهَنّمَ ومَن صامَ ثَمانِيةَ أيّامٍ فُتِحَتْ لَه ثَمَانِيةُ أبوابِ الْجَنّةِ وَمن صامَ عَشْرَةَ أيّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ شيئاً إلاّ أعطاهُ اللهُ ومَن صامَ خَمسةَ عَشَرَ يوماً نَادى مُنادٍ فِي السّماءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا سَلَفَ.

“Barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, maka dia akan mendapatkan pahala seperti berpuasa selama setahun, barangsiapa yang berpuasa selama tujuh hari, pintu-pintu jahannah akan tertutup darinya, barangsiapa yang berpuasa selama delapan hari, maka delapan pintu al-jannah akan terbuka untuknya, barangsiapa yang berpuasa selama sepuluh hari, maka tidaklah dia memohon sesuatu kepada Allah kecuali pasti Allah beri, dan barangsiapa yang berpuasa selama 15 hari, maka ada penyeru dari langit yang akan memanggil dia: sungguh dosa-dosamu yang telah lalu telah terampuni.” [hadits maudhu’]

مَن صامَ يوماً مِن رَجَبٍ وصَلّى فِيهِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرَأُ فِي أوّلِ رَكْعَةٍ مِائَةَ مَرّةٍ آيةَ الْكُرسِي، وَفِي الرّكْعةِ الثّانِيَةِ قُل هُو الله أحَدٌ مِائَةَ مَرّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِن الْجَنّةِ أَوْ يُرَى لَهُ.

“Barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, dan shalat empat rakaat yang pada rakaat pertama membaca ayat kursi sebanyak seratus kali, kemudian pada rakaat kedua membaca ‘qul huwallahu ahad’ seratus kali, maka tidaklah dia meninggal sampai dia melihat tempat duduknya di al-jannah atau diperlihatkan kepadanya.” [hadits maudhu’]

مَنْ أَحْيَا لَيْلَةً مِن رجبٍ وصَامَ يوماً، أَطْعَمَهُ الله مِن ثِمارِ الْجَنّةِ، وَكَساهُ مِن حُلَلِ الْجَنّة وسَقاهُ مِن الرّحِيقِ الْمَخْتُومِ، إِلاّ مَنْ فَعَلَ ثَلاثاً : مَنْ قَتَلَ نَفْساً، أَوْ سَمِع مُسْتَغِيثاً يَسْتَغِيْثُ بِلَيْلٍ أو نَهارٍ فَلَم يُغِثْهُ ، أَو شَكَا إِليه أَخُوهُ حَاجَةً فَلَمْ يُفَرِّجْ عَنهُ.

“Barangsiapa yang menghidupkan satu malam di bulan Rajab dan berpuasa sehari di bulan tersebut, maka Allah akan memberikan dia makanan dari buah-buahan al-jannah, pakaian dari al-jannah, dan minuman dari ar-rahiqul makhtum, kecuali orang yang melakukan tiga perbuatan: (1) orang yang membunuh satu jiwa, atau (2) mendengar orang lain meminta minum, malam maupun siang tetapi dia tidak mau memberikannya, atau (3) ada saudaranya yang mengeluhkan kepadanya suatu kebutuhannyam, namun dia tidak mau memberikan jalan keluar untuknya.” [hadits maudhu’]

خَمسُ لَيالٍ لاَ تُردُّ فِيهِنّ الدّعْوَةُ : أَوّلُ لَيلةٍ مِن رَجَبٍ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِن شَعبانَ، وَلَيْلَةُ الْجُمُعةِ، وَليلةُ الْفِطْرِ، وَلَيلةُ النّحْرِ.

“Ada lima malam yang jika sebuah doa dipanjatkan padanya, maka tidak akan tertolak: (1) malam pertama bulan Rajab, (2) malam nishfu (pertengahan) Sya’ban, (3) malam Jum’at, (4) malam ‘idul fithri, (2) malam hari Nahr (malam 10 Dzulhijjah).” [hadits maudhu’]

مَن صامَ ثلاثةَ أيامٍ مِن رجب كَتَبَ اللهُ لَه صِيامَ شَهْرٍ ، وَمن صامَ سَبعةَ أيّامٍ مِن رَجَبٍ أَغْلَقَ الله سَبعةَ أبوابٍ مِن النّارِ ، وَمن صامَ ثَمانِيةَ أيّامٍ مِن رجبٍ فَتَحَ الله لَه ثَمانِيَةَ أبوابٍ مِن الْجَنّةِ، ومن صامَ نِصفَ رَجَبٍ كَتَبَ الله له رِضوانَه، وَمن كُتِب لَه رِضْوانُه لَم يُعَذِّبْه، ومَن صامَ رجب كُلَّه حَاسَبَه الله حِساباً يَسِيراً.

“Barangsiapa yang berpuasa tiga hari bulan Rajab, Allah akan menuliskan untuknya pahala puasa selama sebulan, barangsiapa yang berpuasa tujuh hari bulan Rajab, Allah akan tutup tujuh pintu neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari bulan Rajab, Allah akan bukakan untuknya delapan pintu al-jannah, barangsiapa yang berpuasa pada pertengahan bulan Rajab, maka Allah akan menuliskan untuknya keridhaan-Nya, dan barangsiapa yang dituliskan baginya keridhaan-Nya, pasti Allah tidak akan mengadzabnya, dan barangsiapa yang berpuasa Rajab satu bulan penuh, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.” [hadits maudhu’]

أَكْثِرُوا مِن الاسْتِغْفارِ فِي شهرِ رَجَبٍ، فَإِنّ لِلّهِ فِي كُلِّ سَاعةٍ مِنه عُتقاءَ مِن النّارِ، وَإِنّ لِلّهِ مَدَائِنَ لاَ يَدخُلُها إِلاّ مَن صامَ رَجَب.

“Perbanyaklah istighfar pada bulan Rajab, karena sesungguhnya pada setiap waktu  Allah memiliki hamba-hamba-Nya yang akan dibebaskan dari neraka,dan seungguhnya Allah memiliki kota-kota yang tidaklah ada yang bisa memasukinya kecuali orang yang berpuasa Rajab.” [hadits bathil]

بُعِثْتُ نَبِياً فِي السّابِع وَالْعِشْرِينَ مِن رجبٍ، فَمن صامَ ذلك اليومَ كانَ كَفّارَةُ سِتِّيْنَ شَهْراً.

“Aku diutus sebagai nabi pada 27 Rajab, barangsiapa yang berpuasa pada hari itu, maka itu sebagai kaffarah (penebus dosa) selama 60 bulan.” [hadits munkar]

أَنّ اللهَ أَمَرَ نُوحاً بِعَمَلِ السّفِينَةِ فِي رَجَبٍ وَأَمَرَ الْمُؤمِنِيْنَ الّذِينَ مَعَهُ بِصِيامِهِ.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan nabi Nuh untuk membuat perahu pada bulan Rajab dan memerintahkan kaum mukminin yang bersama beliau untuk berpuasa.” [hadits maudhu’]

مَن صامَ مِن كُلِّ شَهرٍ حَرامٍ : الْخَمِيس، والْجُمُعة، والسّبْت كُتِبتْ لَه عِبَادَةُ سَبْعِمِائةِ سَنَة.

“Barangsiapa yang berpuasa pada setiap bulan haram hari Kamis, Jum’at, dan  Sabtu, maka akan dituliskan baginya pahala ibadah selama 700 tahun.” [hadits dha’if]

Beberapa hadits yang disebutkan di atas merupakan sebagiannya saja dari sekian banyak hadits lemah dan palsu terkait bulan Rajab. Wallahul musta’an.

Monday, January 17, 2022

Jangan Berputus Asa Terhadap Sesuatu Yang Luput Darimu

Segala puji bagi Allah, Rabb pemberi segala nikmat dan menakdirkan segala sesuatu dengan penuh hikmah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Di pagi yang berbahagia, di bulan penuh berkah dan bulan semangat untuk mentadabburi Al Qur’an, ada sebuah ayat yang patut direnungkan oleh kita bersama. Ayat tersebut terdapat dalam surat Al Hadid, tepatnya ayat 22-23. Inilah yang seharusnya kita gali hari demi hari di bulan suci ini. Karena merenungkan Al Qur’an, meyakini dan mengamalkannya tentu lebih utama daripada sekedar membaca dan tidak memahami artinya.

Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 22-23)

Berikut beberapa faedah yang bisa diperoleh dari ayat di atas:

Faedah pertama

Yang dimaksud dengan “lauh” adalah lembaran dan “mahfuzh” artinya terjaga. Kata Ibnu Katsir, Lauhul Mahfuzh berada di tempat yang tinggi, terjaga dari penambahan, pengurangan, perubahan dan penggantian.[1] Di dalam Lauhul Mahfuzh dicatat takdir setiap makhluk. Lauhul Mahfuzh dalam Al Qur’an biasa disebut dengan Al Kitab, Al Kitabul Mubin, Imamul Mubin, Ummul Kitab, dan Kitab Masthur.[2]

Faedah kedua

Setiap musibah dan bencana apa pun itu yang menimpa individu atau menimpa khalayak ramai, baik itu gempa bumi, kekeringan, kelaparan, semua itu sudah dicatat di kitab Lauhul Mahfuzh. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”[3]

Dalam hadits lainnya disebutkan,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin[4]) adalah qolam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya”[5]

Faedah ketiga

Takdir yang dicatat di Lauhul Mahfuzh tidak mungkin berubah sebagaimana maksud dari ayat yang kita bahas. Begitu pula disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

“Pena telah diangkat dan lembaran catatan (di Lauhul Mahfuzh) telah kering”.[6]

Al Mubarakfuri rahimahullah berkata,

كُتِبَ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ مَا كُتِبَ مِنْ التَّقْدِيرَاتِ وَلَا يُكْتَبُ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْهُ شَيْءٌ آخَرُ

“Dicatat di Lauhul Mahfuzh berbagai macam takdir. Ketika selesai pencatatan, tidaklah satu pun lagi yang dicatat.”[7]

Intinya, al kitabah (pencatatan) ada dua macam: (1) pencatatan yang tidak mungkin diganti dan dirubah, yaitu catatan takdir di Lauhul Mahfuzh; (2) pencatatan yang dapat diubah dan diganti, yaitu catatan di sisi para malaikat. Allah Ta’alaberfirman,

يَمْحُوا اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Ro’du: 39). Catatan yang terakhir yang terjadi itulah yang ada di Lauhul Mahfuzh.

Dari sini kita bisa memahami berbagai hadits yang membicarakan bahwa silaturahmi (menjalin hubungan dengan kerabat) bisa memperpanjang umur dan melapangkan rizki, atau do’a bisa menolak takdir. Di sisi Allah, yaitu ilmu-Nya, Allah mengilmui bahwa hamba-Nya menjalin hubungan kerabat dan berdo’a kepada-Nya. Ini di sisi ilmu Allah. Lantas Allah Ta’ala mencatatnya di Lauhul Mahfuzh keluasan rizki dan bertambahnya umur.[8]

Artinya di sini, Allah Ta’ala telah mengilmi bahwa hamba-Nya melakukan silaturahmi atau berdo’a kepada-Nya. Demikian yang Allah catat di Lauhul Mahfuzh yaitu adanya keluasan rizki dan bertambahnya umur.

Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika ditanya apakah rizki yang telah ditakdirkan bisa bertambah dan berkurang, beliau rahimahullah menjawab, “Rizki itu ada dua macam. Pertama, rizki yang Allah ilmui bahwasanya Allah akan memberi rizki pada hamba sekian dan sekian. Rizki semacam ini tidak mungkin berubah. Kedua, rizki yang dicatat dan diketahui oleh Malaikat. Ketetapan rizki semacam ini bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan sebab yang dilakukan oleh hamba. Allah akan menyuruh malaikat untuk mencatat rizki baginya. Jika ia menjalin hubungan silaturahmi, Allah pun akan menambah rizki baginya.”[9]

Jadi sama sekali takdir yang ada di Lauhul Mahfuzh tidak berubah, yang berubah adalah catatan yang ada di sisi Malaikat, dan itu pun sesuai ilmu Allah Ta’ala.

Faedah keempat

Musibah yang terjadi di muka bumi dan terjadi pada diri manusia, itu telah dicatat di kitab sebelum diciptakannya makhluk. Inilah tafsiran yang lebih baik pada firman Allah,

إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا

“melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya”, yang dimaksud dengan menciptakannya di sini adalah penciptaan makhluk. Demikian dipilih oleh Ibnu Katsir rahimahullah. Pendapat ini didukung dengan riwayat dari Ibnu Jarir, dari Manshur bin ‘Abdirrahman, ia berkata, “Setiap musibah di langit dan di bumi telah dicatat di kitab Allah (Lauhul Mahfuzh) sebelum penciptaan makhluk.”[10]

Faedah kelima

Tidaklah suatu musibah itu terjadi kecuali disebabkan karena dosa. Qotadah rahimahullah mengatakan, “Telah sampai pada kami bahwa tidaklah seseorang terkena sobekan karena terkena kayu, terjadi bencana pada kakinya, atau kerusakan menimpa dirinya, melainkan itu karena sebab dosa yang ia perbuat. Allah pun dapat memberikan maaf lebih banyak.”[11]

Faedah keenam

Ayat ini adalah di antara dalil untuk menyanggah pemahaman Qodariyah yang menolak ilmu Allah yang telah dulu ada[12]. Artinya, Qodariyah meyakini bahwa Allah baru mengilmui setelah kejadian itu terjadi. Padahal sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash,” Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” [13]

Faedah ketujuh

Maksud firman Allah,

إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Yaitu Allah mengetahui segala sesuatu sebelum penciptaan sesuatu tersebut. Allah pun telah mencatatnya. Ini sungguh amat mudah bagi Allah karena Allah Maha Mengetahui sesuatu yang telah terjadi, sesuatu yang tidak terjadi dan mengetahui sesuatu yang tidak terjadi seandainya ia terjadi.[14] Sungguh Maha Luas Ilmu Allah.

Faedah kedelapan

Segala sesuatu yang telah ditakdirkan akan menimpa seseorang, tidak mungkin luput darinya. Segala sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya, tidak mungkin akan menimpanya. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ

“Hendaklah engkau tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu. Dan segala sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, pasti tidak akan menimpamu.”[15]

Jika demikian, tidak perlu seseorang merasa putus asa dari apa yang tidak ia peroleh. Karena jika itu ditakdirkan, pasti akan terjadi.[16] Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ

“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu”

Jika memang engkau kehilangan Hpmu yang berharga, tidak perlu bersedih karena inilah takdir yang terbaik untukmu. Siapa tahu engkau kelak akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Engkau belum kunjung diangkat jadi PNS, jadi khawatir pula karena memang itu belum takdirmu. Engkau belum juga diterima di universitas pilihanmu, jangan pula khawatir karena takdir Allah sama sekali tidaklah kejam. Tidaklah perlu bersedih terhadap apa yang luput darimu.

Faedah kesembilan

Jangan pula terlalu berbangga dengan nikmat yang kita peroleh karena itu sama sekali bukanlah usaha kita. Itu semua adalah takdir yang Allah tetapkan dan rizki yang telah Allah bagi[17]. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ

“Dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu”

Faedah kesepuluh

Janganlah menjadikan nikmat Allah sebagai sikap sombong dan membanggakan diri di hadapan lainnya. Itulah selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”

Sebagai penutup dari sajian ini, ada penjelasan yang amat bagus dari Asy Syaukani rahimahullah. Beliau mengatakan, “Janganlah bersedih dengan nikmat dunia yang luput darimu. Janganlah pula berbangga dengan nikmat yang diberikan padamu. Karena nikmat tersebut dalam waktu dekat bisa sirna. Sesuatu yang dalam waktu dekat bisa sirna tidak perlu dibangga-banggakan. Jadi tidak perlu engkau berbangga dengan hasil yang diperoleh dan tidak perlu engkau bersedih dengan sesuatu yang luput darimu. Semua ini adalah ketetapan dan takdir Allah … Intinya, manusia tidaklah bisa lepas dari rasa sedih dan berbangga diri.”[18]

Jadi tidak perlu berbangga diri dan bersedih hati atas nikmat Allah yang diperoleh dan luput darimu. Pahamilah bahwa itu semua adalah takdir Allah, tak perlu sedih. Itu semua adalah yang terbaik untuk kita, mengapa harus terus murung. Itu semua pun sewaktu-waktu bisa sirna, mengapa harus berbangga diri.

Semoga sajian tafsir ini bisa bermanfaat bagi kita dan semakin menenangkan hati yang sedang sedih.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Sungguh menenangkan jika kita terus mengkaji firman-firman Allah.

Disusun di Panggang-GK, 12 Ramadhan 1431 H (22 Agustus 2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://www.rumaysho.com

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 14/314.

[2] Al Qodho’ wal Qodar, Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, Darun Nafais, cetakan ke-13, 1425H, hal. 31.

[3] HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash.

[4] Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Al Mubarakfuri Abul ‘Ala’, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, 6/307

[5] HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[6] HR. Tirmidzi no. 2516. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[7] Tuhfatul Ahwadzi, 7/186.

[8] Penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid dalam Fatawa Al Islam Sual wa Jawab, no. 43021, http://islamqa.com/ar/ref/43021

[9] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 8/540.

[10] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/430.

[11] Idem.

[12] Idem.

[13] HR. Muslim no. 265.

[14] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/431.

[15] HR. Ahmad 5/185. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat).

[16] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/431.

[17] Idem.

[18] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ Al Islam, 7/158.


Sumber https://rumaysho.com/1215-jangan-berputus-asa-terhadap-sesuatu-yang-luput-darimu.html

Khalid bin Walid ‘Pedang Allah’ yang Tak Terkalahkan

Siapakah Khalid bin Walid?

Dia bernama Khalid bin Walid bin Mughirah bin Abdullah bin Umair bin Makhzum. Ia dijuluki saifullah (pedang Allah). Ia seorang pahlawan Islam, panglima para mujahid, dan pemimpin pasukan yang selalu dibantu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia tak pernah terkalahkan baik di masa jahiliah maupun setelah Islam. Ia memiliki ide-ide yang cemerlang, keperkasaan yang tiada tara, dan taktik yang jitu. Ia termasuk salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Gelarnya/kun-yahnya adalah Abu Sulaiman.

Ayahnya

Ayahnya bergelar Abdu Syams. Ia salah seorang hakim di kalangan bangsa Arab pada masa jahiliah. Ia juga salah seorang pemimpin terkemuka suku Quraisy. Kekayaan yang dimilikinya sangat banyak, sampai seluruh suku Quraisy mesti berkumpul untuk membungkus Ka’bah dengan kiswah sementara ia cukup sendirian saja melakukannya. Ia termasuk orang yang mengharamkan khamr di masa jahiliah. Ia sempat bertemu dengan masa Islam pada saat berusia sangat lanjut, akan tetapi ia memusuhi Islam dan menentang dakwahnya, sampai ia meninggal tiga bulan setelah hijrah.

Ibunya

Ibunya bernama Ashma’ atau yang dikenal dengan Lubabah kecil; putri al-Harits bin Harb al-Hilaliah. Ia adalah saudari Lubabah besar; istri Abbas ibn Abdul Muththalib. Keduanya merupakan saudari Maimunah binti al-Harits; istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Khalid bin Walid adalah seorang penunggang kuda yang tangguh dan pahlawan suku Quraisy. Ia terjun dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandak di barisan kaum musyrikin. Kemudian, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kebaikan untuknya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan rasa cinta Islam ke dalam hatinya.

Khalid bin Walid telah mengikuti berbagai peperangan. Tak sejengkal pun bagian tubuhnya melainkan terdapat “cap” syuhada (bekas besetan pedang atau tusukan tombak). Ia pernah berkata, “Malam di kala aku dihadiahi seorang pengantin atau aku diberi kabar gembira dengan kelahiran anakku tidaklah lebih aku sukai daripada malam yang sangat dingin dalam barisan pasukan kaum Muhajirin di saat paginya aku akan berhadapan dengan musuh.”

Walid Mengajaknya Masuk Islam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke kota Mekah dalam rangkaian umrah qadha. Ikut bersama Rasulullah, al-Walid bin Walid –saudara Khalid bin Walid– yang telah lebih dahulu masuk Islam daripada Khalid.

Walid mencari-cari saudaranya, Khalid, tetapi tidak menemukannya. Ia pun menulis sepucuk surat kepada saudaranya.

“Bismillahirrahmanirrahim. Amma ba’d. Sesungguhnya aku tak menemukan sesuatu yang lebih mengherankan daripada jauhnya pikiranmu dari Islam. Engkau seorang yang cerdas. Tak seorang pun yang tidak mengenal agama seperti Islam. Aku pernah ditanya suatu kali oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dirimu. Beliau bertanya,

‘Mana Khalid?’

Aku menjawab, ‘Semoga Allah memberinya hidayah.’

Beliau bersabda lagi,

‘Orang seperti Khalid tidak mengenai Islam? Andaikan ia gunakan kehebatan dan ketangguhannya –yang selama ini ia gunakan untuk yang lain– bersama kaum muslimin, tentu akan lebih baik baginya.’

Bergegaslah wahai saudaraku untuk menjemput peluang-peluang kebaikan yang sempat luput darimu.

Kisah Islamnya Khalid bin Walid

Khalid bin Walid menerima surat dari saudaranya. Surat itu dibacanya dengan seksama. Ia sangat gembira mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya tentang dirinya. Hal itu semakin mendorongnya untuk masuk Islam. Akhirnya Khalid mengarahkan jiwa dan nuraninya pada agama baru yang setiap hari benderanya semakin naik dan berkibar. Cahaya keyakinan pun mulai berkilau di hatinya yang suci. Ia berkata dalam hatinya, “Demi Allah, sungguh jalan inilah yang kurus. Sesungguhnya dia (Muhammad) memang benar-benar seorang rasul. Sampai kapan? Demi Allah aku harus segera menemuinya untuk mengutarakan keislamanmu.”

Pada malam itu Khalid bermimpi seperti berada di sebuah daerah sempit dan gersang. Tak ada tanaman dan tak ada air. Kemudian ia pergi menuju daerah yang hijau dan luas. Setelah bangun, Khalid berkata dalam hati, “sungguh ini sebuah mimpi yang baik.”

Khalid keluar dari rumahnya. Ia sudah bertekad untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mimpi yang ia alami semalam terus melekat dalam pikirannya dan seolah-olah berada di depan kedua matanya. Ia mencari seseorang yang bisa menemaninya menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Shafwan bin Umayyah. Khalid berkata pada Shafwan, “Wahai Abu Wahb, tidakkah engkau perhatikan kondisi kita? Kita ibarat gigi geraham sementara Muhammad telah menguasai bangsa Arab dan non-Arab. Kalau kita datang menemui Muhammad lalu kita ikuti langkahnya, niscaya kemuliaan Muhammad juga kemuliaan kita.”

Shafwan bin Umayyah sangat enggan menerima ajakan Khalid. Ia berkata, “Andaikan tak ada lagi yang tersisa selain diriku sendiri, sungguh aku tak akan pernah mengikutinya selama-lamanya.”

Akhirnya Khalid bin Walid meninggalkan Shafwan bin Umayyah. Ia berkata dalam hati, “Orang ini, saudara dan bapaknya terbunuh di Perang Badar.”

Kemudian Khalid berjumpa dengan Ikrimah bin Abu Jahal. Khalid berkata kepada Ikrimah seperti yang dikatakannya kepada Shafwan bin Umayyah. Jawaban yang diberikan Ikrimah juga sama dengan jawaban Shafwan bin Umayyah.

Lalu Khalid kembali ke rumahnya dan mempersiapkan kudanya. Ia mulai melangkah. Tiba-tiba ia bertemu dengan Utsman bin Thalhah yang merupakan sahabat dekatnya. Ia menyampaikan rencananya untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata Utsman menerima ajakannya. Akhirnya  keduanya pergi dengan tujuan yang sama. Di jalan mereka bertemu dengan Amru bin Ash. Amru berkata pada keduanya, “Marhaban.”

“Marhaban bika,” balas keduanya.

“Mau ke mana kalian?” tanya Amru.

“Apa yang menyebabkan engkau keluar di waktu begini?” keduanya balik bertanya.

“Kalau kalian, apa yang menyebabkan kalian keluar?” Amru balas bertanya.

“Untuk masuk Islam dan mengikuti Muhammad,” jawab Khalid dan Utsman serentak.

“Itulah yang membuat aku datang ke sini,” timpal Amru sambil tersenyum.

Mereka berangkat sampai tiba di Madinah. Di jalan, sebelum bertemu Rasulullah, Khalid bertemu dengan saudaranya; al-Walid. Al-Walid berkata, “Cepatlah. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengetahui kedatanganmu dan beliau sangat gembira dengan kedatanganmu. Beliau sedang menunggu kalian.”

Mereka memeprcepat langkah dan segera masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khalid lebih dulu masuk dan ia segera menyampaikan salam pada Rasulullah. Rasulullah membalas salamnya dengan wajah berseri.

Khalid segera berucap, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Mari ke sini!”

Ketika Khalid bin Walid sudah mendekat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjukimu. Aku memang sudah melihat kecerdasan dalam dirimu dan aku berharap semoga kecerdasan itu membawamu pada kebaikan.”

Setelah membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khalid berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah banyak berada pada posisi yang menentang kebenaran, maka berdoalah kepada Allah untuk mengampuniku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Islam akan menghapus segala dosa yang telah berlalu.”

Khalid melanjutkan, “Wahai Rasulullah, doakanlah aku!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ya Allah, ampunkanlah Khalid atas segala perbuatannya yang menghalangi manusia dari jalan-Mu.”

Kemudian Utsman bin Thalhah dan Amru ibnul Ash pun maju dan membaiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sejak hari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tak pernah memberi sesuatu pun kepada para sahabatnya lebih banyak dari yang diberikannya kepada Khalid bin Walid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berpesan kepada sahabat-sahabat yang lain,

“Jangan sakiti Khalid karena sesungguhnya ia adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan pada orang-orang kafir.”

Abu Bakar ash-Shiddiq Menafsirkan Mimpi Khalid

Suatu kali Khalid bin Walid berjumpa dengan Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia berkata dalam hati, “Aku akan sampaikan mimpi yang pernah kualami kepada Abu Bakar.”

Setelah Khalid menceritakan kepada Abu Bakar mimpi yang ia alami, Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya daerah hijau yang luas itu adalah jalan keluar yang menjadi tempat Allah menunjukimu pada Islam dan sesungguhnya daerah yang sempit itu adalah masa yang engkau lalui dalam kemusyrikan.”

Pembebasan Mekah

Khalid bin Walid telah masuk Islam. Ia membelakangi tuhan-tuhan nenek moyangnya dan seluruh bentuk pujaan kaumnya. Bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin lainnya ia menyongsong dunia baru. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkannya berada di bawah panji Rasulullah dan kalimat tauhid.

Pada saat pembebasan Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk masuk ke Mekah dari arah atas. Khalid dan orang-orang bersamanya masuk ke Mekah dari tempat yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata ia dihadang oleh beberapa orang kaum Quraisy. Di antara meraka ada Shafwan bin Umayyah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Suhail bin Amru. Mereka mengahalangi Khalid untuk masuk dan bahkan menghunus senjata serta melemparinya dengan ketapel. Khalid mengobarkan semangat sahabat-sahabatnya dan memerangi kaum Quraisy tersebut. Sebanyak 24 orang kaum Quraisy menemui ajal sementara 2 orang kaum muslimin menemui syahadah. Akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan pembebasan Mekah untuk Rasul-Nya dan segenap kaum muslimin.

Diutus untuk Menghancurkan Uzza

Patung Uzza terletak di daerah Nakhlah. Suku Quraisy, Kinanah, dan Mudhar sangat mengagungkannya. Orang-orang yang memelihara dan yang menjaganya adalah Bani Syaiban (yang berasal) dari Bani Sulaim dan merupakan sekutu Bani Hasyim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Khalid bin Walid untuk menghancurkan Uzza. Ketika penjaga patung Uzza yang berasal dari Bani Sulaim mendengar bahwa Khalid bin Walid sedang menuju ke sana untuk menghancurkannya, ia segera menggantungkan pedangnya di pundak patung Uzza tersebut. Kemudian ia naik ke atas bukit yang terletak di dekat sana lalu berkata,

“Wahai Uzza, siapkan dirimu, tak ada yang lain selainmu yang mampu menghadang Khalid yang telah siaga. Siapkan dirimu, karena jika engkau tidak membunuh Khalid, niscaya engkau akan ditimpa dosa yang dekat dan tak berdaya.”

Setelah Khalid sampai di sana, ia segera menghancurkan Uzza. Setelah kembali, Rasulullah bertanya kepadanya,

“Apa yang engkau lihat?”

Khalid menjawab, “Aku tidak melihat apa-apa.”

Rasulullah menyuruhnya untuk kembali ke sana. Ketika Khalid sampai ke tempat itu, dari dalam ruangan tempat patung Uzza dihancurkan keluarlah seorang wanita hitam yang menguraikan rambutnya sambil menaburkan tanah ke kepala dan mukanya. Khalid segera mengayunkan pedangnya dan berakhirlah hidup wanita itu. Khalid berkata,

“Wahai Uzza engkau dikufuri dan dirimu tidak suci. Aku lihat Allah telah menghinakanmu.”

Kemudian Khalid menghancurkan rumah (ruangan) tempat patung itu lalu ia ambil seluruh harta yang ada di sana. Setelah itu ia kembali. Ia ceritakan kepada Rasulullah semua hal yang terjadi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Itulah Uzza dan ia tak akan pernah disembah lagi untuk selama-lamanya.”


Bersambung….

Artikel www.KisahMuslim.com

Monday, January 3, 2022

Kisah Kelahiran Nabi Muhammad Sallallaahualaihi Wassalam

 
 
Setelah Nabi Muhammad kahir oleh ibunya beliua diserakan kepada Halimah Sa’diah untuk disusukan. Pada saat itu bangsa Arab mempunyai kebiasaan untuk menyusukan anak-anak mereka kepada perempuan yang ada di desa. Tujuannya adalah agar anak-anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang dilingkungan pedesaan yang memiliki udara yang masih bersih. Nabi Muhammad SAW tinggal bersama ibu susuannya yaitu Halimah selama empat tahun di dusun Bani Sa’ad. Ketika Nabi Muhammad SAW berumur enam tahun Nabi Muhammad SAW telah kembali pulang ke rumah ibundanya. Oleh beliau setiap tahunnya diajak pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya sekaligus berkunjung ke rumah sanak saudaranya. Dalam perjalanan pulang di suatu tempat Bernama Abwa yaitu sebuah desa yang terletak antara Mekkah dan Madinah ibunda dari Nabi Muhammad SAW jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia disana. Sejak saat itu Nabi Muhammad SAW menjadi yatim piatu yang kemudian diasuh oleh sang kakek yaitu Abdul Muthalib. Kakek Nabi Muhammad SAW adalah salah satu orang terkenal di kota Mekkah dan beliau sangat menyayangi cucunya. Bahkan nama Muhammad adalah pemberian dari Abdul Muthalib yang memiliki arti orang yang terpuji. Kemudian tidak lama akhirnya kakek Nabi Muhammad SAW akhirnya meninggal dunia. Dan selanjutnya Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yaitu Abu Thalib.
 
Sumber video :  https://www.youtube.com/watch?v=LZ9LnIV99gE

Sunday, January 2, 2022

Diantara Hikmah Di Balik Musibah


(Ustadz Muhammad Sulhan, Lc, MHI)

https://t.me/salamdakwah

Sebagian generasi salaf menuturkan: 

“Sekiranya tidak ada berbagai macam musibah di dunia, niscaya di akhirat kita termasuk orang yang bangkrut. [Tazkiyah an-Nufuus, Ahmad Farid] 

Sungguh benar apa yang mereka sampaikan. Musibah itu, meski sekilas tampak menyesakkan hati, namun di balik itu terdapat ribuan hikmah yang telah rapi menanti, apabila memang kita tulus dan sabar ketika menghadapi. Sekiranya tidak ada musibah yang menimpa, bisa jadi seorang hamba datang ke akhirat dengan bergelimang dosa, tanpa ada pengampunan dari Allah ta’ala. Sekiranya tidak ada musibah yang datang menyapa, bisa jadi seorang hamba akan begitu hina dan menderita di akhirat sana. 

Diantara hikmah musibah, merupakan cara Allah subhanahu wa ta’ala untuk menghapuskan dosa-dosa hamba-Nya. Berikut beberapa hadis yang menjelaskan tentang hal tersebut. Semoga menjadi hiburan bagi setiap jiwa yang dirudung duka karena musibah yang sedang menyapanya. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 

“Tidaklah seorang muslim tertimpa rasa letih, penyakit, kesedihan, gundah gulana, gangguan, sesuatu yang menyesakkan hati, hingga duri yang menusuknya, melainkan dengan semua itu Allah akan menghapuskan sebagian dari dosa-dosanya.” (HR. al-Bukhari) 

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

Tidaklah seorang muslim mendapatkan gangguan seperti suatu penyakit atau selainnya, melainkan dengan sebab itu Allah akan menggugurkan dosa-dosanya, seperti pohon yang menggugurkan dedaunannya. (HR. al-Bukhari & Muslim) 

Maka itu, hendaknya seorang muslim -minimal- bersabar atas musibah yang menimpanya, sehingga semoga di akhirat kelak ia termasuk orang yang banyak terhapus dosa-dosanya. 

Semoga Allah ta'ala menghindarkan kita dari musibah. Jika memang harus terjadi, semoga kita dimudahkan untuk senantiasa bersabar dan tegar dalam menghadapi. Aamiin. 

http://www.salamdakwah.com/artikel/2160-diantara-hikmah-di-balik-musibah

Gabung dan ikuti Sekarang juga di Group dan Channel salamdakwah dengan setiap harinya anda mendapatkan :

✅Video Kajian Terbaru

✅Aktualita Ilmiah

✅Tanya Ustadz 

✅Salamdakwah Image 

📲 TG Channel @salamdakwah 

📲 Group WA Ikhwan +6285819242061 

🌎 www.salamdakwah.com 

📺 http://bit.ly/salwatv

📲Twitter @salamdakwah

📸Instagram @salamdakwah

Keutamaan Berhias dengan Akhlak Mulia


https://t.me/menebar_cahayasunnah

*✍🏻 Dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. حفظه الله تعالي*

Termasuk di antara keindahan ajaran agama Islam adalah agama ini mendorong umatnya untuk memiliki akhlak yang mulia dan akhlak yang luhur. Dan sebaliknya, agama ini melarang umatnya dari akhlak-akhlak rendahan dan akhlak yang buruk.

Hal ini ditunjukkan oleh banyak hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR. Ahmad no. 8952 dan Al-Bukhari dalam Adaabul Mufrad no. 273. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Adaabul Mufrad.)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201.)

Bahkan dengan akhlak mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin berpuasa dan rajin shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib no. 2643.)

Oleh karena itu, akhlak yang luhur dan mulia termasuk perkara yang ditekankan dalam agama ini. Agama ini menekankan dan mendorong kita untuk berhias dengan akhlak yang sempurna terhadap Allah Ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga terhadap hamba-hambaNya. Dengan akhlak yang mulia, akan tampaklah kesempurnaan dan ketinggian agama Islam ini, yaitu agama yang indah dan sempurna, baik dari sisi ‘aqidah, ibadah, adab dan akhlak.

Dengan semakin kokoh ‘aqidah dan keimanan seseorang, seharusnya semakin baik pula akhlaknya. Dengan bertambahnya ilmu ‘aqidah dan imannya, bertambah luhur pula akhlaknya. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi no. 1162. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284.)

Oleh karena itu, jika ada di antara kita yang semakin bertambah ilmu agama dan imannya, namun akhlaknya tidak semakin baik, maka waspadalah, mungkin ada yang salah dalam diri kita dalam belajar agama dan mengamalkannya.

Jika kaum muslimin berhias dengan akhlak mulia serta menunaikan hak-hak saudaranya yang itu menjadi kewajibannya, maka hal itu merupakan pintu gerbang utama masuknya manusia ke dalam agama ini. Hal ini sebagaimana yang telah kita saksikan pada zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum, ketika manusia berbondong-bondong masuk Islam disebabkan keindahan akhlak dan keluhuran mereka dalam bermuamalah dan interaksi dengan sesama manusia.

*Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullahu Ta’ala berkata,*

“Kaum muslimin pada hari ini, bahkan manusia seluruhnya, sangat membutuhkan penjelasan tentang agama Allah, tentang keindahan dan hakikat agama-Nya. Demi Allah, seandainya manusia dan dunia pada hari ini mengetahui  hakikat agama ini, niscaya mereka akan masuk Islam dengan berbondong-bondong sebagaimana mereka berbondong-bondong masuk Islam setelah Allah menaklukkan kota Mekah untuk Nabi-Nya ‘alaihish shalaatu was salaam.” (Majmuu’ Fataawa, 2/338)

Terahir yang sangat penting diperhatikan bahwa tujuan utama kita berhias dengan akhlak mulia dan menunaikan kewajiban kita terhadap sesama manusia adalah dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala dan dalam rangka mengharap pahala dari-Nya. Bukan semata-mata keinginan untuk mendapatkan perlakuan (balasan) yang semisal dari orang lain. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insaan [76]: 9)

Oleh karena itu, janganlah kita berhias dengan akhlak yang mulia dengan selalu mengharapkan mendapatkan perlakuan yang semisal dan sebanding dari orang lain. Salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau,

يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ

“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku memiliki kerabat. Aku berusaha menyambung silaturahmi dengan mereka, namun mereka memutusnya. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka tidak berbuat baik kepadaku. Aku bersabar dengan gangguan mereka, namun mereka menyakitiku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Jika benar apa yang Engkau katakan, maka seakan-akan Engkau masukkan bara api ke mulut mereka. Dan pertolongan Allah akan terus-menerus bersamamu untuk mengalahkan mereka, selama Engkau bersikap seperti itu.” (HR. Muslim no. 6440)

Dalam hadits di atas, lihatlah bagaimana petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat beliau tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkannya untuk memutus hubungan dengan kerabatnya, meskipun kerabatnya memutus hubungan dengannya. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ingatkan dengan pahala dan anugerah yang besar dari Allah Ta’ala.

@Bornsesteeg NL 6C1, 29 Ramadhan 1439/ 14 Juni 2018

Oleh seorang hamba yang sangat butuh ampunan Rabb-nya,

*Penulis: M. Saifudin Hakim*

Disarikan dari kitab Huquuq kibaaris sinni fil Islaam karya Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr, hal. 7-12.