Showing posts with label ikhlas. Show all posts
Showing posts with label ikhlas. Show all posts

Monday, October 31, 2022

Bahagianya Orang yang Ikhlas dan Kiat Ikhlas


Semoga Video Ini Bermanfaat, Silahkan Share jika dirasa bermanfaat dan semoga mendapatkan pahala jariyahnya.

Masukan dan Saran Serta Kritik Membangun sangat diharapkan ke email : tujuanmucom@gmail.com
Simak Juga Artikel Kami Lainnya di Channel Youtube :

Sunday, September 25, 2022

Mengapa Surat Al Ikhlas


Semoga Video Ini Bermanfaat, Silahkan Share jika dirasa bermanfaat dan semoga mendapatkan pahala jariyahnya. Masukan dan Saran Serta Kritik Membangun sangat diharapkan ke email : tujuanmucom@gmail.com Simak Juga Artikel Kami Lainnya di Channel Youtube : https://www.youtube.com/c/TopChannelOne Play List Kajian Sunnah di Youtube : https://www.youtube.com/playlist?list=PLIJQYJ-Cz_XkX6L_nhAGqOAX9FX9MDKQQ Tag :
surah al ikhlas,surat al ikhlas,keutamaan surat al ikhlas,ikhlas,al ikhlas,quran,surat al-ikhlas,arti surat al ikhlas,surah ikhlas,makna surat al ikhlas,tafsir surat al ikhlas,manfaat surah al ikhlas,surat al ikhlas dan artinya,surah,kenapa dinamakan surat al ikhlas,makna kandungan surat al ikhlas,surah al ikhlas dengan gerakan,menghafal surah al ikhlas,surat,kandungan surat al ikhlas yufid tv,faedah surat al ikhlas,bacaan surat al ikhlas

Friday, September 16, 2022

Al Ikhlas Bacaan Al Quran Riwayat Hafs


Semoga Video Ini Bermanfaat, Silahkan Share jika dirasa bermanfaat dan semoga mendapatkan pahala jariyahnya.

Masukan dan Saran Serta Kritik Membangun sangat diharapkan ke email : tujuanmucom@gmail.com Simak Juga Artikel Kami Lainnya di Channel Youtube :

Play List Kajian Sunnah di Youtube :

Tag :
surah al ikhlas,al ikhlas,ikhlas,surat al ikhlas,al ikhlas for kids,surah ikhlas,al ikhlass,manfaat membaca surat al ikhlas 100 kali,al ikhlas anak,al ikhlas 100x,al ikhlas 10 kali,sourate al ikhlas,surah al ikhlas hd,surah al ikhlas 10x,al ikhlas 1000 kali,surah al ikhlas 100x,al ikhlas 1000 times,sourate al ikhlass,surah al ikhlas full hd,surah al ikhlas repeat,surah al ikhlas 100 kali,surah al ikhlas 1000 kali,kelebihan surah al ikhlas

Friday, April 15, 2022

Nabi Yusuf Alaihissalam Selamat dengan Sebab Keikhlasannya

 

Lihatlah cobaan yang telah menimpa Nabi Yusuf Alaihissallam, yaitu cobaan yang mendorongnya untuk melakukan zina, lalu lihatlah bagaimana dorongan yang sangat besar telah berkumpul dan menimpanya, dan di sisi lain syaitan bermaksud untuk menjerumuskannya ke dalam perbuatan zina akan tetapi ia tidak berhasil. Di antara dorongan besar yang telah menimpanya adalah keadaan beliau yang masih muda, di mana dorongan seksual sangatlah kuat di dalam dirinya, selain itu ia adalah seorang pemuda yang sangat tampan, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُعْطِيَ يُوْسُفُ سَطْرَ الْحُسْنِ.

“Yusuf Alaihissallam diberikan setengah dari ketampanan (seluruh manusia).”1

Ini menjadi faktor pendorong yang sangat kuat bagi isteri raja (untuk berzina dengannya) apalagi tidak ada seorang pun dari anggota keluarga yang melihatnya yang akan membongkar perbuatan tersebut, tetapi sungguh pun demikian, beliau Alaihissallam tetap teguh dalam pendirian berkat karunia dan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini digambarkan di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

كَذٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوْۤءَ وَالْفَحْشَاۤءَۗ اِنَّهٗ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِيْنَ 

“…Demikianlah agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba Kami yang ikhlas.” [Yuusuf/12: 24]

Dengan keikhlasanlah Yusuf Alaihissallam selamat. Wahai para pemuda apakah Anda tidak bisa mengambil pelajaran dari kisah ini? Wahai para pemudi apakah Anda tidak merenungi kisah ini? Berapa banyak pemuda dan pemudi yang tidak bisa menundukkan pandangannya -dan hal yang lebih dahsyat lagi- disebabkan hanya karena ketidakikhlasan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Penolong dan Pelindung bagi kita semua.

[Disalin dari buku “IKHLAS: Syarat Diterimanya Ibadah” terjemahkan dari Kitaabul Ikhlaash oleh Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah. Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit PUSTAKA IBNU KATSIR Bogor]

Footnote

1 Shahiihul Jaami’ (no. 1073).

Tuesday, March 1, 2022

Ikhlas Syarat Diterima Amal

 


Jauhilah Riya'

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari 

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ulama bahwa ikhlas dan mutâba’ah (mengikuti tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) merupakan dua syarat diterimanya amal seorang Mukmin. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿١﴾ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ 

Maha suci Allâh yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. [Al-Mulk/57:1-2] 

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “yang lebih baik amalnya” yaitu yang lebih ikhlas dan lebih benar. Suatu amal tidak akan diterima sehingga menjadi amal yang ikhlas dan benar. Ikhlas, jika amal itu karena Allâh Azza wa Jalla , dan benar, jika amal itu di atas Sunnah (ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”. (Tafsir al-Baghawi, 1/175) 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَل إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ 

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali yang murni untuk–Nya dan untuk mencari wajah–Nya. [HR.An-Nasâ’i, no: 3140. Lihat: Silsilah Ash-Shahîhah, no: 52;  Ahkâmul Janâiz, hlm. 63] 

Oleh karena itu, sangat amat penting untuk memperhatikan, apakah amal kita memenuhi dua syarat ini? 

*RIYA’ PERUSAK IKHLAS* 

Banyak hal yang dapat merusakkan ikhlas, sehingga ibadah seseorang menjadi sia-sia, tanpa pahala. Perusak ikhlas itu antara lain adalah riya’, dan riya’ termasuk dosa besar sebagaimana dinyatakan oleh Imam adz-Dzahabi rahimahullah di dalam kitab al-Kabâ-ir. 

*MAKNA RIYA’* 

Riya’ diambil dari kata ru’yah (melihat), secara bahasa riya’ artinya memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya. Adapun menurut istilah syara’ (agama), maka para ulama memberikan definisi-definisi yang berbeda, namun intinya sama. Yaitu: Seorang hamba yang melakukan ibadah yang seharusnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak meniatkannya untuk Allâh Azza wa Jalla , bahkan untuk tujuan duniawi. Al-‘Izz bin Abdus Salam rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk meraih tujuan dunia, mungkin mencari manfaat duniawi, atau pengagungan, atau penghormatan”. [Qawa’idul Ahkâm 1/147] 

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hakekat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah, asalnya mencari kedudukan di hati manusia”. [Tafsir al-Qurthubi 20/212] 

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu  mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut”. [Fathul Bari 11/136] 

*BAHAYA RIYA’* 

Riya’ merupakan dosa besar dan memiliki berbagai bahaya-bahaya, antara lain: 

1. Menggugurkan Pahala Amal Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

مَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu batu itu menjadi bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al-Baqarah/2:264] 

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ 

Allâh Tabâraka wa Ta’âlâ berfirman, “Aku paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dengan suatu amalan, dia menyekutukan selain Aku bersama–Ku pada amalan itu, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR. Muslim, no. 2985] 

2. Sifat Munafik Seseorang yang beribadah bukan karena Allâh Azza wa Jalla , tetapi agar diketahui oleh manusia,  seperti orang yang shalat ketika bersama mereka, namun ketika sendirian, dia tidak shalat. Ini termasuk kemunafikan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا 

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allâh kecuali sedikit sekali. [An-Nisa’/4:142] 

3. Kecelakaan Besar Bagi Orang-Orang Yang Riya’ 

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ ﴿٦﴾ وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ 

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna. [Al-Ma’un/107:4-7] 

4. Pertama Kali Yang Diadili Dan Dilemparkan Ke Neraka Adalah Orang-Orang Yang Riya’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah memperingatkan dengan sangat keras dari riya’.

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ  

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama kali yang akan diputuskan (pengadilannya) pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmat–Ku itu? Dia menjawab: “Aku berperang untuk–Mu sehingga aku mati syahid”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau berperang agar dikatakan ‘seorang pemberani’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. 

Dan seorang laki-laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya. Dan dia membaca Al-Qur’an. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmat–Ku itu? Dia menjawab: “Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya, dan aku membaca Al-Qur’an untuk–Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan ‘seorang yang ‘aalim’, engkau membaca Al-Qur’an agar dikatakan ‘seorang qaari’’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. 

Dan seorang laki-laki yang Allâh luaskan rezekinya, dan Allâh juga memberikan berbagai macam harta benda. Dia didatangkan, Allâh menyebutkan nikmat-nikmat–Nya kepadanya dan dia mengakuinya. Allâh bertanya: “Apa yang telah engkau lakukan pada nikmat-nikmatKu itu? Dia menjawab: “Aku tidak meninggalkan satu jalanpun yang Engkau menyukai infaq padanya kecuali aku berinfaq padanya untuk-Mu”. Allâh berkata: “Engkau dusta. Tetapi engkau melakukannya agar dikatakan ‘seorang dermawan’ dan dahulu (di dunia) telah dikatakan. Lalu diperintahkan mengenai orang tersebut, kemudian dia diseret di atas wajahnya, sehingga dilemparkan di dalam neraka. [HR. Muslim, no. 1905] 

Setelah kita mengetahui bahaya riya’ ini, maka marilah kita bersihkan hati dan amal kita darinya dan dari perkara lainnya yang dapat merusak amal ibadah. Dan kita memohon keikhlasan kepada Allâh, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

 https://almanhaj.or.id/7667-jauhilah-riya.html



Monday, March 15, 2021

Ikhlas Memang Berat

 Ikhlas Memang Berat

Sahabat Islam, khlas adalah satu amalan yang sangat berat. Fitnah dunia membuat hati ini susah untuk ikhlas. Cobalah kita renungkan setiap amalan kita, sudahkah terbebas dari maksud duniawi? sudahkah semuanya murni ikhlas karena Allah Ta’ala? Jangan sampai ibadah yang kita lakukan siang dan malam menjadi sia-sia tanpa pahala. Sungguh, ikhlas memang berat. Urusan niat dalam hati bakanlah hal yang mudah. Tidaklah salah jika Sufyan ats Tsauri rahimahullah mengatakan, “ Tidaklah aku berusaha untuk membenahi sesuatu yang lebih berat  daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik”[Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam 34, Imam Ibnu Rajab al Hambali, Penerbit Daar Ibnul Jauzi.

]. Hanya kepada Allah kita memohon taufik. Wallahu a’lam.

Semoga bermanfaat,

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Cara Mengatasi Pandemi 

Besarnya Dosa Meninggalkan Sholat

Kunci Bahagia dan Sukses

Belajar Al Qur'an Dengan Metode Ummi (jilid 3 )

Buku-buku Penuh Manfaat dan Hikmah

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Manusia - Manusia Lemah

Carilah Sahabat Seperti ini

Hukum Riya'

Sebab Sempit Hati

Wanita Wajib Izin Suami Saat Akan Keluar Rumah

Kisah Nabi Luth as.

Balasan Penyebar Aib

Istighfar/Doa Anak 

Pejuang Sunnah

Pendidikan Agama Anak

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Meskipun Sakit, Pahala Tetap Mengalir

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Utusan Setan

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Mengatasi Malas Menuntut Ilmu

Sholat Taubat

Sunnah yang Terlupakan

Menyembunyikan Kebaikan

Hakikat Dunia

Hukum memakai Hijab dalam pandangan 4 Mazhab

Panduan Shalat Tahajud

Meminta Izin dan Mengucapkan Salam

Seputar Syirik

Mata Cerminan Hati

Dikagumi Oleh Allaah, Kok Bisa ya ?

Sakit Adalah Ujian, Cobaan, dan Takdir

Islam Telah Sempurna 

Sifat Orang yang Sering Berhutang

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

Doa Memohon Anak Yang Shalih

Sakit manghapuskan dosa-dosa kita

Ibu, Ibu, Ibu, Bapak

#griyakajiansunnah

Silahkan di share atau simpan link ini, sehingga  link bisa dibagikan setiap saat

Jazakallah Khairan.

Wednesday, January 6, 2021

Penuhilah Syarat Diterimanya Taubat

Syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat dapat dirinci secara lebih lengkap sebagai berikut.

Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.

Menyesali dosa yang telah dilakukan dahulu sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali. Sebagaimana dikatakan oleh Malik bin Dinar, “Menangisi dosa-dosa itu akan menghapuskan dosa-dosa sebagaimana angin mengeringkan daun yang basah.”[5] ‘Umar, ‘Ali dan Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa taubat adalah dengan menyesal.[6]

Tidak terus menerus dalam berbuat dosa saat ini. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.

Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa akan datang karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat. Hal ini sebagaimana tafsiran sebagian ulama yang menafsirkan taubat adalah bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.[7]

Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.[8]

Semoga bermanfaat.

Baca Juga : Artikel Terbaru Kami Disini : 

Rasulullooh Juga Berdagang

Kisah Nabi Ismail as dan Telaga Zam-Zam

Kisah Nabi Luth as.

Lunasi Hutang Dengan Kesederhanaan

Tiga Kamus Bahasa Tentang Pekerjaan

Perhiasan dalam Tiga Bahasa

Tiga Bahasa Untuk Warna dan Busana

Tiga Bahasa Untuk Perkakas dan Elektronik

Tiga Bahasa Bab Sekolahan

Hak Istri Dalam Rumah Tangga

Perdebatan Nabi Ibrahim dan Raja Namrud

Mendo'akan Orang Tua

Bertaubat, Setiap Dosa Akan di Ampuni

Perbanyak Doa Untuk Melunasi Hutang

Ciri Suami Pembawa Rejeki

Tiga Bahasa Tentang Organ Tubuh

Perilaku yang Sesuai Surat Yunus

Tiga Bahasa Tentang Hari dan Bulan

Cara Melindungi Akun Whatsapp

Menghidupkan Sunnah

Syarat Taubat

Infak dan Sedekah

Kandungan Surat Az zumar dan Surat At taubah

Kandungan Surat An nisa dan Al maidah

Lailatul Qadar

Menyembunyikan Kebaikan

Seputar Syirik

Beriman Kepada Nabi Muhammad

Melihat Kebawah Dalam Urusan Dunia

#griyakajiansunnah



Monday, October 5, 2020

Anak adalah Amanah

Banyak diantara kita yang pernah dititipi sesuatu oleh orang lain. Amanah tersebut tentunya akan kita jaga dengan sebaik baiknya. Apalagi jika titipan tersebut adalah barang yang sangat berharga. Tapi ada satu amanah yang sangat istimewa dan yang menitipkannya adalah Dzat yang sangat mulia tetapi justru sering kita menyia nyiakannya. Titipan ini tidak semua orang diberi untuk mengembannya, dan amanah tersebut adalah seorang anak. Bayi yang Allaah berikan kepada kita bagaikan mutiara yang masih berada didalam kerang/cangkangnya, masih terjaga dari jamahan tangan luar. Hati dibayi masih suci dan diibaratkan selembar kertas putih tanpa tergores atau terukir. Nah berjalannya waktu sedikit demi sedikit kepribadian dan perilaku anak mulai terbentuk sesuai dengan apa yang dilihat disekitarnya, yaitu didalam rumah dan lingkungan rumah, atau dari luar rumah.

Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam menjelaskan : " Setiap bayi lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang akan menjadikan ia yahudi,nasrani atau majusi". ( HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah )

Ya, itulah masa ke emasan yang tidak boleh disia siakan. Kesalihan anak adalah bukan hadiah yang gratis turun dari langit begitu saja tanpa sebab. Tetapi membutuhkan usaha dan perjuangan orang tua. Ingat tanggung jawab kita kepada anak bukan sekedar memberi makan supaya kenyang, pakaian bagus,rumah bagus,hp bagus, kendaraan bagus, tetapi tanggung jawab yang lebih berat adalah memberikan pendidikan terbaik bagi mereka dan menyelamatkan mereka dari azab Allah.

At Tahrim ayat 6 : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Dalam HR. Bukhari dan Muslim, menyebutkan : "Setiap kalian adalah pemimpin dan semua akan ditanya tentang bawahannya...Lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang mereka. Wanita merupakan penanggung jawab dirumah suaminya serta bagi anaknya, dan dia akan ditanya tentang mereka"

Dari ayat dan hadist diatas jelaslah tanggung jawab anak tertuju kepada kedua orang tuanya.

Sedangkan dalam rangka menjaga amanah ini setab terus membuat masalah, makar dan tipu daya untuk mematahkan semangat orang tua dalam menjaga dan mendidika amanah anak tersebut. Sekaligus menjadi kompor dengan sifat keluh kesah yang memang merupakan watak/tabiat dasar manusia. ini tertera dalam surat Al Ma'arij (70) : 19

Tetapi tipu daya setan tersebut tentunya harus dilawan dengan cara menjauhkan sifat/sikap keluh kesah semaksimal mungkin, sebab sikap  ini hanya akan membawa kepada kerugian diri dan anak. Perlu difahami walaupun tugas ringanpun jika di barengi keluh kesah, amarah,tidak ihlas, maka tugas ringanpun akan terasa berat. Lebih ruginya lagi karena tidak ihlas akibatnya pahala tidak didapat malah istilahnya rugi bertubi tubi seakan sudah jatuh ditimpa tangga lagi.

Dan sebaliknya, jika tanggung jawab ini dipikul dengan penuh keihlasan,tanpa keluh kesah maka akan membawa kebaikan diri dan si anak. Karena seberat apapun tugas dan tanggung jawab jika dilakukan dengan penuh keihlasan, kegembiraan dan  harapab maka tugas seberat apapun akan terasa ringan dan tentunya akan berbuah pahala disetiap perjuangan tetes keringatdan  rasa capek akan berbuah manis kelak diakhirat, dan inilah yang namanya keberuntungan diatas keberuntungan. Didunia, pekerjaan terasa nikmat dan bisa mencicipi buah manis kebaktian anak dan diakhirat, insya Allaah akan menuai limpahan pahala. amiin

Semoga kita terhindar dari sifat/sikap keluh kesah

Silahkan di share, semoga bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi umat

Artikel Kajian Terbaru Klik Disini


Thursday, October 1, 2020

Adab Menuntut Ilmu

By : Zulfa Sinta Filavati

Bismillahirrahmaanirrahim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan tentang Islam, termasuk di dalamnya masalah adab. Seorang penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak mulia. Dia harus mengamalkan ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap dirinya maupun kepada orang lain.

Berikut diantara adab-adab yang selayaknya diperhatikan ketika seseorang menuntut ilmu syar’i,

*Pertama*, Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu

Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5)

Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

*Kedua*, Rajin berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang bermanfaat

Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepadaNya.

Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.

*Ketiga*, Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu

Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)

*Keempat*, Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala

Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.

*Kelima*, Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu

Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.

Imam Mujahid mengatakan,

لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ

“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)

*Keenam*, Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau guru

Allah Ta’ala berfirman, “… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)

*Ketujuh*, Diam ketika pelajaran disampaikan

Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Allah Ta’ala berfirman, “dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)

*Kedelapan*, Berusaha memahami ilmu syar’i yang disampaikan

Kiat memahami pelajaran yang disampaikan: mencari tempat duduk yang tepat di hadaapan guru, memperhatikan penjelasan guru dan bacaan murid yang berpengalama. Bersungguh-sungguh untuk mengikat (mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat pelajaran disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu yang sama, mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.

*Kesembilan*, Menghafalkan ilmu syar’i yang disampaikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang mendengar, memahami, menghafal, dan mengamalkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita pun diperintahkan untuk menghafal pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

*Kesepuluh*, Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan

Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-id (faedah dan manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr)

*Kesebelas*, Mengamalkan ilmu syar’i yang telah dipelajari

Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani)

*Kedua belas*, Berusaha mendakwahkan ilmu

Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).

Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah. Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas usaha yang maksimal. Syarat dakwah:

1. Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran ‘aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ dan Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan iman.

2. Manhajnya benar, memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih.

3. Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’ (mengikuti) contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengadakan bid’ah, baik dalam i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau perkataan.

[Zulfa Sinta Filavati]

Referensi:

Adab & Akhlak Penuntut Ilmu karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas

https://muslimah.or.id/7216-adab-menuntut-ilmu.html