Skip to main content

Posts

Hukum Permainan Capit Boneka

Pertanyaan: Bagaimana hukum permainan capit boneka yang biasanya ada di pusat perbelanjaan. Biasanya berupa suatu mesin yang di dalamnya terdapat boneka-boneka dan pemain memasukkan uang agar bisa memainkan permainan ini. Jika pemain berhasil menggerakkan capit untuk mengambil dan mengeluarkan boneka, maka boneka tersebut menjadi miliknya. Namun jika ia tidak berhasil, maka ia tidak mendapatkan apa-apa. Bagaimana hukum permainan ini? Jazakumullah khairan. Jawaban: Alhamdulillah, ash-shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du. Permainan capit boneka dan yang semisalnya, baik jika dimainkan menggunakan uang ataupun tanpa uang, hukumnya tidak diperbolehkan karena termasuk  gharar  (ketidakjelasan)   dan  maisir  (judi). Definisi  maisir , dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: الميسر كل عقد يكون فيه العاقد إما غانما وإما غارما “ al-maisir  adalah semua akad yang pelaku akadnya bisa jadi untung atau bisa jadi buntung (rugi)” ( At Ta’liq ‘alal Qawa’id wal Ushul Al Jami’

Hukum Makan Lele yang Diberi Makan Bangkai Ayam / Kotoran

Pertanyaan: Bismillah Afwan ustadz mau nanya, terkait budidaya lele yang diberi makan bangkai ayam kan jatuh hukum hewan jalalah kepadanya. Butuh berapa lama masa karantinanya? Apakah disamakan 3 hari seperti kasus ayam pada masa Ibnu Umar atau bagaimana? Jazakallahu khairan Dari: Mr. Pe er Jawaban : Bismillah, walhamdulillah was shalaatu was salaam ‘ala Rasulillah, amma ba’du. Hewan halal yang makan makanan najis disebut  Jalalah . Sebagaimana keterangan Imam Abu Dawud  rahimahullah  berikut, الْجَلَّالَةُ الَّتِي تَأْكُلُ الْعَذِرَةَ “ Jalalah  adalah hewan yang memakan kotoran (makanan najis).” ( Sunan Abu Dawud  no. 3719) Hukum hewan ini menjadi haram berdasarkan hadis-hadis di bawah ini: Dari Abdullah bin Abbas  radhiyallahu’anhuma , beliau berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ لَبَنِ الْجَلَّالَةِ “ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menkonsumsi susu hewan jalalah. ” (HR. Tirmidzi no. 1825, beliau menilai hadis ini shahih. Imam Nawawi dan

Datang ke Masjid, Shalat Jama’ah Sudah Selesai

Pertanyaan: Jika saya hendak shalat berjama’ah di masjid, lalu ketika sampai masjid saya mendapati ternyata shalat jama’ah sudah selesai. Apa yang harus saya lakukan? Shalat sendirian atau membuat jama’ah baru? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du. Jawaban pertanyaan ini sangat terkait dengan masalah  ta’addud al-jama’ah , yaitu bolehkah ada lebih dari satu shalat jama’ah dalam satu masjid? Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang telat datang ke masjid, dan ia mendapati shalat jama’ah sudah selesai, maka hendaknya ia shalat sendirian di masjid atau kembali ke rumah. Pendapat ini merupakan turunan dari pendapat yang melarang membuat jama’ah kedua di satu masjid.  Syaikh Abdul ‘Azhim Al-Badawi mengatakan: “Membuat shalat jama’ah baru setelah jama’ah yang diimami  imam rawatib  selesai di masjid yang memiliki  imam rawatib , ini menyelisihi sunnah. Yang sesuai sunnah, pada masjid yang memili

Setelah Bangun dari Rukuk Sedekap atau Tidak?

Pertanyaan: Saya sering melihat orang yang ketika shalat, setelah bangun dari rukuk, ia bersedekap lagi. Apakah hal ini ada dalilnya? Dan yang lebih tepat seperti apa? Jazakallah khairan. Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du. Memang sebagian ulama menganjurkan untuk bersedekap setelah bangun dari ruku. Di antaranya ini pendapat Al-Qadhi Abu Ya’la, Ibnu Hazm, dan Al-Kasani  rahimahumullah . Ini juga merupakan pendapat yang dikuatkan Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Mereka berdalil dengan hadis Wa’il bin Hujr  radhiyallahu ’anhu : رأيتُ رسولَ اللَّهِ إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ قبضَ بيمينِهِ على شمالِهِ “Aku melihat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya”  (HR. An-Nasa’i 886, Al-Baihaqi 2/28, dishahihkan Al-Albani dalam  Shahih An-Nasa’i ). Lafadz  إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ  (keti

Cara Shalat Orang yang Terus Kencing

Pertanyaan: Saya memiliki penyakit berupa kencing terus-menerus tanpa bisa dikendalikan. Ini membuat saya kerepotan karena harus bolak-balik berwudhu ketika hendak shalat. Bahkan terkadang saya membatalkan shalat ketika saya merasa ada air kencing yang keluar di tengah shalat. Terus terang ini membuat saya kesulitan untuk shalat. Adakah solusi untuk masalah saya ini? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du. Kita telah mengetahui bahwa keluarnya air kencing adalah pembatal wudhu. Demikian juga keluarnya madzi, termasuk pembatal wudhu. Sehingga masalah ini dapat di qiyas kan dengan kasus orang terus-menerus keluar madzi. Dari ‘Ali bin Abi Thalib  radhiyallahu’anhu , ia berkata: كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً وكُنْتُ أسْتَحْيِي أنْ أسْأَلَ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فأمَرْتُ المِقْدَادَ بنَ الأسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهُ ويَتَوَضَّأُ “Dahulu aku terkena penya

Orang yang Mengidap Penyakit Psikis, Apakah Tetap Shalat?

Pertanyaan: Bagaimana shalatnya orang yang mengalami gangguan pikiran atau gangguan mental, namun tidak permanen. Terkadang ia sadar dan bisa berpikir normal. Namun terkadang ia tidak sadar dan berbicara ngelantur. Apakah orang seperti ini tetap wajib shalat lima waktu? Jawaban: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du. Landasan yang digunakan dalam membahas kasus di atas adalah hadis berikut. Dari Ali bin Abi Thalib  radhiyallahu ‘anhu , Nabi  shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda, رُفعَ القلَمُ عن ثلاثةٍ : عنِ الصَّبيِّ حتَّى يبلغَ ، وعن المجنونِ حتَّى يُفيق ، وعنِ النَّائمِ حتَّى يستيقظَ “Pena catatan amal diangkat dari tiga orang: dari anak kecil sampai dia  baligh , dari orang gila sampai ia waras, dari orang yang tidur sampai ia bangun.” (HR. Bukhari secara  mu’allaq , Abu Daud no. 4400, dishahihkan Al-Albani dalam  Irwaul Ghalil , 2/5). Al-‘atah  Mendapat Keringanan Seperti Orang Gila Walaupun d